Chereads / Erase adn delete / Chapter 4 - Teringat Tantangan Bastian

Chapter 4 - Teringat Tantangan Bastian

Bunyi suara monitor rumah sakit jadi musik pengiring heningnya ruang ICU di rumah sakit tersebut. Arsen yang awalnya sedang menatap tubuh tak berdaya Ivan, kini berjalan ke luar.

Dia duduk di kursi tunggu tepat di depan ruang ICU. Kepalanya menunduk dengan kedua tangannya yang memegang kepalanya.

"Gue gak ikutan, Ar. Semua salah lo dan karena kelicikan lo Ivan jadi korbannya. Udah untung banget gue mau nganterin lo dan si Ivan ke rumah sakit. Urusan biaya operasi, itu jadi tanggung jawab lo," 

"Anjing lo! Bisa diam gak sih!" Arsen berdiri sambil mencengkram keras jaket yang digunakan Revan.

"Slow, Man. Gak usah emosi gini juga," Revan mengangkat kedua tangannya.

Arsen segera melepaskan cengkramannya pada kerah jaket Revan. Revan hanya mengendikkan kedua bahunya lalu berjalan meninggalkan Arsen yang kini telah duduk kembali.

"Dari mana gue dapat duit tiga puluh juta. Minta sama papih, sama aja minta digantung," gumam Arsen.

Arsen menoleh ke arah koridong yang terdengar memantulkan suara benturan sepatu dari kejauhan. Seorang wanita berwajah cukup cantik dan memiliki bodi yang cukup proporsional sambil menggendong anak perempuan usia kurang dari setahun terlihat berlari mendekat ke arahnya.

Wajahnya tampak basah oleh air mata yang sepertinya sudah terjatuh sejak beberapa waktu yang lalu.

Dia mengangkat tasnya lalu memukul-mukulkan tas itu ke lengan Arsen. Tentu saja Arsen mencoba untuk melindungi dirinya sendiri.

"Hei … Ini apa-apaan sih? Siapa lo maen pukul gue aja. Kenal juga gak!" Arsen mengusap lengannya.

"Kamu 'kan yang udah nyebabin suamiku jadi gak sadarkan diri?"

'Ooh … Dia bininya si Ivan!' batin Arsen.

"Hei … Suami lo itu joki balapan mobil 'kan? Emang gue yang milih dia jadi joki? Emang gue juga tahu kalau kejadiannya bakal kayak gini? Wah … Beneran sakit nih cewek," 

Wanita itu menghempaskan bokongnya di kursi tunggu. Sambil memeluk anaknya yang bahkan gak ngerti apapun, dia menangis sejadi-jadinya.

"Hiks … Aku udah sering minta dia buat berhenti saja jadi joki. Tapi dia keras kepala banget dengan selalu bilang kalau uang jadi joki balapan itu lumayan dibandingkan gaji aslinya sebagai SPB supermarket. Hiks …."

Arsen hanya bisa prihatin mendengar curhatan istri dari sahabatnya sejak SMA. Begitu lulus SMA, Ivan yang bukan asli orang Jakarta dan cuma seorang pendatang, memilih bekerja saja karena keterbatasan biaya. Dia bekerja sebagai SPB di sebuah Supermarket hingga hari ini.

Berbeda dengan Arsen yang berasal dari keluarga yang tajir melintir yang langsung melanjutkan kuliahnya di sebuah universitas negeri di Jakarta. Namun baru saja satu semester, Arsen harus di DO, karena jarang masuk apalagi mengumpulkan tugas.

Arsen malah sering menghabiskan waktunya di hanggar pesawat kecil milik temannya sambil sesekali belajar menerbangkan pesawat kecil itu.

Inilah yang membuat Garth dan Eva mengambil keputusan untuk mengirim Arsen kuliah di Inggris dengan biaya hidup yang bisa dibilang pas-pasan. Di sana Arsen harus memperlihatkan prestasinya bila ingin mendapat tambahan uang saku dari kedua orangtuanya.

Gaya hidup bebas yang dia terapkan saat ini berasal dari kebiasaan buruknya selama tiga tahun terakhir dia kuliah di Inggris.

"Keluarga pasien bernama Ivan!"

Teriakan seorang suster membuat Arsen yang sedang menjelajah ke dunia masa lampau sedikit tersentak. Arsen bisa melihat kalau istrinya Ivan sudah berjalan duluan mendekati suster.

Arsen pun segera berjalan juga mendekati suster tersebut. Dia melihat istrinya Ivan sedang membaca secarik kertas dengan wajah takut namun juga bingung.

"Ini apa?" tanya Arsen.

"Ini surat persetujuan tindak medis yang harus ditandatangani keluarga pasien. Seperti yang sudah dijadwalkan dokter sebelumnya, kalau operasi akan dilaksanakan besok siang. Untuk itu silahkan selesaikan dulu administrasinya paling lambat besok pukul sembilan pagi agar operasi bisa segera dilaksanakan. Kalau begitu saya permisi dulu," suster tersebut berlalu dari sana.

'Duh … Bangsat! Dari mana gue dapat tiga puluh juta malam ini juga,' batin Arsen sambil meremas rambutnya.

Arsen melirik istrinya Ivan yang masih mematung di tempatnya dengan bayi perempuan yang bahkan kini sudah terlelap dalam gendongannya. Wajahnya pucat seperti tidak ada darah yang mengalir. Mungkin wanita itu sedang memikirkan suatu cara agar dia bisa dapat uang untuk operasi suaminya.

Arsen melirik pergelangan tangan kirinya dan melihat jam tangannya yang menunjukan angka 22:15. Tiba-tiba dia ingat pada Bastian dan juga tantangan Bastian.

Pikirannya terlempar ke arah dua bulan yang lalu saat berada di night club.

"Kalau gitu lo cari cara dong buat muasin hasrat lo sama cewek yang bisa bikin adrenalin lo merasa tertantang,"

Arsen mengernyit. Temannya ini kayaknya kebanyakan minum hingga berkata tidak seperti biasanya. Namun ada rasa tertarik dalam jiwa Arsen.

"Caranya?"

"Sini gue bisikin," Arsen terlihat mendekatkan telinganya ke arah mulut Bastian yang kini seperti seorang dukun yang lagi komat-kamit membaca mantra.

Bastian segera mengutarakan pikirannya yang membuat Arsen begitu terkejut.

"Lo masih waras 'kan, Bas? Itu sih gila banget. Seiblis-iblisnya kelakuan gue, gak pernah terlintas di otak gue buat ngelakuin tindakan itu," Arsen berang.

"Hahaha ... Slow, Man. Tadi lo bilang pengen cewek yang bisa nguji adrenalin lo. Gue kasih saran, lo malah ngamuk kayak kerbau lagi PMS. Gue berani bayar mahal kalau lo bisa ngelakuin hal itu," tantang Bastian.

"Gue gak minat,"

Arsen menghempaskan kasar tangan Bastian yang sedang memegang tangannya. Perlahan langkahnya menjauh meninggalkan Bastian.

"Sepuluh juta!" teriak Bastian 

"Gue gak minat, Bas!"

Bastian tak menyerah begitu saja. Dia mengejar Arsen yang sudah hampir menuruni tangga.

"Dua puluh juta, Ar. Gimana?" Arsen menoleh ke arah Bastian yang kini sedang merangkul bahunya.

Uang sejumlah itu bisa dia gunakan untuk party sambil liburan di Bali dua hari dua malam dan pastinya ditemani cewek yang aduhai.

"Tapi ada syaratnya. Kalau dalam waktu dua bulan lo gak bisa ngelakuin hal itu, lo yang mesti bayar gue dengan sejumlah uang yang sama," Arsen tertegun.

Tanpa sadar Bastian menjabat tangan kanan Arsen yang masih tertegun. Sejak kredit card-nya dibekukan papihnya, uang sudah menjadi kebutuhan mendesak yang cukup sulit dia dapatkan. Sementara untuk bekerja di perusahaan milik keluarganya, sama sekali tidak terlintas dalam pikirannya

"Deal!" Bastian melepaskan jabatan tangannya sambil pergi meninggalkan Arsen.

"Bacot lo. Deal dari mana ceritanya?" Arsen tak terima.

"Pokoknya tadi itu udah DEAL!"

Arsen kembali tersentak. Suasana di sekelilingnya masih sama seperti tadi 

'Memperekoosa cewek yang masih gadis tulen! Apa gue jabanin aja tantangan si Bastian? Syaratnya cuman cewek manapun yang ditemukan sembarang 'kan? Alaah … Gak bakal ketemu ini lagi juga. Timbang gue sodok aja segel kegadisan tuh cewek udah gitu gue cabut. Gue muntahin aja lahar panas gue di luar. Dengan gitu tuh cewek gak bakal tekdung,' Arsen cengengesan membayangkan sebentar lagi rudal nuklirnya akan beraksi dengan gagah berani di medan pertempuran.

"Hei … Lo temenin aja Ivan di sini. Gue nyari dulu duitnya buat operasi suami lo. Besok pagi gue balik. Oke!"