Chereads / Cinta Arrogant Sang Editor / Chapter 32 - 32. LANGKAH PERTAMA

Chapter 32 - 32. LANGKAH PERTAMA

"Kalian membingkai mata kalian sendiri dengan sebuah pengelihatan. Kalian berpikir tentang memanfaatkan sumber daya alam. Apakah kalian tahu, jangankan untuk ilmu pertanian yang modern, sebagian warga desa itu bahkan tidak bisa menulis dan membaca."

Wajah-wajah merasa bersalah dan beberapa helaan nafas terdengar di ruangan. Terbayang oleh mereka sekarang, kondisi warga desa yang memprihatinkan. Mereka hidup di pedalaman. Minim akses menuju tempat lain. Mereka tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Pegetahuan yang dimiliki warga, sebatas pada pagar desa mereka sendiri. Setiap warga desa Welasti hanya mengenal warga desa yang sama. Mereka tidak pernah berinteraksi dengan orang lain. Sesekali para pedagang atau orang asing datang, semua hanya kunjungan bisnis belaka.

"Setiap orang di desa itu, hanya berpikir bagaimana caranya bertahan hidup. Ketika mereka melihat sebuah pintu kesempatan terbuka untuk mendapat uang dengan mudah, maka … mereka tidak peduli dengan semua resikonya."

Seorang staff lain yang duduk di sisi kanan Sander mengangkat tangan.

"Munculnya berita ini, akan membuat kita menjadikan sebagai cermin kegagalan pemerintah. Apakah efeknya akan baik untuk perusahaan kita?"

Sander tersenyum puas. Matanya berkilatan, wajahnya mendadak terlihat kejam.

"Itu yang aku inginkan! Aku ingin pemerintah, jajaran menteri yang harusnya bertanggung jawab dengan kesejahteraan desa itu membuka mata. Desa itu harus segera diberikan perubahan besar. Akses jalan sebaiknya segera dibuka. Agar desa itu bisa dengan mudah terhubung dengan desa lainnya. Maka warganya secara perlahan akan melihat peluang kehidupan."

Calistan yang duduk agak jauh dari Sander mengetuk-ngetukkan pulpennya di atas laptop. Gadis itu terlihat ragu dengan keputusan Sander. Tidak hanya Calista, tapi Sander juga melihat keraguan di mata staff yang lainnya.

Berita besar ini akan berkaitan dengan banyak orang. Para menteri yang menangani pendidikan, kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan dan departmen lain. Banyak pihak yang akan tersinggung karena dianggap gagal menjangkau wilayah Welasti.

Sebuah desa yang sebenarnya tiak terlalu jauh dari pusat pemerintahan di Jakarta. Tapi seperti ada sebuah dinding besar yang menghalangi desa itu untuk tersentuh peradaban. Warganya selalu merasa bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak salah. Sampai hal besar menjadi efek jangka panjang dari keputusan mereka sebelumnya.

"Calista! Suara pulpenmu mengganggu!" Sander berkata dengan nada dalam dan arrogan pada jurnalis senior tersebut.

"Saya ragu, Pak. Kita tentu akan menayangkan berita tentang Welasti. Tapi menyingung pihak otoritas terkait, bukankah itu terlalu berbahaya. Apalagi, kemungkinan besar orang pertaa yang akan tersinggung adalah Samsul. Dia sendiri sekarang sedng menjadi tokoh utama berita yang beberapa bulan ini dalam pengawasan saya."

Sander menatap lurus Calista. Dia lalu melipat tangannya ke dada.

"Bukankah itu yang kita inginkan? Kita sudah tahu dia terlibat berbagai praktek korupsi dan kolusi. Meski dia selalu saja menkonfrontasi berita kita dalam jumpa pers dengan penolakan, tapi dia tahu bahwa kelemahannya ada ditangan kita. Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu. Justru dengan adanya berita ini, aku akan memaksa Samsul sebagai orang pertama yang memulai pembangunan akses ke Welasti."

Semua orang di ruangan itu terdiam. Pemikiran Sander memang masuk akal. Pria itu sangat cerdas untuk melihat efek dari beritanya. Dia bisa memaksa Samsul meletakkan pondasi pembangunan Welasti. Maka rakyat akan bersimpati pada menteri yang sudah beberapa bulan menjadi bulan-bulanan Calista dalam beritanya.

Hampir semua kepala mengangguk setuju. Sander tersenyum dan melanjutkan memberi petunjuk.

"Kita akan memberitakan tentang Welasti tanpa melimpahkan kesalahan pada penduduk desa yang tidak tahu apa-apa. Penduduk desa adalah korban."

"Jika ada korban, maka harus ada pelakunya." Calista mengambil kesimpulan.

"Berita ini akan membawa polisi pada pelakunya. Jangan khawatir Calista. Yang akan kita muat besok adalah berita pertama tentang kondisi geografis dan keadaan desa itu. Setelahnya, kita akan meeting lagi untuk menentukan semuanya"

Dalu mengangkat tangan, Sander mengangguk untuk mempersilahkannya bicara.

"Selain foto-foto dan video hasil survey di desa itu, apakah ada bukti lain yang memperkuat berita kita?"

"Ada! Aku punya rekaman pengakuan dari salah satu gadis di desa itu. Tapi belum waktunya kuserahkan pada kalian. Akan kuberikan di hari ketika berita tentang Welasti kita tayangkan."

"Hari ketiga? Kita akan sampai pada puncak berita? Bapak yakin?" Calis benar-benar ragu dengan keputusan Sander kali ini.

Biasanya dalah sebuah berita berseri untuk mengangkap suatu kasus, mereka butuh sekurangnya satu bulan. Sampai berita mencapai puncak dan pihak yang dituju tepat sasaran. Kali ini Sander mempercepat prosesnya dengan luar biasa.

Sander menoleh pada Calista. Gadis itu terlihat cemas dengan berita tentang Welasti. Sander mengerti, berita ini bukan hanya berita tentang sebuah desa. Berita ini akan mengusik ketenangan banyak orang.

Sejak awal, Sander ingin berita ini menjadi fenomenal untuk mengangkat nama Media terkini. Setelah kedatangannya pertama kali ke desa itu, Sander telah bertekad untuk membongkar semua kebusukan di Welasti.

Lalu pertemuan dengan Wuri dan mendengar nasib para gadis muda di desa itu, tujuan Sander semakin bertambah. Dia juga ingin menyelamatkan masa depan para gadis muda yang ada di sana. Sander memang pecinta hasrat, tapi semua itu hanya demi melampiaskan kemarahan pada masa lalunya. Untuk memperlihatkan pada dunia, bahwa ketika satu wanita menyingkirkan dirinya maka akan ada ribuan wanita lain yang bersedia memuja.

"Ya, Calista. Tiga hari. Aku ingin di hari ke lima belas kita sudah meliha hasil dari berita ini. Pembangunan akses jalan menuju Welasti dibuka. Bukan sekedar jalan biasa, aku ingin itu adalah jalan besar. Jalan raya, dan hanya Samsul yang punya kekuatan mewujudkannya."

Rahang Sander mengeras. Matanya berkilatan menyapu seisi ruangan. Beberapa orang staff Media Terkini menundukkan kepala. Lalu sebagian lagi memilih berpura-pura sibuk dengan geas kopi mereka.

Dengan wajah sekeras itu, mereka tahu Sander sudah dalam tekad bulat dan tidak ingin dilawan. Lebih baik sekarang mereka mengikuti alur yang sudah Sander atur. Lagi pula, di atas semuanya, Sander adalah orang yang akan bertanggung jawab dengan semua berita yang terbit di Media terkini.

"Baiklah, sekarang kalian semua bisa kembali ke tempat kerja masing-masing. Malam ini, sebelum semua berita kusetujui untuk diterbitkan, tidak ada yang boleh pulang. Terutama semua editor harus bekerja cepat."

Beberapa mulut tampak mengeluh. Selalu saja mereka harus bekerja keras di saat ada berita genting yang sedang ingin ditampilkan. Semua waktu yang mereka berikan untuk bekerja di Media Terkini, sebetulnya sepadan dengan upah yang mereka terima.

Media terkini di bawah kepemimpinan Sander, terkenal memberikan kesejahteraan dan bonus yang sangat banyak untuk para karyawan. Meski mereka semua perlu bekerja keras untuk itu.

"Dalu, masuk ke ruanganku. Aku perlu bicara denganmu."

Dalu mengangguk, tidak biasanya wajah Sander gelisah saat memanggilnya ke dalam ruangan.