Chereads / Jeratan Sang Mantan / Chapter 13 - Bab 23. Kenyataan pahit

Chapter 13 - Bab 23. Kenyataan pahit

David menarik napas panjang, dia seperti bersiap untuk mengeluarkan segala unek-unek yang dia rasakan.

"Dulu aku sempat menyukai seseorang, aku bercerita kepada Rudi jika aku menyukai wanita tersebut. Namun selang satu minggu berlalu, aku mendapatkan kabar jika Rudi yang malah berpacaran dengan wanita yang aku sukai!"

Asti hanya diam, saat mendengar penjelasan yang mencengangkan keluar dari mulut David. Dia begitu lepas menceritakan tentang rahasianya yang dia pendam, dan malah meluapnya kepada Asti yang notabene adalah suami Rudi.

"Kamu tidak takut jika aku mengadukan hal ini kepada Rudi?"

David malah tertawa lagi,

"Tidak, terlihat kamu bukan tipe pengadu domba. Tapi, kamu harus bersiap. Bisa saja kamu mencintai Rudi, tapi Rudi malah memilih wanita lain. Rudi termasuk orang yang gampang mengkhianati, sekalipun itu orang terdekatnya."

"Maksud kamu?"

"Cepat atau lambat, kedok Rudi akan terbongkar dengan sendirinya-- pasti."

Asti hanya menggelengkan kepalanya berkali-kali, ucapan David kali ini tepat sasaran.

"Sebenarnya ada hal yang ingin aku tahu soal masa lalu Rudi. Tetapi di luar dugaan, kamu malah menceritakan hal yang membuat aku terkejut."

Asti masih menalar pikiran David, kenapa dia begitu terbuka tentang masalah pribadinya. Berarti selama ini persahabatan mereka hanya di depan saja? Apa Rudi tahu jika David yang di anggapnya sahabat malah ternyata sangat membenci dirinya.

Asti mengambil cangkir dan meneguk kopi hitam yang nampak sangat pekat. Terasa pahit memang, tapi tak sepahit kisah hidupnya. Dia berusaha menenangkan hatinya sedikit.

Selang beberapa menit mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

David mulai membuka pembicaraan terlebih dulu,

"Kamu mau bertanya apa soal Rudi? Aku akan menjawab semua yang Aku ketahui tentang Rudi."

Sekarang Asti benar-benar akan menyampaikan maksudnya.

"Kamu kenal dengan mantan kekasih Rudi saat di Aussie?"

"Iya," jawab David mantap.

"Siapa? Apa namanya Sarah?!" Suara Asti mulai bergetar.

David memalingkan wajahnya ke arah lain sekejap, kemudian menatap mata Asti kembali.

"Iya." David menjawab sambil menganggukkan kepalanya, ragu.

Mendengar jawaban David, Asti menarik napas berat. Dia menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Dia tidak ingin menangis di hadapan pria yang baru di temui nya 2 kali.

"Ternyata benar, Rudi selingkuh dengan mantannya dulu." Terdengar suara Asti lirih.

"Apa?" tanya David. Sepertinya David kurang mendengar ucapan Asti barusan.

Asti diam saja, dia malah mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menyingkap rambut panjangnya yang sedikit menutupi wajah. Terlihat ada butiran bening meleleh di sudut mata, lalu Asti buru-buru mengusapnya.

David merasa tak enak, karena gara-gara jawabannya tadi. Asti terlihat sangat kecewa. Terlebih lagi David juga merasa tak enak dengan pandangan para pengunjung yang mungkin berpikir jika dia sudah membuat seorang wanita menangis.

Menyadari hal itu, David mencoba menenangkan Asti. Dia mengusap tangan Asti lembut.

"Are you okay?"

Asti hanya menganggukkan kepalanya. Dia sangat kecewa saat mengetahui kebenarannya. Ternyata Rudi selama ini berselingkuh dengan mantan kekasihnya.

"Jadi kamu tahu, jika selama ini Rudi berselingkuh dengan Sarah?" Tanya David.

"Tidak, aku baru tahu sekarang jika selingkuhannya Rudi ternyata bernama Sarah. Tadi pagi aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka di telepon. Tapi yang buat aku tambah kecewa, ternyata Rudi selingkuh dengan mantan kekasihnya dulu." Asti menjelaskan dengan suara bergetar menahan tangis.

David tidak tega melihat Asti terpuruk seperti itu, tapi dia juga tidak bisa membantu apa-apa lagi.

"Sorry As, penjelasan ku hanya sampai disini saja. Aku tidak mau terlalu dalam masuk ke masalah rumah tangga kalian. Bagaimanapun juga, aku dan Rudi masih berhubungan baik."

Asti menganggukkan kepalanya, sepertinya dia sudah bisa mengendalikan emosinya.

"Baiklah, terimakasih buat bantuan kamu." Asti bangkit dari duduknya kemudian mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan.

David pun ikut berdiri, seraya meraih tangan Asti. Mereka berjabatan tangan, lalu Asti pamit untuk pulang.

Asti berjalan terhuyung-huyung saat menuju keluar kafe. Kesal, marah, dan kecewa bercampur menjadi satu. Dia masuk ke dalam kabin mobil dan duduk di kursi kemudi, sambil melemparkan tas yang dibawanya dengan kasar ke kursi samping. Kepalanya menelungkup di atas setir mobilnya.

Hari ini Asti mendapatkan kejutan, bahkan sampai dua kali. Benteng pertahanannya kini mulai terkikis. Kepercayaannya yang diberikan kepada Rudi seakan sirna kembali, untuk kesekian kalinya cinta Asti di khianati lagi. Dia menangis sejadinya di dalam mobil.

***

Rudi sedang di perjalanan menuju ke kantor, dia sangat terkejut saat menerima pengakuan dari Sarah tentang kehamilannya.

"Aku harus bagaimana, Tuhan?" Rudi benar-benar dalam masalah besar.

Niatnya dulu hanya sekedar main-main dengan Sarah, malah berakhir seperti seperti ini.

"Bagaimana caraku menyelesaikan masalah ini?"

"Aarghh!" Teriak Rudi kesal.

Dia terus melajukan mobilnya, padahal perasaan dia saat ini sedang kalut. Entah apa yang akan Rudi lakukan kedepannya, dia tidak tahu harus melakukan apa. Karena pernikahannya dengan Asti bisa benar-benar hancur kali ini.

***

Asti sudah nampak sedikit tenang, dia mulai menyalakan mesin mobilnya dan langsung menancap gas menuju ke jalan raya.

Matanya sembab, riasan matanya juga ikut luntur karena tersapu air mata. Penampilan Asti saat ini sangat kacau.

"Kemana aku harus melarikan diri?"

Tidak mungkin jika dia pulang ke rumah dalam keadaan seperti ini, nanti yang ada ibunya akan lebih khawatir.

Terlebih lagi Asti tidak ingin bertemu Rudi untuk sementara waktu. Memikirkannya saja membuat Asti merasa muak, apalagi sampai bertemu. Bisa jadi akan jadi pertengkaran yang hebat.

Langsung terbesit nama Vian di pikirannya. Asti langsung mengambil ponselnya yang ada di dalam tasnya. Dia mulai menelepon Vian, si dokter itu.

"Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan." Hanya suara operator yang terdengar.

"Kenapa disaat seperti ini Vian malah susah di hubungi?!" Asti di berada di puncak kekesalannya, dan itu akan berakibat fatal jika sampai Asti kehilangan kontrolnya.

Dia masih mencoba menghubungi nomor lain. "Vena."

" Ada apa, As?"

"Kamu lagi dimana? Aku mau menginap di rumah kamu, boleh tidak?"

"Kalian kenapa lagi?"

"Boleh tidak?"

"Yasudah, kamu datang ke rumahku saja."

"Ok."

Mobil Asti langsung melesat menyusuri jalanan menuju rumah sahabatnya itu. Selang 10 menit dia sampai ke rumah Vena.

Terlihat sepi, mungkin Frans sudah berangkat kerja dan anaknya juga sedang ke sekolah.

Vena menyambut kedatangan Asti, dia langsung memeluk Asti sesaat setelah dia keluar dari mobil.

"Kamu kenapa, As? Ayo masuk!" Ajak Vena yang melihat penampilan sahabatnya yang sangat kacau.

Mereka berjalan bergandengan tangan, lalu Asti di dudukkan di sofa di ruang tamu. Sedangkan Vena pergi ke dapur mengambilkan teh hangat untuk Asti.

"Di minum, As." Vena menyodorkan secangkir teh hangat yang masih terlihat asapnya sedikit mengepul, sesaat setelah kembali dari dapur.

Asti langsung meneguk tehnya perlahan. Dia menarik napas panjang, dan menyenderkan tubuhnya di sofa.

Vena mengusapkan tisu basah yang dia bawa sekalian untuk menghapus riasan di wajah Asti yang sudah berantakan.

"Kamu sudah siap cerita?"

Asti menggelengkan kepalanya,

"Aku lelah, Vena. Aku ingin istirahat dulu." Matanya mulai terpejam dan tangan sebelah kanan menutupi sebagian wajahnya.

"Oke," jawab Vena sambil menatap sedih sahabatnya.

***