Dengan napas yang masih tersengal, akhirnya Retno sampai di depan kamar kost Randy. Retno memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamarnya Randy, berharap lelaki itu membukakannya.
Dug dug dug!
Retno mulai mengetuk pintu tersebut secara perlahan. Dan ternyata sosok yang diharapkan muncul dari balik pintu.
Pria muda yang tegap, dengan tinggi badan 185 cm menyembul dari balik pintu. Dilihat dari wajahnya, usianya seumuran dengan Asti. Iya usia mereka terpaut 18 tahun.
Randy tampak terkejut saat mengetahui bahwa yang mengetuk pintunya adalah Retno.
Seketika Retno langsung memeluk tubuh Randy yang masih mematung di bibir kusen. Tiba-tiba rasa panik tergambar jelas di wajah Randy, lalu buru-buru mengajak Retno untuk masuk ke kamarnya.
Randy tidak enak jika penghuni lain memergokinya sedang berpelukan dengan seorang wanita di dalam kost-an tersebut. Karena nanti akan jadi bahan gunjingan oleh para penghuni lain.
"Kamu sedang apa disini?" Tanya Randy dengan mimik wajah yang terlihat kesal.
"Aku mau minta maaf, mengenai hal yang kita bicarakan tadi waktu di telepon."
"Kita kan bertemu di tempat lain, Retno!" Randy memicingkan matanya ke arah Retno.
Sebenarnya bukan respon yang seperti ini yang Retno harapkan. Randy yang sudah dua bulan terakhir mengisi hari-harinya, tidak pernah sekalipun mengeluarkan kemarahan kepadanya.
"Maaf kalau ucapanku tadi menyinggung kamu," tangan Retno meraih lengan Randy yang masih terlihat kesal.
Randy hanya memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku minta maaf, Ran." Retno menempelkan tubuhnya, kemudian memeluk lagi tubuh Randy yang 30cm lebih tinggi darinya. Retno berharap Randy membalas pelukannya dan bisa memaafkannya.
Tapi sepertinya tidak semudah itu, suasana hati Randy benar-benar sedang buruk. Randy melepas perlahan tangan Retno yang mendekap tubuhnya. Dia berjalan ke arah kursi kayu yang ada di kamarnya, kemudian duduk meninggalkan Retno yang masih berdiri di dekat pintu.
Raut wajah Retno berubah menjadi sedih, ada air mata menggenang di pelupuk matanya. Hingga akhirnya meleleh juga padahal sudah ia tahan sedari tadi.
Retno mendekat ke arah Randy yang sedang duduk sambil tertunduk lesu. Rahangnya menggertak, terlihat lancip sehingga menegaskan bahwa Randy sedang menahan emosinya.
Retno duduk di atas kasur yang menghadap langsung ke depan Randy. Lalu dia meraih tangan Randy kemudian menggenggamnya.
"Maki aku saja kalau memang itu membuatmu bisa memaafkan aku." Retno tampak pasrah, dia berkata lirih.
Tidak ada respon dari Randy, namun kali ini kepalanya ditegakkan dan matanya menatap ke arah Retno. Randy menarik napas panjang, dan akhirnya mulai mengeluarkan kata-kata.
"Aku sudah tidak marah lagi," ucap Randy sambil tersenyum.
Seketika Retno langsung memeluk tubuh kekasihnya itu. Kali ini dia sudah bisa tersenyum.
***
Asti yang tampak sudah rapih, terlihat sedang wara-wiri keluar masuk dari tiap ruangan yang ada di dalam rumahnya. Asti terlihat sedang mencari sesuatu,
"Mbok Yum lihat ibu?" Asti bertanya saat bertemu mbok Yum di dapur.
"Ndak mbak, mbok juga heran dari pagi belum lihat ibu. Biasanya ibu bangun pagi terus ya."
"Tadi saya sudah cari keseluruh ruangan tapi enggak ada." Wajah Asti menyiratkan kecemasan, tangannya masih memegang ponsel sambil terus menghubungi nomor kontak Retno yang sedari tadi tidak bisa ia hubungi.
"Tidak biasanya ibu seperti ini," ucap Asti dalam hati sambil mengurut keningnya yang terasa pening. Lalu dia berjalan ke arah mobil yang terparkir di garasi. Asti masuk lalu duduk di kursi kemudi. Dia mulai menghidupkan mesin mobilnya dan langsung tancap gas, melesat meninggalkan rumahnya.
Sementara Rudi hanya menjadi penonton di balik jendela, menyaksikan istrinya yang pergi dengan sangat tergesa.
***
Retno dan Randy sudah berada diatas kasur di dalam kamar kost Randy, mereka saling mengeratkan pelukannya satu sama lain.
Posisi kepala Retno sudah berada diatas lengan Randy, alih-alih sebagai bantal untuk menyangga kepala Retno. Bak sepasang muda mudi yang dimabuk asmara, Retno melemparkan jauh tentang umurnya yang hampir menginjak usia 43 tahun.
Jiwa mudanya semakin menggelora, saat mengenal sosok Randy yang mau menerima dia apa adanya. Dan kemarin dengan lugas Randy mengajaknya untuk naik ke tingkat lebih serius soal hubungan mereka.
"Bagaimana mengenai hal aku tanyakan tadi saat di telepon. Kamu sudah berubah pikiran?!"
Retno bangkit kemudian duduk, begitupun Randy. Dia tepat menghadap ke arah Retno dan menatap wajah kekasihnya itu.
Retno merasa terintimidasi oleh tatapan Randy yang seolah memaksanya untuk mengiyakan ajakannya. Dia menghela napas panjang, kemudian menghembuskannya. Dengan perlahan Retno menganggukkan kepalanya seraya berkata,
"Besok kamu datang ke rumah anakku, aku akan memperkenalkanmu kepada anakku."
Mendengar itu senyum di bibir Randy langsung mengembang di bibirnya, dia bahagia karena Retno sudah yakin terhadapnya. Kemudian dia memeluk Retno dengan erat.
***
Asti berniat mendatangi mall yang biasa dikunjungi oleh ibunya, dia berharap bisa menemukan ibunya disana.
Namun belum juga sampai, ponsel Asti berbunyi karena ada panggilan masuk. Ternyata itu dari ibunya, dengan sigap Asti langsung menjawab panggilan tersebut dan mengehentikan laju mobilnya.
"Ibu kemana saja? Aku hampir gila gara-gara mencari ibu!" Asti meluapkan kekesalannya.
"Aku sedang di tempat teman, kamu jangan khawatir. Aku bukan anak kecil, Asti!" Terucap kekesalan pada kalimat yang dilontarkan Retno kepada anaknya, dan itu membuat Asti kesal.
"Kalau ibu kenapa-kenapa, siapa yang tanggungjawab kalau bukan aku. Tolong untuk saat ini, jangan menambah beban pikiranku lagi!" Asti mematikan sambungan teleponnya, kemudian menangis dan menunduk diatas setir.
Entah karena permasalahannya dengan Rudi, Asti berubah menjadi sangat sensitif dan melankolis. Tapi dengan gengsi yang masih tinggi dia tidak ingin jika sampai ibunya mengetahui kalau dirinya saat ini sedang sangat rapuh.
***
Vena berjalan menyusuri pusat perbelanjaan didekat kompleks perumahannya. Dia berniat ingin membeli kebutuhan rumah tangga yang persediaannya sudah mulai habis.
Sebelum sampai di tempat yang di tuju, saat melewati tempat makan cepat saji dia melihat sosok yang dia kenal sedang berdiri memesan makanan.
Vena memperlambat langkahnya lalu mendekat ke arah jendela untuk meyakinkan atas apa yang dilihatnya tadi.
Vena membelalakkan matanya sambil sesekali mengucek matanya, ternyata benar yang dilihatnya ternyata Randy yang tidak lain adalah mantan kekasih Asti.
Vena masih diposisinya, menatap fokus ke arah Randy yang di tangannya sudah terdapat baki yang sudah di penuhi oleh makanan yang dia pesan tadi.
Randy berjalan menuju meja yang terlihat Retno sedang menunggunya. Dia tersenyum manis ke arah Retno, lalu duduk di kursi yang berada di samping Retno.
Bak di sambar petir di siang hari, Vena tidak percaya akan apa yang dia lihat lagi. Kenapa Randy sedang makan dengan Retno, ibunya Asti. Vena menutup mulutnya yang tidak sadar terbuka karena sangking terkejutnya.
"