"Ibu kenapa tidak bilang jauh-jauh hari kalau mau kesini?" Asti mengomeli Retno, sambil mendekap tubuh ibunya itu.
"Ibu ingin memberi kejutan tadinya, eeh malah ibu yang terkejut. Lama juga ya ternyata dari Malang kesini naik kereta."
"Hah- ibu naik kereta? Kenapa tidak naik pesawat saja Bu?" Rudi nampak ikut terkejut.
"Iya, harusnya ibu naik pesawat saja! Pasti lelah kan?!" Asti benar-benar kesal dengan tingkah laku ibunya, dan membuat dia tambah khawatir.
"Ibu sedang ingin menikmati perjalanan jauh saja, makanya ibu sengaja naik kereta. Seru juga ternyata." Retno menjelaskan pada anaknya itu sambil tertawa senang.
"Jangan sekali-sekali lagi ibu seperti itu! Jangan membuat anak semata wayang mu ini khawatir lagi ya?!Kalau sampai terjadi lagi seperti itu, Asti tidak segan-segan menghentikan uang bulanan untuk ibu." Asti mengultimatum ibunya.
Retno kemudian tertunduk lesu, karena baru saja Asti mengancamnya.
Namun tiba-tiba Asti langsung tertawa terbahak-bahak, karena yang di lakukannya hanya candaan semata. Seketika ruangan ramai dengan suara tawa dari mereka bertiga.
Melihat Asti sedang temu kangen dengan ibunya, tiba-tiba ponsel Rudi bergetar. Wajah yang penuh tawa tadi langsung hilang karena, yang meneleponnya adalah "Sarah." Dengan cepat Rudi pergi ke kamarnya meninggalkan Asti dan Retno yang masih bercengkerama di ruang tengah.
Melihat gerak-gerik Rudi yang langsung terlihat gusar, Asti mencoba untuk berpikiran positif. Dia lalu melanjutkan obrolannya dengan ibunya.
Sementara itu yang terjadi dengan Rudi di kamar, Rudi tampak ragu untuk menerima panggilan dari Sarah. Dia khawatir Sarah akan menyuruhnya melakukan hal yang tidak-tidak. Rudi tidak ingin membuat Asti curiga, di tambah lagi di rumahnya sedang kedatangan mertuanya.
"Ada apa?" Rudi langsung bertanya apa maksud Sarah meneleponnya.
"Kamu bisa datang ke tempatku?" Sarah malah bertanya balik.
"Kenapa lagi?"
"Aku- mau membicarakan sesuatu. Kamu harus kesini sekarang juga!"
"Apalagi? Hubungan kita sudah berakhir Sarah, kamu tidak berhak mengatur-atur hidupku!" Rudi mulai kesal.
"Aku mau membicarakan tentang kehamilanku, aku mengandung anak kamu Rudi!" Teriak Sarah di ujung telepon.
Mendengar ucapan Sarah, seketika suasana hati Rudi langsung kacau. Rudi tiba-tiba megecilkan volume suaranya.
"Jangan bahas sekarang, dua puluh menit lagi aku jalan." Rudi kemudian mengakhiri teleponnya, dan gegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Sepertinya Rudi tidak menyadari, jika ternyata sedari tadi Asti sedang mendengarkan percakapan suaminya itu di balik pintu kamar.
Betapa terkejutnya Asti saat mendengar Rudi meneriakan nama Sarah saat menelepon tadi. Asti heran, kenapa dari kemarin nama Sarah selalu berurusan di kehidupannya.
Apa jangan-jangan Sarah yang kemarin di kenalkan oleh Vian adalah Sarah yang sedang menelepon Rudi saat ini?
Tapi Asti seakan menolak untuk percaya, karena di kota Jakarta pasti ada ratusan orang yang bernama Sarah. Jadi sepertinya tidak mungkin.
Asti masih menguping di balik pintu. Terdengar Rudi sangat emosi saat dia berteriak soal "mengakhiri hubungan". Sudah bisa di pastikan jika wanita yang bernama Sarah itu adalah selingkuhan Rudi.
"Berarti selama ini mereka masih berhubungan?!" Batin Asti berteriak, luka yang belum sembuh malah tergores kembali.
Asti benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang Rudi lakukan, jika memang Rudi masih berhubungan dengan selingkuhannya berarti dia melanggar janjinya lagi.
Asti kemudian masuk ke dalam kamar, sesaat setelah mendengar Rudi membanting pintu kamar mandi dengan kencang.
Asti mulai mencari ponsel Rudi. Iya, sepertinya Asti berniat mencari nomor kontak Sarah di ponsel suaminya itu. Asti sangat ingin tahu seperti apa sosok Sarah yang sudah merusak rumah tangganya dengan Rudi.
Namun sial, sepertinya Rudi membawa ponselnya ke dalam kamar mandi. Asti hanya bisa mendengus kesal, sambil berkata,
"Awas kamu Rudi!" Ucap Asti sambil menggertakkan giginya.
Asti kemudian kembali ke ruang tengah lalu duduk di sofa yang mengarah ke televisi. Tatapannya nanar, dia tidak bisa menyembunyikan amarahnya kepada Rudi. Namun dia tidak bisa langsung melabrak Rudi, Asti harus mengumpulkan bukti yang akurat jika benar Rudi masih berselingkuh di belakangnya.
Rudi terlihat menghampiri Asti di ruang tengah, dia terlihat casual dengan kemeja flanel lengan panjang yang di gulung dan bawahan celana jeans panjang.
Kali ini penampilan Rudi tidak serapih biasanya, malah lebih terlihat santai.
"Aku berangkat ke kantor dulu ya." Rudi pamit kepada Asti.
"Katanya kamu hari ini ingin santai di rumah?" Asti mulai memancing Rudi. Dia masih duduk manis di atas sofa.
"Tadi- aku di hubungi oleh salah satu klien, dia mengajak untuk survei tempat sekarang." Rudi menjelaskan argumen nya.
"Benar mau bertemu klien? Tapi penampilan kamu tidak serapih biasanya?" Asti mengutarakan kecurigaannya. Sambil matanya menatap Rudi dari atas sampai bawah.
"Aku benar-benar mau ke kantor. Tapi memang setelah itu, aku akan pergi survei ke lapangan. Makanya aku memakai baju santai," terang Rudi panjang lebar.
"Semoga saja kecurigaan ku salah," jawab asti sambil memalingkan muka ke arah lain.
"Maksud kamu apa? Kamu mencurigai ku? Aku benar-benar akan ke kantor, Asti!" Rudi bersikeras untuk meyakinkan istrinya itu. Dia berusaha memutar balikkan fakta yang sesungguhnya. Rudi masih berdiri di hadapan Asti sambil menatapnya tajam.
Retno yang sedang ada di tepi kolam renang, mendengar pertikaian yang terjadi antara Rudi dan Asti. Retno cukup terkejut saat melihat hal itu. Dia mengira hubungan pernikahan anaknya baik-baik saja.
Kemudian Retno dengan sengaja masuk ke ruangan tengah, tempat Asti dan Rudi bertengkar. Secara tidak langsung ingin melerai mereka.
Melihat Retno datang menghampiri, Rudi dan Asti menyudahi perdebatan mereka.
Merasa ada celah untuk lepas dari tuduhan, Rudi kemudian menghampiri Retno hendak pamit.
"Rudi berangkat ke kantor dulu Bu," ucap Rudi sambil menundukkan badannya untuk menyalami mertuanya tersebut.
"Iya, kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut." Retno memberi pesan pada menantunya itu.
Kemudian Rudi menghampiri Asti yang masih acuh kepadanya, dan tiba-tiba mencium kening Asti di hadapan ibunya.
"Aku kerja dulu ya," ucap Rudi setengah berbisik.
Akhirnya Asti mau menatap Rudi, sambil menyunggingkan senyumnya dengan terpaksa.
Rudi pergi dengan hati yang lega. Iya, untuk hari ini saja. Entah besok atau lusa nanti, apakah Rudi masih bisa berkelit.
***
Asti dan Retno sedang duduk di kursi makan, mereka terlihat sedang menyantap makan siang. Asti duduk berhadapan langsung dengan ibunya.
"Kamu sedang ada masalah apa, Asti?" Retno langsung bertanya tanpa basa basi.
Mendengar pertanyaan barusan, Asti sedikit tersentak. Dia sampai berdeham di buatnya. Asti kemudian meneguk air mineral yang ada di samping piring makannya.
"Tidak ada Bu, kami baik-baik saja."
Retno menarik napas panjang, dia lalu menggapai tangan putrinya seraya berkata,
"Kamu bisa cerita sama ibu, jika memang sedang ada masalah." Retno menatap wajah Asti, matanya yang sendu membuat siapa saja yang menatapnya akan merasa nyaman.
"Tidak ada Bu, tadi hanya pertengkaran kecil. Itu biasa terjadi." Asti berusaha meyakinkan Retno, dia tidak ingin membuat ibunya khawatir.
Mereka lalu melanjutkan kembali menyantap makan siang hari ini.