Asti mengendarai mobilnya, ia hendak pergi ke sebuah restoran karena perutnya sudah semakin lapar.
Namun tiba-tiba, Retno menghubunginya.
"Kamu masih di butik, Asti?" tanya Retno di ujung telepon.
"Tidak," jawab Asti singkat.
"Ibu mau bicara, kamu bisa segera pulang?"
Mungkin ibunya hendak minta maaf kepadanya perihal masalah bulan lalu, sebenarnya jika sudah dipikirkan lagi Asti memang sedikit keterlaluan. Dia mendiamkan ibunya sampai sebegitu lamanya, namun Asti puas karena ibunya kini sadar akan kesalahannya.
Rasa laparnya mendadak hilang, Asti melajukan mobilnya ke arah rumah. Dia merasa ingin cepat bertemu ibunya, karena penasaran dengan apa yang akan ia sampaikan.
***
"Rudi, sampai kapan kamu mengabaikanku?"
"Sampai kamu berhenti merongrongku seperti ini!"
"Aku tidak merongrongmu, aku kan sudah bilang. Aku tidak kan berhenti sebelum kamu mengakui jika bayi yang aku kandung adalah anak kamu, Rudi!"
"Cukup Sarah! Mana buktinya dia anakku? Coba kamu tes DNA atau tes apa sajalah.
Jika memang itu terbukti anakku. Nanti aku akan merawatnya, tapi tetap aku tidak akan bisa menikah denganmu. Mengerti kamu!" Rudi mengakhiri teleponnya dengan kasar. "Sarah tidak pernah menyerah," keluh Rudi lirih.
Dia merebahkan badannya di ranjang, setiap hari dia dibuat khawatir oleh tindakan Sarah. Otak jahat Rudi berpikir, "apakah aku harus menghabisi Sarah?!" Namun dia urungkan pikiran jahatnya itu, karena semuanya terlalu beresiko.
Lambat laun mata Rudi terasa berat, dia lalu tertidur pulas diranjang lalu masuk ke alam mimpinya sendiri.
***
Asti baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya, "ternyata Rudi sudah pulang." Asti berkata lirih, saat melihat mobil Rudi sudah da didalam garasi. Dia lalu melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah.
Saat masuk ke ruang tengah, dia melihat ibunya sedang terduduk dengan wajah yang nampak cemas.
Asti kemudian duduk di samping ibunya, lalu Retno memulai pembicaraan.
"Maafkan ibu karena sudah membuatmu khawatir, Asti."
Asti hanya diam, tak bergeming. Dia menantikan adegan dramatis yang kan ibunya lakukan jika Asti tidak merespon ucapannya.
"Ibu tidak kan melakukan hal yang membuatmu khawatir lagi," rengek Retno sambil menggoyang-goyangkan tubuh bak anak kecil yang merengek minta di belikan mainan.
Seketika Asti tertawa lepas, dia menertawakan tingkah ibunya yang malah kekanak-kanakan seperti itu.
"Asti sudah memaafkan ibu sejak kemarin, maafkan Asti juga yang terlalu bersikap berlebihan. Sekarang lakukan saja apa yang ibu mau, yang penting ibu bahagia. Ibu juga pantas bahagia." Asti menutup ucapannya dengan pelukan hangat. Lalu disusul sebuah kecupan mendarat di pipi Asti, dari wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.
"Ayo Bu, temani Asti makan." Asti menghampiri meja yang di atasnya sudah terisi penuh dengan beraneka ragam masakan boga laut.
"Lebih baik kamu ajak Rudi, sepertinya dia belum makan malam."
Hampir saja Asti lupa, jika suaminya sudah pulang sejak tadi. Dia kemudian gegas menuju kamar tidurnya. Saat memasuki kamarnya, terlihat Rudi sedang terlelap di atas ranjang.
Entah kenapa nafsu birahi Asti tiba-tiba muncul. Asti mulai membuka bajunya satu per satu hingga tersisa pakaian dalamnya saja. Sebenarnya Asti sengaja ingin menggoda suaminya itu.
Tubuh mulus yang hanya tertutup hanya dengan pakaian dalam, sengaja ingin Asti tunjukan kepada Rudi. Rambutnya di gerai, memperlihatkan sisi sensual yang biasanya Asti sembuyikan.
Asti menaiki tubuh suaminya lalu mengusap bagian vitalnya, dan tiba-tiba Rudi mengerang. "Aku tidak mau, Sarah!"
Mendengar erangan Rudi menyebut nama Sarah, Rudi maupun Asti sontak terkejut. Rudi langsung tersadar dari tidurnya sedangkan tubuh Asti tiba-tiba lemas sangking terkejutnya.
Niat Asti yang ingin memberi kejutan kepada suaminya malah berganti dia yang dibuat terkejut oleh Rudi. Tubuh Asti yang seperti kehilangan tenaga, lalu terduduk di tepian ranjang.
"Asti, aku bisa jelaskan semuanya." Suara Rudi bergetar, dia meraih tubuh Asti kemudian memohon agar Asti mau mendengar penjelasannya.
"Ini bukan seperti yang kamu dengar, itu hanya bunga tidur. Tolong kamu percaya padaku, Asti." Rudi memegangi tangan istrinya sambil badannya bertekuk, memohon agar istrinya percaya dengan kata-katanya.
Asti mengibaskan tangan Rudi, dia beranjak dari duduknya tanpa sepatah katapun. Tersirat kemarahan dari tatapan mata Asti. Dia lalu memakai pakaiannya lagi, lalu hendak pergi keluar kamar. Namun buru-buru di cegah oleh Rudi.
"Jangan pergi, Asti. Tolong percaya padaku, Asti. Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya. Dengarkan aku dulu Asti."
"Berhenti menyebut namaku!! Aku sudah muak dengan pernikahan ini! Aku sudah tahu siapa, Sarah! Dia mantan kekasihmu kan?! Ternyata selama ini kamu berselingkuh dengan mantan kekasihmu! Tega kamu, Rudi!"
Rudi terkejut dari mana Asti mengetahui nama mantan kekasihnya?
"Itu tidak seperti yang kamu bayangkan, Asti. Kami cuma berteman. Apa itu sal--"
"Diam kamu!! Sampai kapan kamu terus berkelit?! Akui saja, seperti waktu dulu. Apa memang kamu sudah melakukannya dari dulu dengan si Sarah itu?!"
"Tidak, aku tidak melakukan hal apapun! Semua yang kamu dengar hanya salah faham."
"Aku benar-benar merinding mendengar ucapanmu barusan. Berhenti beralasan, lalu akui saja. Sudah jelas kamu menyebut nama mantan kekasihmu bahkan sampai di bawah alam sadar kamu!"
"Aku sudah bilang, itu hanya mimpi. Bunga tidur. Dan siapapun akan mengalaminya," jawab Rudi lagi. Rudi mengurut keningnya yang mulai terasa pening.
"Lebih baik kita sudahi saja pernikahan kita." Asti gegas berjalan keluar kamar, entah kemana dia akan pergi nanti. Yang jelas dia tak ingin bertemu lagi Rudi.
Namun, Rudi tidak tinggal diam. Dia berlari mengejar Asti yang sedang kalut, mencegah agar Asti tidak pergi dari rumah.
"Tunggu, Asti!!" teriak Rudi memanggil istrinya, hingga menggema di seantero rumah.
Sontak Retno keluar dari kamar tidurnya karena mendengar teriakan Rudi tadi,
"kenapa Rudi?" tanya Retno dengan wajah panik.
Tapi Rudi tidak mengindahkan ibu mertuanya. Dia terus berlari mengejar Asti yang kini sudah berada di garasi, dan sedang membuka pintu mobilnya. Tiba-tiba,
Blam!!!
Rudi langsung menutup pintu mobil Asti dengan dengan tubuhnya.
"Aku mohon, Asti! Lebih baik kita masuk. Aku akan menjelaskan semua kesalahpahaman ini."
Asti tidak memedulikan ocehan Rudi, dia mendorong tubuh Rudi yang menghalangi pintu mobilnya.
"Minggir!!" bentak Asti dengan kasar.
Rudi tidak bergeming, dia tetap menahan pintu mobilnya dengan tubuhnya.
"Aku mohon, beri aku waktu untuk menjelaskannya. Ini semua salah paham."
Asti menyerah, percuma dia berusaha mendorong tubuh Rudi. Dia kalah badan dengan suaminya itu.
"Kamu mau menjelaskan apa lagi, hah?
Aku sudah muak dengan semua ocehan yang keluar dari mulut pembohong seperti kamu!"
Astipun tampak sangat frustrasi.
"Temui aku dengan Sarah! Jika kamu masih berharap maaf dariku.