Mengetahui kabar Farhan yang sedang di rundung masalah, membuat sang pujaan hati yang berada di Paris merasa cemas. Meskipun Sania tak menjelaskan permasalahan yang dialami sang ipar, namun sebagai seorang yang tengah dekat dengan Farhan membuatnya gundah. Tak hanya kegundahan yang menghampiri, kerinduan kepada sang CEO pun menyelimuti hati Dona.
Kring kring kring, ponsel Dona berdering.
"Hallo Kak San," sapa Dona.
"Hallo Don, Kakak mau ke tempat kamu ya," ucap Sania.
"Oke ka, nanti langsung masuk aja ya," jawab Dona.
"Oke Don," sahut Sania.
Tak perlu waktu lama, tiga menit kemuadian Sania pun tiba di apartement Dona.
"Hallo Don," sapa Sania mencium pipi Dona.
"Hayy kak," ucap Dona membalas ciuman Sania.
"Kak sebenarnya Farhan ada masalah apa?" tanya Dona.
"Masalah nggak penting, kakak sedang mengusahakan supaya Farha bisa kesini secepatnya," ucap Sania berusaha menenangkan Dona.
Dona pun terdiam, mata sayunya mengisyaratkan kegalauan. Sania yang berada di sampingnya tak sengaja menatapnya.
"Hay, kamu kenapa? Sudah nggak usah mikir yang aneh-aneh," pinta Sania.
"Nggak apa-apa Kak aku khawatir aja," ucap Dona.
"Ciehh khawatir atau rindu?" ledek Sania tersenyum.
Bidadari disampingnya hanya tersipu malu.
"Don hari ini kita jalan-jalan yuk, bosen deh," ajak Sania.
"Baik Kak, kita mau kemana?" tanya Dona.
"Kakak pengen keliling kota Paris," pinta Sania sederhana.
"Yaudah aku siap-siap ya kak," ucap Dona.
"Iya, kakak tunggu ya," jawab Sania.
Sania terlihat sudah bersiap dari awal, dengan penampilan modisnya dan balutan riasan tipis diwajahnya.
Lima menit kemudian, Dona muncul dari balik pintu kamar. Tak kalah modis dengan Sania, ia pun nampak anggun dengan balutan gaya busana feminimnya.
"Ayo Kak, Dona sudah siap," ajak Dona.
"Ayo," jawab Sania.
"Mama nggak diajak?" tanya Dona.
"Nggak, soalnya ada yang mau Kakak bahas sama kamu," ucap Sania.
Dona pun mengerti maksud ucapan teman lamanya tersebut.
Mereka melangkahkan kaki menuju pintu utama, keduanya berjalan menuju halte yang tak jauh dari Apartemen.
"Habis ini kita naik kereta bawah tanah aja yah Kak," ajak Dona.
"Jangan deh Don" tolak Sania, ia tak menyetujui ajakan Dona.
"Terus kita mau kemana Kak?" tanya Dona.
"Kita jalan kaki aja yuk, keliling-keliling saja," ucap Sania.
Dona mengangguk, pertanda jika ia menyetujui saran dari Sania.
Mereka mengelilingi jalan Val de Grace dari sore hingga malam tiba.
"Don, bagus waktu malam ya, kubahnya semakin terlihat megah," ucap Sania kagum.
"Iya Kak," ucap Dona tersenyum.
"Don, Kakak mau telepon Farhan sebentar ya," izin Sania.
"Silahkan Kak," ucap Dona.
Sania seketika meraih ponsel dan melangkahkan kaki menjauhi Dona. Sesekali Dona memperhatikan Sania nampak serius mengobrol dengan Farhan, melalui telepon.
Wanita cantik itu kembali menghampiri Dona dengan langkah pelan.
"Don, maaf ya lama," ucap Sania.
"Iya kak, nggak apa-apa. Serius sekali sepertinya obrolan kalian," ucap Dona.
"Iya Don, lumayan serius," ungkap Sania.
Mendengar jawaban yang terucap dari bibir rekannya itu, ia kembali risau. Kedundahan datang menghampiri. Hatinya seketika gusar, perasaannya mendadak penuh dengan kecemasan. Hal tersebut nampak dari raut wajah ayunya.
"Kamu kenapa Don? Tiba-tiba melamun?" tanya Sania.
"Emm, nggak apa-apa kak," sangkal Dona.
"Ayo jangan bohong," timpal Sania.
Dona menjawab pertanyaan Sania dengan senyuman yang terpaksa.
"Kamu kenapa? Ayo cerita sama Kakak?" Jangan malu atau sungkan," imbuh Sania.
"Aku kepikiran Farhan Kak, aku takut dia kenapa-kenapa," jawabnya.
"Udah tenang saja, besok dia sudah on the way ke paris," jawab Sania.
"Kakak bercanda?" tanya Dona.
Sania hanya menggelengkan kepala dan tersenyum ke arah Dona.
"Foto dulu yuk, mumpung spotnya bagus," ajak Sania.
"Baik Ka," ucap Dona menyetujui.
Keduanya pun mulai mengambil gambar dengan berbagai gaya. Tiba-tiba ketika sedang memotret Sania membuka obrolan.
"Oh iya Don, kamu mau bicara sama Farhan? Kalau iya Kakak telepon dia" ucap Sania.
"Boleh kak?" tanya Dona.
"Boleh banget, sebentar ya," ucap Sania.
Tutt tutt tutt, suara dari handphone Sania.
"Ini Don, udah nyambung," kata Sania memberikan ponselnya.
Tak lama kemudian, panggilan tersebut terangkat.
"Hallo," terdengar suara perempuan dari balik telepon.
Tiba-tiba Dona terlihat gugup, bibirnya susah berkata. Melihat kejanggalan tersebut Sania berusaha meraih ponselnya dari genggaman Dona.
"Hallo Res, Farhan ada?" tanya Sania.
"Ada mbak, lagi ke kamar mandi. Ini Farhan uda disini" ucap Resty.
Sepertinya Sania paham dengan ekspresi Dona.
"Hallo Kak, ada apa Kak," ucap Farhan.
"Bisa menjauh dari Resty sebentar? Dona mau bicara," pinta Sania.
"Oh iya Kak," balas Farhan.
Sania kembali memberikan ponselnya kepada Dona. Keduanya pun mulai berbicara melalui telepon.
Entah apa yang mereka bicarakan, namun aura bahagia terpancar dalam diri wanita ayu tersebut. Sania mulai menyadari Farhan dan Dona sama-sama saling mencintai.
Tak sengaja wanita pujaan Farhan menatap ke arah Sania, ia pun tersadar kalau mereka sudah cukup lama mengobrol.
"Kak, terima kasih ya. Maaf lama," ucap Dona.
"Iya nggak apa-apa," balas Sania tersenyum.
"Kita makan dulu yuk kak, sekalian pesan makanan buat Mama," ajak Dona.
"Ayo, setelah itu kita pulang ya. Kasian Mama pasti nyari kita," pinta Sania.
"Iya Kak," jawab Dona singkat.
Kedua wanita cantik tersebut segera merealisasikan rencananya.
****
Tibalah mereka di Apartemen, keduanya sepakat berkumpul di Apartemen Farhan. Sang mertua yang memgetahui kedatangan mereka pun segera menghampiri dan menyapa keduanya.
"Hay, anak-anak ku habis darimana?" sapa Mertua Sania.
"Jalan-jalan deket sini saja sih mah," jawab Sania.
"Ini kami bawakan Mama makanan," timpal Dona.
"Ya ampun, makasih lho cantiknya mama," puji calon mertua.
Dona kembali tersipu malu, dan menatap ke arah Sania.
"Cie cie," goda Sania.
"Apa sih Kak," ucap Dona semakin malu.
"Eh, Farhan jadi kesini besok ya? Tadi dia telepon mama," timpal ibunda Farhan.
"Iyalah, kan Sania yang handle semuanya," seru Sania.
Mendengar pernyataan yang keluar dadi bibir Ibunda Farhan, sang primadona merasa tenang. Namun sepertinya Dona mulai terlena dan melupakan tujuan utamanya, yaitu menjauhi pria beristri itu.
"Ayo kita makan," ajak Ibunda Farhan.
"Ayo Mamaku sayang," goda Sania memanja.
"Don ayo, ini malah melamun lagi, pasti mikirin Farhan ya" ledek Sania.
"Tenang saja Don, Farhan sahabat mu itu besok kesini," ledek Ibunda Farhan
Seketika lamunan Dona terpotong oleh ucapan calon iparnya itu. Sepertinya sang Ibunda tak mengetahui hububgan spesial putanya dengan Dona. Beliau mengira selama ini hilubungan mereka hanya sebatas teman dan rekan kerja.
"Oh, iya Kak. Iya mah." balas Dona singkat.
Ketiganya menuju meja makan. Selesai makan bersama, mereka menuju living room untuk memanjakan bibir mereka. Obrolan demi obrolan mengiringi malam, tak terasa waktu menunjukan pukul satu Dini hari waktu setempat.
"Ya ampun, sudah pagi," teriak Dona.
"Mah Kak, aku pamit ya," ucap Dona.
"Ngapain balik, nanggung," sahut Ibunda Farhan.
Keduanya tak megizinkan Dona bermalam di Apartement pribadinya. Mereka meminta Dona untuk tetap tinggal bersama mereka di Apartemen Farhan.
Dona pun tak kuasa menolak, dan dengan terpaksa menyetujui permintaan Ibunda Farhan dan iparnya untuk menginap di Apartemen tersebut.