Chereads / Jeratan Sang Mantan / Chapter 9 - Bab 19. Pura-pura harmonis

Chapter 9 - Bab 19. Pura-pura harmonis

Setelah menutup kembali gerbang rumah majikannya. Mang Darman terlihat sedang mendorong satu koper kecil dan menjinjing sebuah tas berukuran sedang di tangan kirinya.

Mbok Yum nampak menghampiri, kemudian menggandeng tangan wanita itu sambil berbincang. Sepertinya mbok Yum sangat akrab dengan wanita tersebut. Mereka akhirnya masuk ke dalam rumah.

"Bu Retno mau di bikinkan minuman apa? Teh, kopi apa susu?" tanya mbok Yum dengan logat khasnya.

"Buatkan saya teh manis saja mbok, tapi jangan kemanisan." Wanita itu memberikan arahan ke mbok Yum sambil tersenyum manis.

"Siap Bu Retno," seru mbok Yum. Segera mbok Yum menuju ke dapur, untuk menyiapkan pesanan dari wanita itu yang ternyata bernama Retno.

"Oh iya mbok, Asti dan Rudi masih tidur ya?" tanya nya lagi.

"Sepertinya belum Bu, apa mau saya bangunkan mbak Asti nya?" Mbok Yum balik bertanya.

"Tidak usah mbok, terimakasih. Nanti saya mau istirahat saja di kamar. Tehnya di antar ke kamar saja ya mbok." Wanita yang bernama Retno itu kemudian berjalan menuju kamar tamu untuk beristirahat di sana.

Jam dinding sudah berdentang 8 kali, yang berarti menunjukan sudah pukul delapan pagi. Asti bangun terlebih dulu, dia menengok ke arah Rudi yang masih terlelap di sampingnya. Ada rasa kesal yang berkecamuk di hati Asti karena kejadian semalam yang ingin di lampiaskan kepada suaminya itu. Tapi yasudah lah, sepertinya Asti sudah lelah untuk menghadapi konfliknya dengan Rudi terus menerus.

Asti bangkit dari tempat tidurnya untuk menuju ke dapur, karena tenggorokannya terasa kering. Dia berjalan sambil memeriksa gawainya. Namun betapa terkejutnya dia saat mendapati 10 kali panggilan tak terjawab, dari ibunya.

Asti mengambil sebotol air mineral di dalam kulkas, dan langsung menenggaknya sampai habis. Kemudian Asti mencoba menghubungi ibunya. Satu menit berselang namun tidak ada jawaban, yang terdengar hanya suara 'tut berkali-kali. Asti mulai mencemaskan ibunya.

"Kemana dia?" Asti merasakan kekhawatiran, sepertinya ada hal penting yang membuat ibunya menghubungi Asti berkali-kali.

Asti masih terus mencoba menghubungi ibunya lagi, entah sudah ke berapa kalinya. Mungkin 7 sampai 10 kali, sampai Asti menyerah lalu menyudahinya. Tapi setelah itu kekhawatiran malah semakin menjadi. Asti menuju kamar tidurnya untuk membangunkan suaminya dan memberitahu tentang kekhawatiran yang dia rasakan.

"Rudi bangun," Asti menggoyangkan tubuh suaminya yang masih meringkuk di bawah selimutnya.

Rudi malah berdeham, tapi kedua matanya masih tertutup.

Melihat respon Rudi seperti itu, Asti kemudian menarik paksa selimut yang membungkus tubuh suaminya itu.

"Bangun Rudi!" Asti berteriak langsung di kuping Rudi.

Rudi tersentak, dia langsung membuka matanya kemudian duduk. Dengan mata yang masih berat, dan rambut yang acak-acakan, dia mendengarkan keluhan istrinya itu.

"Ibu tadi subuh-subuh telepon sampai 10 kali, tapi tidak terjawab olehku."

"Yasudah telepon lagi saja," ucap Rudi dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur.

"Sudah tapi tidak di angkat, aku cemas takut ibu kenapa-kenapa. Tidak biasanya dia melakukan itu." Wajah Asti menunjukan raut kepanikan.

Rudi mendekati tubuh istrinya yang sedang duduk tepat di hadapannya, kemudian tiba-tiba memeluk tubuh Asti dan membenamkan kepala Asti di dadanya.

"Sudah jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-apa."

Tapi Asti malah berontak saat Rudi memeluknya dengan kencang, kemudian dengan sengaja menjatuhkan badan di atas kasur.

"Lepas Rudi! Aku sedang tidak ingin bercanda!" Teriak Asti kepada suaminya, namun dengan sengaja Rudi mengencangkan pelukannya.

Setelah beberapa menit mereka bergumul di atas kasur, akhirnya Asti bisa melepaskan diri dari dekapan Rudi. Lalu memasang wajah kesal.

Melihat istrinya kesal, Rudi mencoba menenangkannya.

"Ibu kamu kan bukan anak kecil lagi, nanti juga dia akan menghubungi kamu lagi. Kamu harus tenang jangan panik."

Ada benarnya juga ucapan Rudi.

Seperti itulah Asti, dia paling tidak bisa tenang kalau sudah menyangkut soal ibunya. Baginya, ibu adalah separuh jiwanya. Dia sangat memprioritaskan kepentingan ibunya di atas kepentingannya sendiri. Pantang untuk Asti jika mendengar ibunya sedang sakit atau kesusahan, dia pasti jadi orang pertama yang membantunya. Setelah ayahnya meninggal, tujuan hidup Asti ya tinggal membahagiakan ibunya.

***

Pukul 08.15 pagi, Retno keluar dari kamarnya menuju ke dapur kotor yang letaknya di belakang dapur bersih. Dia menghampiri mbok Yum yang sedang memasak untuk sarapan.

"Perlu bantuan mbok?" tanya Retno sambil menghampiri mbok Yum yang tampak sibuk sendiri.

Mendengar ada yang menyapanya, mbok Yum sedikit tersentak.

"Oh ibu sudah bangun, tidak usah Bu. Ibu sudah lapar ya?!" tanya mbok Yum sambil melemparkan senyum.

"Belum mbok," Retno menjawab sambil berjalan hendak pergi ke arah luar, namun dia menghentikan lagi langkahnya dan balik mendekat ke arah mbok Yum.

"Oh iya mbok, Asti biasanya bangun jam berapa ya?"

"Biasanya sebentar lagi juga bangun Bu, habis itu sarapan kemudian lekas berangkat ke butik." Mbok Yum menerangkan dengan seksama.

Mendengar penjelasan mbok Yum tadi, Retno hanya menganggukan kepalanya. Kemudian dia berjalan kembali menuju ruang tengah. Dia lalu duduk di sofa dan mulai menyalakan televisi.

***

Asti bergegas menuju kamar mandi yang masih bagian dari kamar tidurnya. Dia harus bergegas karena ingin pergi ke butik pagi ini.

Berbeda hal dengan Asti, Rudi masih terlihat berleha di atas kasur. Dia sepertinya malas berangkat ke kantor. Rudi berdeham beberapa kali, sepertinya tenggorokan Rudi terasa gatal. Dengan terpaksa dia turun dari ranjangnya untuk menuju ke dapur.

Saat berjalan keluar kamar, dari kejauhan Rudi melihat ada sosok wanita yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Karena matanya yang masih mengantuk, dia mengira itu ibunya.

"Ibu kesini pagi sekali, mau apa dia?" Rudi bertanya dalam hati, sambil mulutnya mendecih kesal.

Rudi berjalan menghampiri wanita yang dikira ibunya itu, namun setelah semakin dekat barulah terlihat jelas jika itu adalah Retno, ibunya Asti sekaligus mertuanya.

"Oh Ibu ternyata," ucap Rudi saat posisi mereka sudah dekat.

Retno nampak sedikit terkejut saat mendengar Rudi menyapanya, sepertinya dia terlalu fokus menonton televisi.

"Iya Rudi, sudah bangun ternyata." Retno kemudian bangkit dari duduknya seraya mengulurkan tangannya saat Rudi mendekat ke arahnya sambil menyodorkan tangannya hendak bersalaman.

"Bagaiman kabar ibu? Sehat kan?!" tanya Rudi pada ibu mertuanya.

"Seperti yang kamu lihat, ibu masih di beri kesehatan." Retno menjawab sambil tersenyum, senyumnya masih semanis dulu. Masih terlihat jelas kecantikannya di usianya yang terpaut 18 tahun lebih tua dari usia Rudi. Iya memang dulu saat Retno menikah dengan ayahnya Asti, usia dia baru menginjak 18 tahun. Namun Retno bersyukur bisa menikah muda, sehingga usia Asti dan Retno tidak terpaut jauh.

Rudi lalu duduk di sofa sebelah ujung, untuk menemani mertuanya mengobrol. Terlihat mereka sedang asyik berbincang sambil sesekali tertawa. Hingga tanpa sadar dengan kedatangan Asti yang langsung memeluk ibunya.