Rudi masih duduk termangu saat mengetahui Sarah muntah-muntah di kamar mandi. Tidak ada yang bisa Rudi lakukan karena sangking terkejutnya melihat sarah seperti itu.
Saat Sarah keluar dari kamar mandi, tampak wajahnya semakin pucat. Dia mengelus perutnya yang masih terlihat rata. Lalu dia duduk di kursi, seperti di posisi awal. Sarah meraih botol minyak angin yang ada di meja samping air mineral tadi. Dia mulai menghirup aroma yang keluar dari botol minyak angin tersebut. Seketika wajahnya sedikit terlihat lebih segar.
Sarah menunduk lemas, begitupun dengan Rudi. Kedua insan itu sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing.
Tiba-tiba Rudi berjalan ke arah koridor luar, saat mengetahui ponselnya bergetar. Ternyata Asti menghubunginya, segera Rudi menjawab panggilan tersebut.
"Kenapa?" Tanya Rudi singkat, Rudi masih merasa kesal karena pertengkaran tadi pagi.
"Kamu masih di kantor?" Asti malah bertanya balik.
"Kenapa?"
"Aku mau mampir ke kantor kamu sebentar, sekalian aku bawa makanan buat karyawan kamu."
Mendengar penjelasan Asti, Rudi langsung panik seketika.
"Aku sedang menuju lokasi untuk proyek aku, lain kali saja kamu main ke kantor."
"Tapi aku sudah terlanjur membeli makanannya, nanti aku antarkan saja."
"Tidak usah Asti! Mending kamu berikan saja ke karyawan kamu! Kamu tidak usah ke kantorku, mengerti!" Terdengar Rudi membentak Asti dengan sangat keras, sambil menutup sambungan teleponnya.
Rudi kembali ke tempat dimana Sarah masih duduk sejak tadi.
"Aku pamit dulu, nanti aku pikirkan lagi untuk ke depannya. Saat ini aku tidak bisa berpikir jernih." Rudi mulai melangkahkan kakinya ke arah luar, namun tidak untuk kembali lagi. Dia akan pulang ke rumah atau benar akan pergi ke kantor. Pikirannya benar-benar sedang kalut.
Sarah hanya diam tak bergeming. Dia hanya melihat tubuh Rudi yang semakin menjauh dan hilang terhalang tembok.
Sarah mengeluarkan ponselnya, dan jarinya mulai menggulir layar ponselnya. Nampak Sarah sedang mengetik pesan,
"Aku sudah melakukannya, tinggal tunggu hasilnya." Kemudian dia mengirimkan pesan tersebut kepada seseorang.
Tersungging senyum sinis dari bibirnya, lalu tangannya mengelus lembut perutnya sambil menyeka air mata yang sedari tadi menetes. Kemudian Sarah tertawa terpingkal. Ekspresinya sangat berbeda dengan yang dia tunjukan kepada Rudi barusan.
Apa sebenarnya yang sedang di rencanakan oleh Sarah? Apa dia hanya menjebak Rudi?! Jika memang iya, dengan siapa dia menjebak Rudi?
***
Setelah mengantarkan ibunya ke pusat perbelanjaan, Asti berniat ingin mengunjungi Rudi di kantornya. Namun saat Asti menghubunginya terlebih dahulu, Rudi malah sedang tidak ada di kantor dan dengan tegas melarang Asti untuk datang ke kantornya.
Asti tidak bisa berkata-kata lagi, saat Rudi tiba-tiba memutuskan sambungan teleponnya tanpa permisi. Rudi mulai bersikap kasar lagi.
Asti menyetir mobilnya kencang, dia benar-benar terlihat sangat kesal dengan sikap Rudi barusan.
Di lihat dari gelagatnya Rudi yang tiba-tiba panik malah menegaskan bahwa yang di dengar Asti saat tadi di rumah adalah suatu kebenaran. Iya, Rudi masih berhubungan dengan selingkuhannya yang dulu.
Asti menghentikan mobilnya di tepi jalan, namun mesinnya tidak ia matikan.
"Bodoh kamu, Asti!" Teriaknya sambil tertawa keras, dia menertawai kebodohannya sendiri. Asti merasa begitu bodoh, kenapa dia harus memaafkan Rudi. Jika pada akhirnya Rudi tidak akan pernah bisa setia.
Asti melajukan lagi mobilnya, dia meneruskan perjalanannya ke butik.
Ternyata tidak, Asti malah pergi ke sebuah kafe. Iya, Kafe kepemilikan David, teman Rudi yang waktu itu pernah di kenalkan kepadanya.
Asti ingin sekedar meminum kopi untuk menghilangkan penatnya, mungkin. Apa jangan-jangan dia ingin menelusuri jejak masa lalu Rudi melalui David?
Sekitar 10 menit perjalanan menuju ke kafe milik Daniel. Asti memberhentikan mobilnya di halaman kafe tersebut.
Setelah mengambil tasnya dari kursi sebelah kemudi, lalu Asti keluar dari mobilnya. Dia berdiri sejenak, matanya langsung menerawang ke arah kafe bagian depan. Tampak lumayan ramai, mungkin karena lokasinya yang lumayan berdekatan dengan sebuah kampus swasta yang terletak 3 blok dari kafe milik David.
Dengan kencang Asti menutup pintu mobilnya sampai mengeluarkan bunyi yang nyaring. Pengunjung yang duduk di area merokok tampak menengok ke sumber suara.
Asti melangkahkan kakinya mantap, dia lalu masuk dan langsung memesan 2 cangkir kopi hitam pekat pada kasir disana dan sekaligus membayar tagihannya.
Pandangan Asti menyebar sampai ke sudut ruangan kafe tersebut. Benar, dia nampak sedang mencari seseorang.
Akhirnya Asti menemukan sosok yang dia cari. David sedang berada di pojokan ruangan sambil menatap komputer jinjing nya.
Tanpa ragu Asti langsung menghampiri David, lalu berdiri tepat di depannya. David belum menyadari keberadaan Asti, jarinya masih sibuk mengetik di papan tombol yang ada di bawah layar.
"Permisi mas," ucap Asti sambil mengetuk meja sehingga membuat David tersentak.
David mengernyitkan keningnya, dia menatap sosok di depannya sambil mengingat-ingat siapa pemilik wajah itu.
"Asti." Sambil mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan.
"Iya, kamu istrinya Rudi." Akhirnya David bisa mengingatnya. Dia langsung mengulurkan tangannya juga untuk menyambut tangan Asti, dan mereka lalu bersalaman.
"Silahkan duduk, Asti." David mempersilahkan Asti duduk di kursi tepat di hadapannya. Layar komputer jinjingnya kemudian di lipatnya, menjadikan pandangan mereka saling bertemu tanpa ada yang menghalangi.
Asti menuruti instruksi David, dia menarik kursi kebelakang agar bisa menempatkan badannya di kursi.
"Mau minum apa? Nanti aku pesankan."
"Aku sudah pesan tadi," jawab Asti sambil tersenyum manis.
"Oke, kalau begitu ada perlu apa?" David menyilangkan kedua lengannya, dan punggungnya bersandar di sandaran kursi.
"Ada hal yang ingin aku tanyakan tentang Rudi."
Mata David membulat, menunjukan keterkejutan dengan pernyataan Asti barusan. Saat dia akan menjawab, seorang pramuniaga mendatangi mereka sambil membawakan 2 cangkir kopi pesanan Asti lalu di taruh ke meja di hadapan mereka masing-masing.
"Silahkan diminum." Sekarang Asti yang mempersilakan.
David sedikit tersentak, dia mendelikkan matanya heran.
"Sudah masuk tagihan aku," ucap Asti lagi, sambil tersenyum.
Mendengar itu David tertawa renyah,
"Pantas Rudi sangat mencintai kamu, Asti."
Sekarang malah Asti yang nampak heran.
"Rudi sering menceritakan tentang kamu, katanya kamu istri yang sangat pengertian dan pemaaf. Dia sangat membangga-banggakan istrinya di depan aku. Sepertinya dia sengaja ingin membuat aku iri." Tertawanya terhenti, wajah David tiba-tiba jadi serius.
"Rudi terlalu melebih-lebihkan, aku tidak sebaik itu."
"Dari dulu sifat Rudi seperti itu, terlalu dalam jika sudah soal cinta. Tapi dia juga terlalu sering tebar pesona ke setiap wanita. Terbukti, sekarang dia mendapatkan wanita secantik kamu." David berhenti sejenak, terlihat dia mulai menyeruput kopi.
"Dulu aku selalu kalah saing dengan Rudi, dia selalu mendapatkan apa yang sulit aku dapatkan. Dalam karier dan termasuk urusan wanita, dan menurutku itu tidak adil." Sambung David.
"Bukannya kalian berteman baik? maksudku, kamu kan sahabatnya Rudi. Kenapa kamu mengatakan hal itu?!" Asti heran dengan sikap David. Sekarang David malah nampak sangat membenci Rudi.