Rudi tampak sangat antusias perihal berita yang akan di sampaikan oleh Vena. Dia sangat memperhatikan dengan seksama kata demi kata yang diucapkan dari mulut sahabat istrinya tersebut.
"Memangnya Bu Retno sedang bersama siapa?" tanya Rudi heran.
"Kamu pasti akan terkejut, Rudi."
"Siapa dia pria itu?" terlihat Rudi tak sabar menanti jawaban dari atas pertanyaannya barusan.
Vena mengisap kopi yang dipesankan oleh Rudi, dia mencoba menenangkan dirinya.
"Pria yang bersama Bu Retno adalah Randy, mantan kekasih Asti dulu."
Tanpa sadar Rudi mata Rudi terbelalak, karena sangking terkejutnya. Namun dia mencoba untuk berpikiran positif,
"mungkin saja mereka tidak sengaja bertemu."
Vena menggelengkan kepalanya, tanda bahwa dia tidak setuju dengan pernyataan Rudi barusan.
"Mereka saling bertatapan mesra, aku melihatnya dengan jelas." Vena nampak bersungut-sungut. Dalam hati Vena menyesal, kenapa harus dia yang menjadi orang pertama yang mengetahui rahasia sebesar ini. Dia lalu meremat rambutnya dan seakan ingin menjambak semua rambutnya, karena rasa pusing gara-gara memikirkan hal ini.
"Lalu kamu mau memberi tahu Asti?" tanya Rudi lagi.
"Entah," ucap Vena sambil mengangkat kedua bahunya.
"Saranku, lebih baik tunggu saja sampai Asti mengetahuinya sendiri."
"Namun kasihan Asti, ini tidak adil untuknya."
"Apa aku yang memberitahukannya saja?"
"Jangan bodoh kamu, Rudi. Yang ada, kamu malah terseret pada masalah mereka. Ini masalah antara ibu dan anak. Lagipula kamu tidak mengenal Randy. Nanti Asti malah heran jika tiba-tiba kamu mengenal mantan kekasihnya itu!" terang Vena panjang lebar.
Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya, sambil mengerutkan dahi seperti sedang berpikir keras. Dirasa Rudi tidak menemukan jalan keluar, Rudi menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada Vena.
"Semua terserah kamu, Vena. Aku angkat tangan."
"Percuma aku memberitahu kamu, jika ujung-ujungnya malah aku sendiri yang berpikir."
"Ambil langkah yang menurut kamu benar, alagkah baiknya kita tunggu saja sampai Bu Retno memberitahukan semuanya langsung kepada Asti. Kita tunggu saja seperti apa reaksi Asti, tapi aku sama sekali tidak keberatan jika sampai Asti bertemu lagi dengan mantan kekasihnya."
Vena mendecih merasa muak mendengar ucapan Rudi yang berubah menjadi sok bijak.
"Terang saja kamu bersikap seperti itu, kamu juga berhubungan dengan mantan kekasihmu!" runtuk Vena dalam hati.
"Bagaimana?"
"Yasudah, aku terima saranmu." Mereka lalu berpisah saat Vena sudah menemukan saran yang dinilai cukup baik. Untuk sementara, Vena merasa lega.
Namun sebaliknya yang dirasakan oleh Rudi, dia merasa tak habis pikir kenapa ibu mertuanya bisa sampai menjalin hubungan dengan mantan kekasih anaknya sendiri.
Kasihan Asti, mungkin dia sudah melupakan mantannya itu membuang jauh kenangan masa lalunya. Namun sekarang, orang terdekatnya yang malah mengorek kembali luka lamanya.
"Lebih baik aku bertanya langsung kepada Bu Retno, tentang kebenaran soal hubunga antara dirinya dan mantan kekasih Asti?" Rudi bergelut dengan pikirannya.
Dia menimbang-nimbang resiko terburuknya yang akan terjadi jika dia diam saja, sepertinya tekad Rudi sudah bulat.
"Baiklah, aku akan bertanya pada Bu Retno." Rudi menancap gas penuh, dia ingin cepat sampai ke rumah untuk bertemu ibu mertuanya tersebut.
***
Retno sedang menggenggam ponselnya sambil duduk di samping kolam renang, dia tampak gusar. Sudah satu bulan terakhir sikap Asti dingin kepadanya. Dia sudah mencoba untuk mengajak Asti berbicara, namun hasilnya nihil. Asti masih belum kembali bersikap hangat.
Apalagi akhir-akhir ini anaknya terlihat sangat sibuk. Hari-hari Asti di sibukkan oleh pekerjaannya di butik, sehingga Retno merasa segan untuk mengajaknya berbicara.
Suara kaki melangkah terdengar mendekat, Retno langsung mengalihkan pandangannya ke sumber suara.
"Ibu di sini rupanya." Ternyata itu suara langkah Rudi.
"Kamu sudah pulang, Rudi. Tumben sekali pulang cepat. Asti masih di butik sepertinya." Retno mencoba menerangkan, padahal Rudi tidak bertanya.
"Ada yang ingin aku tanyakan ke ibu, ibu ada waktu?"
Retno tampak heran dengan pernyataan dari menantunya itu, dia lalu duduk di bangku yang berada tak jauh dari kolam renang.
Rudi lalu ikut duduk di bangku sebelahnya.
"Sepertinya ada hal yang serius?"
"Iya, ini menyangkut seorang pria yang ibu temui di restoran sekitar satu bulan yang lalu. Apa itu kekasih ibu?"
Retno nampak terkejut, "kamu melihatku waktu itu?"
Rudi menggelengkan kepalanya,
"bukan aku Bu, tapi Vena.
Dia melihat ibu sedang bermesraan dengan seorang pria."
"Memangnya aku salah jika mempunyai kekasih?" tanya Retno dengan nada sedikit meninggi.
"Tidak ada yang salah Bu, tapi apakah ibu tahu siapa sebenarnya pria itu?"
"Dia pria yang baik, aku mengenalnya dua bulan yang lalu. Kita merasa saling cocok dan akhirnya memulai hubungan lebih dari teman. Walaupun usianya jauh di bawahku, namun dia menerima aku apa adanya."
"Tapi apakah Asti sudah tahu, soal pria itu?"
Retno menggelengkan kepalanya.
"Belum, aku belum cukup berani untuk memperkenalkannya kepada Asti. Aku sudah membayangkan jika Asti akan menentang hubungan kami."
Rudi menganggukkan kepalanya tanpa setuju, keningnya mengerut karena sedang memikirkan pertanyaan apa lagi yang akan ia tanyakan. Karena dirasa ini momen yang pas, sebelum Asti tiba di rumah.
Jika mendengar dari ucapan mertuanya itu, sepertinya Bu Retno tidak mengetahui jika pria yang sedang dekatnya adalah mantan kekasih anaknya.
Berarti bisa ditarik kesimpulan, jika pria itu sedang merencanakan sesuatu hal yang buruk kepada Asti dan ibunya. "Baiklah, aku akan memberitahu ibu tentang semua kebenaran ini." Rudi berkata dalam hati.
Namun belum sempat Rudi berkata, ponsel Retno berbunyi. Sepertinya ada panggilan telepon yang masuk. Nama "Randy" terpampang jelas di layar, sehingga Rudi dapat membacanya.
Gegas Retno menerima panggilan tersebut, kemudian meninggalkan Rudi yang masih duduk di bangku.
Rudi berjalan meninggalkan ibu mertuanya, karena dirasa kurang sopan bila dia tetap di sana sambil mendengarkan percakapan mereka.
Kali ini Rudi merasa sangat bingung, akan apa yang harus dilakukannya. Masalah ini terasa semakin berantakan.
***
Asti masih berada di ruang kerjanya, dia tampak sedang sibuk memilih contoh kain yang menumpuk di meja kerjanya.
Itu di karenakan sebentar lagi dia akan mengeluarkan rancangan pakaian terbarunya. Di tambah lagi Asti sedang menangani soal kerjasama yang akan di bangunnya bersama Sarah.
Sarah menjanjikan akan menanamkan modal yang cukup besar dalam proyek Asti sekarang.
Disatu sisi Asti merasa senang karena akan mendapatkan modal yang besar, namun di sisi lain Asti juga merasa khawatir. Sebab, Asti belum lama mengenal Sarah. Namun Sarah sudah mau memberikan kepercayaannya kepada Asti. Sehingga terdengar janggal.
Asti merapikan meja kerjanya, dia berniat akan pulang cepat. Namun tanpa dia sadari sangking sibuknya, ternyata jam dinding sudah menunjukan pukul tujuh malam.
"Pantas saja perutku sudah lapar."
Asti keluar dari ruangannya, nampak dia berbincang dengan beberapa karyawannya. Lalu bergegas keluar menuju mobilnya yang terparkir di halaman butiknya.