Mata Sander berkilatan ketika dia membaca sebuah email dari Samsul.
'Tarik berita itu kembali, atau aku akan membuat perusahaanmu tumbang!'
Tentu saja berita tentang Welasti menyinggung pejabat pemerintahan. Di desa yang terletak tidak terlalu jauh dari ibu kota ada tempat yang penduduknya memiliki kehidupan sangat rendah. Lalu dengan begitu mudah mereka memilih jalan pintas yang ditawarkan.
Masalah di desa itu sekarang bukan hanya kemiskinan. Tapi, juga moral yang mulai tergadaikan. Sander masih memilah satu per satu surat keberatan dan berbagai respony yang dia terima karena peluncuran berita.
Ketika Calista tiba-tiba masuk dengan membawa kertas lain.
"Sebuah LSM mengirimkan pesan. Mereka meminta kita untuk menunjukkan letak desa itu. Sebuah kerja sama ditawarkan. Mereka akan membentuk tim perlindungan anak dan perempuan untuk menggugat pihak yang seharusnya bertanggung jawab," Calista membeberkan secara langsung pada Sander.
Sambil melihat ke arah Calista yang masuk dan berceloteh tanpa henti, Sander pun hanya tersenyum. Jurnalisnya yang satu ini selalu punya cara berbeda untuk masuk ke ruangannya.
"Selamat pagi, Calista." Sander memberi sapaan telebih dulu.
Membuat wajah Calista mendadak tersipu malu. Dia bahkan tidak mengucapkan salam atau sapaan saat masuk ke ruangan Sander. Gaya Calista yang selalu masuk begitu saja awalnya selalu menjadi masalah bagi Sander dan Calista. Tapi, sekarang mereka berdua tidak ada masalah lagi dengan itu.
"Pagi Pak, maaf tadi saya terburu-buru masuk untuk menyampaikan pesan ini. Sepagian orang dari LSM itu telah beberapa kali mengirim pesan. Sepertiny mereka sangat tidak sabar untuk terlibat."
Tatapan tajam Sander diarahkan pada kertas yang ada di tangan Calista.
"Bahkan jika kau tidak terburu-buru pun, kau akan masuk dengan cara yang sama."
Calista membenarkan ucapan Sander. Wajahnya bersemu malu. Dia tidak ingin lagi membahas masalah itu. Setelah beberapa saat keduanya terdiam. Lalu Sander memberikan instruksi pada Calista.
"Dengar Calista, aku yakin akan ada banyak sekali pihak yang ingin melibatkan diri untuk menangani masalah desa Welasti. Masalahnya, kita tidak tahu persis apa tujuan mereka. Kau pasti tahu banyak LSM sekarang yang hanya ingin mengangkat nama mereka sendiri. Dengan begitu mudah bagi mereka untuk mendapatka sponsor kegiatan. Itu artinya uang dan kesejahteraa bagi anggotanya."
"To be Honest, yes!"
"Berita ini kita terbitkan untuk mengangkat nama media kita sendiri. Lalu tujuan besarnya adalah untuk membuka desa itu agar terhubung dengan dunia luar. Aku berharap dengan begitu, warga desa punya pilihan lain dalam melanjutkan kehidupan."
Calista dan Sander saling berpandangan. Berusaha mengerti dan memahami tujuan pekerjaan mereka.
"Penolakan ini akan membuat kita berhadapan dengan banyak pihak, Bos." Calista terlihat gelisah dengan keputusan Sander.
"Sejak kapan kita takut akan sebuah permusuhan. Fokus pada tujuan! Siapkan meeting di ruang besar. Sebentar lagi kita akan meeting untuk penerbitan naskah kedua."
Kata-kata Sander yang percaya diri menimbulkan keberanian dalam diri Calista. Sander selalu mampu menjadi pemimpim yang mengambil keputusan tanpa ragu. Itu pula yang membuat orang-orang yang bekerja di bawah Sander merasa nyaman.
"Ok Bos!" Calista melangkah keluar dengan lebih antusias dibandingkan saat dia masuk ke dalam ruangan Sander.
Saking antusiasnya, nyaris saja dia menabrak Dalu yang baru akan mengetuk pintu.
"Wah … Calis, aku pikir aku akan jadi orang pertama yang masuk ke ruangan bos besar kita. Tapi, kelihatannya kau sudah tinggal di dalam sejak semalam ya?" Dalu menggoda gadis di hadapannya.
Calista adalah jurnalis muda yang cerdas. Sayangnya, gadis itu tidak terlalu tertarik dengan urusan pria dan cinta. Gayanya yang tomboy selalu jadi sasaran Dalu dan teman sekantor lain untuk menggodanya.
Enggan menanggapi candaan Dalu, Calista mengibaskan kerta di depan wajahnya dan berlalu. Dalu lalu masuk ke dalam ruangan Sander.
"Kau pasti sudah membaca semua kertas yang ada di mejamu. Tepat sesuai dugaan, berita tetang Welasti menaikan penjualan Media Terkini lebih banyak dari sebelumnya. Hampir tiga kali lipat." Dalu berkata sambil mengambil tempat duduk di depan Sander.
"Ini baru permulaan. Kita akan menjadikan berita itu headline sampai dua hari ke depan. Penduduk Welasti harus dikeluarkan dari keterpurukan mereka." Mata Sander berkilatan saat mengatakan hal tersebut pada Dalu.
"Gadis itu masih di rumahmu?" tanya Dalu.
Tentu saja Sander langsung mengerti bahwa yang Dalu maksud adalah Wuri.
"Ya,"
"Apa … dia baik-baik saja di rumahmu?"
"Hey! Apa maksudmu?"
"Ha ... ha … ha! Kita semua tahu reputasi Sander Brandt tentang wanita."
Melihat Dalu tertawa meledeknya, Sander hanya menanggapi dengan mata dingin.
"Aku memang menyukai wanita. Tapi, aku bukan pemuja mereka. Mereka yang akan bertekuk lutut di hadapanku. Karena aku punya segalanya."
Dalu menghentikan tawanya. Dia lalu menatap Sander tajam.
"Jangan kau samakan semua wanita dengan Arinda. Dia bahkan telah memberimu pelajaran bahwa harta yang kau punya tidak bisa membuatnya bertahan bersamamu."
Wajah Sander berubah kaku mendengar kata-kata Dalu.
"Tapi, aku juga telah membuktikan bahwa harta dan kedudukan yang aku punya bisa membuatku memiliki segalanya. Semua orang mengatakan bahwa cinta yang membuat bahagia. Aku akan buktikan bahwa hanya harta yang membuatmu berharga!"
Dalu menggelengkan kepala. Setelah kepergian Arinda, Sander tidak pernah berubah. Saat dia mengatakan tentang Wuri, Sander berharap gadis itu bisa menjadi peredam keangkuhan dalam diri sahabatnya.
Tapi, ternyata Sander masih tetap saja sama. Harta dan kekuasaan menjadi tujuannya yang utama. Arinda membuatnya begitu terluka.
"Kenapa kau membahas dan menyebut nama wanita itu sepagian ini? Kau membuat hariku tidak menyenangkan. Keluarlah! Persiapkan meeting untuk peluncuran berita hari kedua!" Sander menghardik sahabatnya. Hardikan yang sebenarny Sander sampaikan untuk menutupi kegelisahan hatinya sendiri.
Setiap kali nama Arinda disebutkan, setiap kali pula Sander akan teringat pada rasa sakit yag pernah Arinda berikan. Cinta pertama yang memberi Sander pelajaran berharga.
"Aku hanya ingin kau menyembuhkan rasa sakitmu. Kau tahu, rasa sakit yang dipelihara terlalu lama bisa membuatmu mempercayai sesuatu yang salah."
Berusaha mengabaikan kata-kata Dalu, Sander kembali mengangkat kertas-kertas yang ada di mejanya.
"Tutup lagi pintunya saat kau keluar. Minta Lia masuk ke ruanganku sekarang!" Sander mengusir Dalu.
Sahabatnya itu sama sekali tidak tersinggung dengan sikap Sander. Dia telah mengenal Sander saat mereka sama-sama baru mulai bekerja di Media Terkini. Sander dengan talentanya yang luar biasa langsung melesat menjadi editor kehormatan di Media Terkini.
Namun melesatnya Sander tidak mengubah hubungan persahabatan mereka. Dalu adalah orang pertama tempat Sander meminta pertimbangan saat dia sedang dalam dilema. Baik urusan pekerjaan dan juga urusan pribadi.
Dalu menjadi saksi ketika Sander nyaris kehilangan nyawa karena cinta yang dibawa pergi oleh Arinda. Dalu orang yang paling tahu tentang kedukaan sahabatnya. Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu.