Keesokan paginya setelah Farhan berangkat ke kantor lebih awal. Tiada hujan tiada angin Yana menghubungi Resty di pagi buta.
Kring kring kring, suara handphone Resty berbunyi,,
"Hallo Yan," kata Resty tenyata Yana lah yang menelepon nya.
"Hallo Res, kamu yang sabar ya," kata Yana
"Maksudnya Yan?" tanya balik Resty
"Aku dapet info dari seseorang, ternyata Dona dan Farhan bersama di Paris," kata Yana
"Apa!! Yan kamu jangan ngawur ya," teriak Resty lantang penuh amarah dengan mata dan wajah memerah.
"Serius Res, aku punya bukti foto mereka bersama disana, mereka memang tidak berangkat bersamaan tapi aku yakin ini sudah di rencanakan," kata Yana mencoba meyakinkan.
Air mata Resty bercucuran, seketika dadanya merasa sesak dan tubuhnya jatuh lemas bak tersambar petir di siamg bolong itulah kiasan yang tepat untuk menggambarkan perasaan Resty.
"Res, kamu baik-baik aja kan?" teriak Yana.
"Yan, kamu bisa datang kesini nggak? Aku ingin berdiskusi untuk memberikan pelajaran kepada mereka," kata Resty Penuh dendam.
"Gini aja, aku jemput kamu kita susun rencana di rumahku mumpung suamiku nggak ada dirumah," tawar Yana
"Oke Yan, aku siap-siap ya," jawab Resty dengan nada lemas.
Entah apa tujuan Yana mengadu ke Resty sedetail itu, sama saja dia tidak bisa menjaga perasaan sahabatnya.
Antara peduli atau kah ada maksud lain?
Sejam kemudian Yana sampai di rumah Resty, Resty pun sesenggukan sambil memeluk Yana.
"Udah Res, kamu harus kuat. Ada aku yang akan bantuin kamu sampai tuntas," kata Yana
Merekapun segera pergi meninggalkan rumah.
*****
Sesampainya dirumah Yana, mereka berbincang tentang Farhan dan Dona
"Ini Res buktinya," kata Yana sambil menunjukan beberapa Foto yang dia ambil dari media sosial.
"Foto ini dari mana Yan?" tanya Resty sambil meneteskan air mata.
"Aku ambil dari media sosial Farhan dan Mrs Renata, karena aku cari medsos nya Dona tapi nggak ketemu," jawab Yana.
"Tega ya mas Farhan, aku sudah amat sangat senang saat dia ke Eropa bahkan sedikitpun aku tak mengganggunya," curhat Resty dengan tatapan kosongnya.
"Udah Res, saatnya kamu bangkit kamu harus tegas sama Farhan," kata Yana.
"Aku udah nggak tahu harus berbuat gimana lagi Yan," jawab Resty.
Tak lama kemudian Lisa datang,
"Hallo semua, sorry telat," kata Lisa.
Yana pun bingung kenapa Lisa tiba-tiba datang ke rumahnya.
"Lho, timben Lis kesinibnggak ngabarin dulu?" tanya Yana.
"Aku yang ngabarin Lisa tadi Yan," jawab Resty.
Lisa hanya mengangguk, sedangkan Yana merasa agak risih karena menurutnya pemikiran Lisa tak sesuai dengannya.
"Terus aku harus gimana Yan?" tanya Resty sambil menangis.
"Lho kenapa Res? Masalah Farhan sama Dona?" tanya Lisa penasaran.
"Iya Lis, jadi selama ini aku kecolongan. Farhan sama Dona sama-sama berada di Paris," jawab Resty sambil menangis sesenggukan.
Lisa berusaha menenangkan Resty sambil memeluk erat sahabatnya.
"Udah-udah Res, kamu tenang dulu siapa tahu itu hanya kebetulan dan urusan pekerjaan," kata Lisa.
Tanpa pikir panjang tiba-tiba Resty mengambil Ponsel dan menelpon sekretaris Farhan.
"Hallo, Nes," kata Resty menyapa.
"Iya bu," jawab Resty.
"Pak Farhan sudah sampai di kantor?" tanya Resty.
"Sudah dari tadi Bu, tapi sekarang masih meeting. Ada yang bisa saya sampaikan ke Pak Farhan Bu?" tanya Nesya.
"Nggak, Nes saya mau tanya kamu jawab jujur ya," kata Resty berusaha tegar.
"Soal apa ya Bu?" tanya Nesya dengan nada gugup.
"Nes, apa bener Farhan sama Dona ke Paris bersama?" tanya Resty.
"Maaf Bu saya nggak tahu," jawab Nesya sedikit gelagapan.
"Nggak mungkin kamu nggak tahu Nes, jawa jujur kita sama-sama perempuan," gertak Resty.
"Saya takut Bu, saya takut di pecat," jawab Nesya.
Resty menghela nafas panjang, sedangkan kedua sahabatnya hanya bisa memandangnya.
"Nggak ada yang akan mecat kamu, saya yang jamin," jawab Resty berusaha menenangkan.
"Iya Bu, tapi mbak Dona berangkat tanggal 22 sedangkan Pak Farhan tgl 30," kata Nesya.
"Kenapa nggak bareng-bareng? Apa ini masalah kerjaan?" tanya Resty sambil memegang dadanya.
"Nggak tahu Bu, saya cuma disuruh Pak Farhan mesenin tiket untuk mbak Dona tanpa sepengetahuan mbak Dona," kata Nesya.
"Kalau masalah kerjaan kenapa Dona nggak boleh tahu?" tanya Resty lagi.
"Saya juga kurang paham maksud dari semua ini Bu. Saya hanya menjalankan perintah Pak Farhan," jawab Nesya.
"Yaudah Nes, makasih ya," ucap Resty
"Iya Bu, tapi jangan bilang sama siapapun ya Bu kalau ibu tau hal ini dari saya," pinta Nesya.
"Iya Nes, kamu tenang aja," jawab Resty.
Resty kemudian mematikan ponselnya sambil memgusap air matanya. Pelan-pelan rencana dan kebusukan Farhan mulai terendus sang istri.
"Gimana Res? Info apa yang kamu dapet dari sekretaris suamimu?" tanya Lisa.
"Sepertinya ini sudah mas Farhan rencakan Lis supaya dia bisa deket sama Dona," jawab Resty dengan nada lirih.
Resti menceritakan info yang dia dapat dari Nesya kepada kedua sahabat nya.
"Kan Res, aku bilang juga apa," ucap Yana.
Kali ini Lisa benar-benar bingung kenapa Yana begitu antusias membantu Resty membongkar rahasia Farhan.
"Yan, kamu semangat banget deh kayaknya bedah kasus ini," tanya Lisa dengan raut muka bingung.
"Demi teman Lis," kata Yana.
Namun kali ini perasaan Lisa tak enak, karena tidak ada perasaan sedih yang terpancar dari raut wajah Yana. Tapi mengapa Yana seantusias ini? Apakah Yana masih menginginkan Farhan karena dulu sempat cinta?
Itulah pertanyaan yang sempat muncul di hati Lisa. Namun ia belum ada kesempatan untuk mempertanyakan secara lansubg kepada Yana tentang apa yang ada di benaknya.
"Gini lho Res, mereka kan sekarang lagi ada project bareng jadijangan curiga dulu," kata Lisa berusaha menenangkan.
"Udah jelas Sa, semua ini sudah di rencanakan mas Farhan tanpa sepengetahuan Dona," teriak Resty.
"Ngerti Res, anggep aja kedekatan Farhan sama Dona itu kayak kedekatan kamu sama Fajar," kata Lisa.
"Maksudnya?" jawab Resty gugup.
"Ya kan kalian sering komunikasi, kadang juga ketemuan tapi semua itu sebatas teman kan nggak lebih?" sambung Lisa.
Resty hanya mengangguk dan bengong, seperti ada yang di sembunyikan.
"Trus langkah kamu selanjutnya apa Res?" tanya Yana.
"Aku ingin menggugat cerai Mas Farhan kalau sampai mereka benar-benar selingkuh," jawab Resty lemah dan tampak linglung.
"Coba pikir lagi Res, kalian udah 7 tahun lebih lho berumah tangga dan udah ada anak," saran Lisa.
Wanita bijak ini untuk kesekian kalinya berusaha menenangkan dan menasehati Resty.
"Dari pada makan hati Lis," sahut Yana.
"Toh semua belum terbukti kebenaranya, dugaan kita bisa aja salah kan?" kata Lisa.
"Tapi bukti-bukti mengarah ke sana Lis," ucap Resty.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, waktu menunjukan pukul 15.00. Resty dan Lisa pun segera meninggalkan kediaman Yana.
"Eh uda mau sore nih, aku pamit dulu ya. Suamiku hari ini pulang cepet katanya," pamit Lisa sambil menengok jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Aku juga ya Yan, mau balik juga. Nanti kita berkabar di group ya," kata Resty.
"Oke dehh," kata Yana.
Resty dan Lisa segera beranjak dari rumah Yana.
"Kamu tadi naik apa Sa?" tanya Resty.
"Naik taxi Res, mobil aku lagi di bengkel," kata Lisa.
"Yaudah bareng aku aja ya," ajak Resty.
"Oke Res," jawa Lisa mentetujui ajakan sahabatnya.
Resty dan Lisa segera masuk ke dalam mobil. Resty mengendarai mobil nya dengan laju sedang namun tak bisa di bohongi pandangannya kosong.
"Res, aku yang nyetir aja ya? Aku lihat kamu sedang tidak fokus," pinta Lisa.
"Oh iya Sa," kata Resty sambil memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Mereka segera bertukar posisi.
"Oh iya Res, kamu tenang dulu ya jangan mikir aneh-aneh. Sabar, kalaupun ada masalah kita cari solusinya," kata Lisa sambil mengendarai mobil.
"Aku bingung Res kalau sampai Mas Farhan bener-bener main api sama Dona." jawab Resty masih dengan tatapan kosong nya.
"Sabar ya Res, yang namanya rumah tangga itu pasti ada ujiannya," kata Lisa.
"Iya Lis, makasih yaa kalian selama ini udah baik banget. Kamu sama Yana sudah kayak keluarga buat aku," kata Resty.
Setengah jam kemudian mereka tiba di kediaman Lisa.
"Kamu mau mampir kerumah? Udah nyampe nih," kata Lisa.
"Enggak dulu ya Lis," jawab Resty.
"Oke, tapi kamu jangan buru-buru marah ke Farhan yah Res. Karena apa yang kita duga belum tentu bener," kata Lisa.
"Iya Lis, makasih ya," jawab Resty.
Resty langsung memutar balik mobilnya.
"Lis, aku balik makasih buat waktunya," kata Resty.
"Iya Res, kamu hati-hati and jangan banyak melamun ya," teriak Lisa.
Resty mengangguk dan mengemudikan mobilnya.
*****
Sesampainya di rumah, Resty langsung menuju dapur melalui pintu belakang. Dia mengambil es batu untuk mengompres matanya yang sembab. Hal ini di lahkulannya untuk menutupi kesedihannya dari sang putra dan agar tidak di ketahui penghuni rumah kalau dia menangis.
Setelah di rasa mata nya dan wajahnya cukup segar untuk menemui anggota keluarga, Resty langsung menuju ruang tengah. Ternyata Farhan dan keluarga sedang berkumpul disana, kebetulan iparnya juga ikut berkumpul.
" Dari mana dek?" tanya Farhan.
"Habis dari rumah Lisa mas," jawab Yana.
"Aku besok mau berangkat ke Eropa lagi dek, masih ada kerjaan yang belum selesei," kata Farhan.
Resty kembali menghela nafas panjang, hatinya bagai tercabik-cabik parang kala medengar suami nya akan ke Eropa. Dia teringat Dona juga disana.
"Nggak bisa di tunda mas? Kayaknya aku hamil lagi deh," kata Resty berbohong, dia berusaha agar kepergian Farhan ke Eropa tertunda.
"Kamu yakin?" tanya Farhan, dalam hatinya bergumam. Semenjak bertemu Dona dia hanya menyentuh istrinya beberapa kali.
"Yakin mas, kan aku udah pernah hamil," kata Resty sambil melirik ke arah Sania.
Sania hanya cuek sambil memainkan ponselnya.
"Eh mah, ini Dona cantik banget pake baju dari aku," kata Sania membalas lirikan Resty. Yaa itulah cara Sania membalas Resty. Sania tahu dari Farhan kalau Resty cemburu besar kepada Dona.
"Mana coba lihat, baju yang kamu pesenin buat dia trus kamu kirim pake ojol itu?," ucap mama mertua reflek penuh semangat. Dia lupa kalau ada Resty di ujung sana sedang memperhatikan mereka.
Dalam hati Resty bertanya, dari mana mereka kenal dengan Dona. Kenapa Dona nampak begitu istimewa di mata mereka.
"Yaudah dek, aku tunda keberangkatan aku sampai minggu depan," kata Farhan sambil memainkan ponselnya.
"Iya mas," jawab Resty lega.
Menurut Resty setidaknya Farhan bisa jauh dari Dona, dan dia pun akan mencari akal lain supaya suaminya tak ke Eropa lagi dengan alasan pekerjaan.
Malam pun tiba, saatnya semua anggota kekuarga berkumpul di meja makan.
"Kamu sudah chek ke dokter kandungan Res?" tanya Papa mertua.
Resty mendadak tersedak
"Oh itu pah, belum pah," jawab Resty gelagapan.
"Kok kamu kayak orang gugup kenapa Res?" tanya Sania tertawa sinis.
"Nggak apa-apa mbak, perasaan mbak aja kali," jawab Resty.
"Besok aku anter kamu ke dokter ya," kata Farhan sambil melahap menu makan malam.
"Oh iya mas, aku bikin janji sama dokter Hera dulu ya," jawab Resty.
"Iya Res," kata Farhan.
Acara makan pun usai, semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah. Namun kali ini tak nampak sosok Farhan di tengah-tengah mereka.
Suasana malam itu penuh canda tawa.
"Oh iya Farhan kemana Res?" tanya sang Mama mertua.
"Nggak tahu Mah, coba Resty cari dulu ya," kata Resty.
Resty pun mondar mandir mengelilingi area rumah Farhan.
Resty menjumpai Farhan berada di teras rumah. Terlihat Farhan sedang sibuk dengan ponselnya dan sepertinya ia sedang menghubungi sesorang.
Resty berusaha menguping pembicaraan sang suami.
"Hallo,Pak Roby, apakabar? " kata Farhan. Ternyata Farhan sedang menelpon Pak Roby.
"Baik Pak, Pak Farhan apakabar? Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Pak Roby.
"Gini Pak, saya mau ketemu bisa? Ada yang mau saya bicarakan penting," kata Farhan dengan ekspresi serius.
Resty penasaran akan sosok Pak Roby, lelaki yang di hubungi Farhan.
"Baik Pak, ketemu dimana?" ucap Pak Roby.
"Di CF Restauran aja gimana Pak? Kan deket tuh dari Kantornya Pak Sanjaya," kata Farhan.
"Baik Pak," kata Pak Roby.
Farhan segera menutup telponnya dengan raut wajah sumringah.
Sedangkan Resty yang berdiri di balik pintu masih terpikir akan sosok Pak Roby dan Pak Sanjaya.
Resty pun segera berbalik arah, kembali menuju ruang tengah karena takut ketauhan Farhan kalau dia mencoba menguping pembicaraannya.
Sesampainya di ruang tengah Resty duduk kembali di samping Noval.
"Ketemu Res si Farhan?" tanya sang Mama.
"Nggak Mah, mungkin lagi keluar," jawab Resty.
Tiba-tiba Farhan muncul dengan senyuman khas nya.
"Nah itu Farhan," kata Sania.
"Darimana Han?" tanya sang Mama.
"Dari depan Mah," jawab Farhan singkat.
"Oia Farhan, untuk project sama Mrs Renata aman?" tanya sang Papa.
"Aman pah, oia bang Fahri nanti kalau aku ke Eropa bisa handle project kita sama Pak Sanjaya kan?" tanya Farhan kepada Kakak nya.
"Iya Han beres, lagian kalau masalah property Sania juga jago nya kan dia bisa bantu aku," jawab Fahri.
"Ahsiyaapp apalagi bisnis sama keluarganya Dona apalagi ini sama orang tua nya langsung, semangat bantuin deh," jawab Sania keceplosan. Awalnya Sania tak berniat berbicara demikian karena takut Resty tak menyetujui Farhan berbisnis dengan keluarga Dona.
"Udah malem yuk tidur, aku ke kamar ya," sambung Sania pamit untuk menghindari suasana yang tidak enak ini.
"Aku juga ya," kata Fahri menyusul sang istri.
Yang lain pun bergegas menuju kamar masing-masing.
Rasa penasaran Resty terjawab sudah tentang siapa Pak Sanjaya dia adalah Papa Dona. Namun masih terbesit tanya dalam hatinya, akan sosok Roby.
*****
Perbincangan Fahri dan Sania di kamar.
"Dek kamu kenapa ngomng gitu tadi?.kamu tahu kan Resty itu nggak suka banget sama Dona?" tanya Fahri dengan ekspresi gugup.
"Aku juga nggak sengaja mas, sumpah. Makanya aku buru-buru pamit" jawab Sania.
"Aku takut Resty marah ke Farhan dek, kita tahu kan sebenarnya project ini salah satu rencana Farhan untuk bisa mendekati Dona bahkan tadi Farhan berdiskusi ingin menikahi Dona," kata Fahri.
"Serius mas? Asik aku sama Dona jadi ipar donk, bisa shopping bareng traveling bareng. Duh seneng deh punya ipar kayak Dona" kata Sania dengan aura bahagia.
"Huss pelan-pelan takut Resty denger," kata Fahri.
"Terus udah Mama Papa ngijinin? Dona mau jadi istri kedua?" tanya Sania lagi penuh antusias.
"Belum dek, kita masih cari moment yang pas. Dona juga belum tau mau nggak tapi Farhan berusaha cari cara agar bisa menikahi Dona," kata Fahri.
"Lagian mas, dulu kenapa Farhan nggak nikahin Dona sih? Malah nikahin cewek ndeso itu," celetuk Sania dengan raut wajah sinis.
"Intinya Farhan dulu nggak punya nyali ke Dona. Setelah sukses Farhan mencoba mencari Dona lagi dan karir Dona saat itu berada di puncak kejayaan. Farhan semakin minder, sebelum memutuskan menikahi Resty pun Farhan berusaha menghubungi Dona dan Dona hanya membalas sekedarnya. Itulah yang membuat Farhan mantap menikahi Resty, karena dia merasa nggak ada harapan untuk menikahi Dona," kata Fahri menjelaskan panjang lebar ke istrinya.
"Oh gitu ya mas," ucap Sania sambil menarik selimutnya.
*****
Percakapan di kamar Farhan
"Kamu udah hubungi dokter Hera?" tanya Farhan.
"Udah mas, besok orang nya masih di luar kota," jawab Resty berbohong.
"Oh gitu ya, terus kamu bikin scedjule kapan?" tanya Farhan lagi.
"Belum tahu mas, nunggu dokter Hera balik aja ya," jawab Resty.
"Iya deh," jawab Farhan.
Mereka menyudahi obrolan mereka dan menaiki ranjang.
Malam ini Farhan tertidur pulas, tapi tidak dengan Resty. Semalaman Resty gelisah dia memikirkan cara untuk mencari tahu siapa sosok Roby dan hal penting apa yang ingin di bicarakan Farhan.
Sesekali Resty memegang ponselnya dengan wajah gelisah.
*****
Resty membuntuti Farhan
Pagi pun tiba, setelah keluarga tersebut melakukan aktifitas harian seperti biasa mulai dari bangun, sarapan sampai bekerja.
"Dek, aku berangkat ya" pamit Farhan kepada Resty.
"Iya mas, nanti pulang jam berapa?" tanya Resty.
"Sore kok dek," jawab Farhan sambil mengelus kening Dona.
Farhan segera bergegas menuju garasi untuk mengambil mobilnya.
Farhan sudah meninggalkan rumahnya menuju kantor lebih awal. Sebenarnya Resty ingin mengikuti sang suami, tapi Papa mertua dan Kakak Iparnya belum berangkat ke kantor.
Dia takut rencana nya untuk.membuntuti sang suami di ketahui keluarga Farhan.
Beberapa menit kemudian Papa mertua dan Ipar nya berangkat ke kantor, hari ini Sania iku menemani sang suami bekerja.
Resty gelisah mondar mandir keluar rumah, akhirnya ide pun muncul. Setelah memgantar Noval ke sekolah Resty akan menuju kantor Farhan.
"Nov, Mama hari ini nggak bisa jemput kamu nggak apa-apa ya," kata Resty.
"Trus Opal pulang sama siapa ma?" tanya Noval sambil memandang wajah cemas ibunya.
"Nanti kamu pulang sama jesica ya, nanti mama yang bilang ke mama nya jesica," kata Resty sambil mengelus pipi sang anak.
"Iya mah," kata Noval memgangguk.
Sesampainya di sekolah Noval, Resty menemui ibunda jesica bermaksud meminta tolong supaya mengantar Noval pulang. Kebetulan rumah mereka berdekatan, ibunda jesica pun menyetujui.
Sebelum menuju kantor Farhan, Resty mampir kerumah Yana mereka bertukar mobil dan pakaian. Sesampai di depan kantor Farhan, Resty masih mendapati mobil suaminya terparkir di halaman kantor.
Dua jam lebih Resty menunggu, akhirnya Farhan keluar kantor dan mengendarai mobilnya.
Resty membuntuti dan benar saja Farhan berhenti di CF Restauran.
Sesampainya di restauran, Farhan menuju meja dan sudah menunggu pria paruh baya disana.
Resty bergegas memilih meja tak jauh dari meja Farhan.
"Siang Pak Roby, bagaimana kabarnya?" ucap Farhan sambil bersalaman.
"Baik sekali Pak, Pak Farhan gimana kabarnya?" tanya balik Pak Roby.
"Baik juga Pak, oh iya mau pesan apa biar saya pesankan?" kata Farhan.
"Apa aja Pak, saya dan keluarga Pak Dona cocok sama makanan di restauran ini," jawab Pak Roby.
"Mas," teriak Farhan sambil melambaikan memanggil pelayan restauran.
Farhan pun memesan banyak menu untuk melengkapi meja mereka.
"Oh iya mas, ada hal penting apa ya?" tanya Pak Roby.
"Kita makan dulu ya Pak, setelah makan kita bahas masalah ini" ucap Farhan.
"Oh iya Pak, keadaan keuangan perusahaan Pak Sanjaya sudah stabil?" tanya Farhan.
"Sudah Pak, berkat bantuan dari Pak Farhan keadaan keuangan nya mulai membaik," jawab Pak Roby.
Resty yang menguping dari meja sebelah pun penasaran, bantuan apa yang di berikan suaminya untuk perusahaan keluarga Dona.
Makanan pun tiba, pramusaji segera menyusun hidangan dengan rapih.
"Mari makan Pak," ajak Farhan kepada Pak Roby.
"Mari-mari," kata Pak Roby.
Mereka segera menyantap hidangan dengan lahap. Perjamuan pun hampir selesei, makanan di meja mulai berkurang.
"Oh iya Pak Rob, jadi saya ingin meminta bantuan Pak Roby sebagai orang kepercayaan keluarga Pak Sanjaya. Saya kira semua opini dari Pak Roby akan di pertimbangkan oleh keluarga mereka. Saya akan kasih imbalan yang amat sangat pantas," kata Farhan.
"Bantuan apa Pak?" tanya Pak Roby.
"Jadi begini Pak, saya sangat mencintai Dona dan saya bermaksud ingin meminangnya. Tapi saya yakin orang tua, keluarga besar ari Dona, bahkan Dona sendiri pun kemungkinan besar akan menolak." kata Farhan dengan nada serius.
"Saya mohon bantu saya meyakinkan mereka, supaya saya bisa menikahi Dona," pinta Farhan dengan memelas.
"Maaf Pak untuk masalah pribadi tersebut, mungkin saya belum bisa membantu. Saya hanya orang kepercayaan mereka saja," jawab Pak Roby menolak.
Resty pun tak tahan mendengar permintaan Farhan tersebut.
Prakkk suara pipi Farhan yang tertampar oleh tangan Resty.
"Tega kamu mas, aku salah apa? Aku kurang apa sama kamu? Tega kamu bermain api di belakangku," teriak Resty sambil menangis.
Mendapati pemandangan yang tak edap ini, Pak Roby pun segera pamit, "Maaf saya balik ke kantor dulu."
"Iya pak silahkan," kata Farhan.
Pertengkaran antara Resty dan Farhan pun tak terelakan.
Farhan berusaha menenangkan Resty tapi gagal.
"Ceraikan mas, aku sudah nggak tahan," pinta Resty sambil menangis.
Kejadian ini sontak di saksikan para pengunjung Restauran.
Resty dan Farhan bergegas menuju kasir dan membayar.
Mereka menuju ke parkiran bersamaan, Farhan berusaha menjelaskan tapi Resty menolak. Selama beberapa hari Resty dan Farhan tidak bertegur sapa. Sampai pada akhirnya Resty meminta Farhan untuk menceraikannya tetapi Farhan menolak.
Entah apa yang membuat ia enggan menceraikan sang istri.