Pria itu menatap wajah istrinya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku serius. Selain mengurusi pekerjaan, aku juga akan tinggal di sana untuk menenangkan pikiranku,"
"Tapi itu terlalu lama, Asti." Suara Rudi tiba-tiba bergetar, air mata yang sejak tadi dia tahan kini meleleh membasahi pipi.
Ternyata pernyataan Asti barusan bisa membuat Rudi menangis. Sebenarnya Asti puas saat melihat Rudi yang terpuruk dan sangat merasa bersalah kepada Asti.
Tangan Rudi masih memegang setir, namun kepalanya masih menunduk karena dia malu memperlihatkan tangisannya di depan istrinya itu.
Sedangkan Asti, matanya hanya melirik sinis ke arah Rudi. Hingga waktu berselang sekitar sepuluh menit, di mobil itu yang terdengar hanya deru mesin saja.
"Sudah dramanya? Aku sudah terlambat ini!" bentak Asti tanpa menghiraukan yang terjadi pada suaminya itu.
Mendengar istrinya sudah berteriak, sontak Rudi menyeka air matanya. Alih-alih melanjutkan perjalanan, tangan Rudi malah menggapai sabuk pengaman kemudian membukanya. Tiba-tiba dia mendekatkan tubuhnya kepada Asti hingga wanita itu terpojok.
Sontak Asti kaget dengan apa yang dilakukan oleh Rudi, kabin mobil yang sempit membuat tubuh Asti tersudut dan tidak bisa bergerak karena tertindih oleh tubuh Rudi.
Tangan Rudi memegang erat kepala istrinya, wanita itupun berontak namun tenaga Rudi terlampau kuat. Kemudian Rudi mencium bibir istrinya dengan brutal sampai Asti kesusahan bernapas.
Asti memukulkan tangannya ke dada suaminya itu untuk menyudahinya, namun Rudi nampak tidak perduli. Dia terus melumat bibir istrinya sampai dia benar-benar merasa puas. Hingga pada akhirnya Asti mampu mendorong tubuh Rudi dengan sisa tenaganya, kemudian Rudi melepaskan ciumannya.
"Apa-apaan kamu?!" bentak Asti marah. Sambil mendengus kesal, dia mengusap kasar bibirnya karena lipstik yang dia pakai terlihat tidak keruan karena tindakan Rudi barusan. Asti lalu mengambil bedak di dalam tasnya, ia hendak merapikan lagi riasannya yang berantakan karena perbuatan suaminya itu.
Rudi tersenyum nakal, dia tidak mempedulikan pertanyaan Asti dan melajukan lagi mobilnya dengan kencang. Dia merasa sedikit senang melihat tingkah Asti saat marah tadi, bahkan Rudi lupa jika sekitar lima menit yang lalu dirinya baru saja menangis.
"Asti seperti menolak, namun saat berciuman tadi, sepertinya dia juga sangat menikmati." Rudi berkata di dalam hatinya, dia merasa sedikit lega.
***
Angin berhembus pelan menerpa rambut Retno yang panjang. Sebenarnya dia sedang khawatir bagaimana kelanjutan rumah tangga Asti dan Rudi. Di satu sisi Retno tak mau mereka bercerai, tapi di sisi lain dia merasa kasihan kepada anaknya yang terus menerus tersakiti.
Retno sudah berdandan rapi, dia berencana akan pergi berkencan dengan Randy dan akan menjemputnya. Namun sudah pukul tujuh malam yang ditunggu belum kunjung datang.
Rasa cemas pun menghinggap di batin Retno, apalagi nomor ponsel Randy tidak bisa dihubungi.
"Randy kemana kamu? Kenapa belum datang?" tanya Retno pada diri sendiri. Wajahnya jelas terlihat sangat cemas.
Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar, dan yang di tunggu akhirnya menghubungi.
"Kamu di mana?" tanya Retno khawatir.
"Maaf Retno aku baru mengabarinya sekarang," ucap Randy lemas dari ujung telepon.
"Kamu kenapa? Kamu sakit? Sekarang kamu ada di mana? Aku akan menyusul kamu," tanya Retno panik.
"Kamu tenang, aku tidak apa-apa. Tapi ada yang harus aku sampaikan kepada kamu."
Jantung Retno tiba-tiba berdegup kencang, dia siap mendengarkan kata demi kata yang akan dikeluarkan oleh Randy.
"Aku akan pergi keluar negeri."
"Kemana? Kenapa mendadak?" Retno tampak terkejut.
"Aku mendapatkan pekerjaan di sana. Tidak lama, hanya beberapa minggu. Jika pekerjaanku selesai aku akan kembali ke sini. Tapi-" tiba-tiba ucapan Randy terhenti.
"Tapi apa?" hati Retno tampak semakin cemas.
"Tapi jika kontrakku di lanjutkan mungkin aku akan menetap lama di sana." Randy mengucapkannya dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin melukai perasaan Retno, namun ini sudah menjadi keputusannya. Dia lebih memilih pekerjaan dibandingkan dengan urusan asmara.
"Aku harap kamu dapat menerima keputusanku, ini untuk masa depan kita." Randy melanjutkan ucapannya.
"Kita? Mungkin ini hanya untuk masa depan kamu!" bentak Retno yang sudah mulai kesal.
Randy menghela napasnya, dia mencoba mengontrol emosinya. Sebenarnya dia sudah tahu jika Retno akan bereaksi seperti itu, namun keputusannya sudah bulat. Dia juga tak ingin mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya itu, namun Randy membebaskan jika nanti Retno akan menemukan lagi pria lain yang bisa membuatnya bahagia.
"Itulah sebabnya aku tak ingin mengatakannya langsung, kamu pasti akan marah." Randy melanjutkan lagi kata-katanya.
Namun di ujung telepon sudah tidak terdengar lagi suara dari Retno. Yang terdengar hanya suara sambungan telepon yang terputus.
Retno berteriak histeris, tanpa sadar dia melemparkan ponselnya hingga hancur dan tidak berfungsi lagi.
Mbok Yem berlari tergopoh-gopoh saat mendengar ada suara benturan yang keras di ruang tengah,
"kenapa Bu?" tanya Mbok Yum saat melihat tubuh Retno sedang bersimpuh di lantai sambil menangis tersedu-sedu.
Mbok Yum berusaha mengangkat tubuh Retno untuk didudukan di atas sofa, namun dia terlihat kesusahan. Dan akhirnya datanglah Rudi yang ternyata baru sampai di rumah setelah mengantarkan Asti ke bandara.
Sontak dia langsung berlari mendekat ke arah ibu mertuanya itu. Dia menggotong Retno dibantu dengan mbok Yum menuju ke atas sofa.
Retno terus menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangannya, sementara Rudi dan mbok Yum tampak bingung. Mereka sama-sama baru melihat Retno bersikap seperti ini.
Mbok Yum lalu pergi ke dapur, dia hendak membuatkan teh hangat untuk Retno. Sedangkan mata Rudi tertuju kepada ponsel yang sudah lumayan hancur berada di lantai. Dia lalu memungutnya dan meletakkannya di atas meja.
Dengan hati-hati Rudi duduk di samping Retno yang masih menangis, lalu datanglah mbok Yum membawa teh hangat di tangannya. Kemudian dia memberikannya kepada Rudi,
Rudi memberanikan diri untuk mencoba menenangkan mertuanya itu, tangannya menepuk pelan ke pundak Retno.
"Bu, ini di minum dulu tehnya." Rudi menyodorkan secangkir teh yang masih mengepul. Namun Retno tak menghiraukannya. Dia masih memikirkan kekasihnya itu, "kenapa Randy tega melakukan ini padaku," batin Retno menjerit.
Sebenarnya saat Randy bertemu kembali dengan Asti dia sudah terkejut, ditambah lagi ketika Retno memperkenalkan kepadanya jika Asti adalah anaknya benar-benar seperti tersambar petir. Namun dia berusaha untuk mengendalikan dirinya dan berpura-pura untuk tidak mengenalnya.
Dia memang merasa bersalah karena tidak memberitahu kepada Retno tentang masa lalunya ketika sedang berhubungan dengan putrinya tersebut. Namun setelah dipikirkan lagi, ada baiknya jika Retno tidak mengetahuinya. Mungkin juga Asti melakukan hal yang sama dengannya. Buktinya hingga detik ini Retno tidak mengetahui jika Randy adalah mantan kekasih dari anak gadisnya.
Jauh di dalam lubuk hati yang dalam, Randy masih merindukan mantannya itu. Terlebih lagi dia masih berhutang maaf kepada Asti karena kisah masa lalu mereka.
Tapi sudahlah, Randy segera melempar jauh tentang masa lalunya. Karena yang dia inginkan sekarang adalah menggapai masa depannya untuk menjadi model taraf internasional.
Dia harus melepaskan wanita yang sudah mengisi hari-harinya selama ini, "mungkin Retno sudah menganggapku sebagai pria brengsek." Ada segurat kesedihan di wajahnya.