Semoga suka yah dengan ceritaku ini!!!
Hari wisuda adalah hari di mana para mahasiswa akan melepas status mahasiswa mereka menjadi seorang alumni. Hari itu tentu saja adalah hari yang paling bahagia bagi semua orang.
Namun, karena sebuah foto hari wisuda itu menjadi sebuah malapetaka bagi seorang gadis bernama Herra Laiba.
Sebuah foto yang menunjukkan tubuhnya yang setengah telanjang sedang tertidur di sebuah kasur bersama dengan seorang pria. Hal itu tentu saja menghebohkan satu universitas Prima Jaya. Apalagi foto itu dipasang di depan auditorium hingga semua orang yang hadir dapat melihat foto itu.
Herra tentu saja terkejut bukan main. Semua orang mulai memperhatikan dirinya. Banyak yang memandang penuh jijik pada dirinya.
"Bukan. Itu bukan aku. Itu fitnah!" pekik Herra pada semua orang.
Percuma! Tidak ada orang yang mendengar hal itu. Mereka lebih sibuk untuk menghina dirinya.
"Dasar j*la*g! Enggak tau malu!"
"Enggak pantes banget jadi mahasiswa di sini. Bikin malu!"
'plak'
Herra terkejut bukan main ketika pacarnya, Vian Lutfhi, datang seraya menamparnya begitu keras. Terlihat kilatan amarah di wajahnya.
"Aku benar-benar enggak nyangka Her. Bagaimana bisa kau melakukan hal itu sedangkan kau memilikiku?! Apa kurangnya aku sampai kau melakukan itu?! Apa kau butuh uang?! Padahal saat aku menanyakan padamu apakah kau membutuhkan uang, kau mengatakannya enggak perlu. Tapi ini apa?!" murka Vian
"Itu benaran bukan aku Vian. Aku difitnah," bela Herra seraya menangis.
"Bagaimana bisa kau bilang itu bukan dirimu sedangkan foto itu jelas-jelas dirimu?!" sentak Vian
"Itu beneran bukan aku," bela Herra lagi.
"Halah, maling mana ada yang mau ngaku. Udah deh Herra, ngaku aja. Buktinya udah ada di depan mata. Kau mau mengelap bagaimana lagi. Enggak nyangka yah seorang mahasiswa teladan yang katanya polos, ternyata lolos," hina Dara dengan pandangan meremehkan.
Dara Yuniar adalah sosok wanita yang sangat iri dengan apa yang dimiliki Herra. Mulai dari kecantikan, popularitas, bahkan pacar yang tampan.
"Kau jangan ikut campur ya! Ini pasti perbuatanmu kan?! Kau sangat membenciku hingga melakukan semua ini. Katakan pada semua orang kalau itu bukan aku," tukas Herra seraya menarik-naik tangan Dara.
"Apaan sih Hera?! Sakit tau! Lepasin!" pekik Dara
'plak'.
Tamparan yang kedua mengenai pipinya lagi. Herra memandang terkejut pada sahabatnya, Salsa bila Harsa, yang menamparnya.
"Kenapa kau menamparku Sal?!" tanya Herra dengan pandangan terkejut.
"Itu ganjaran untukmu karena sudah berbuat hal yang tidak senonoh. Aku kira kau itu anak baik-baik Her. Aku enggak nyangka selama ini kau berbuat seperti itu. Aku benar-benar membencimu," keluh Salsa
"Kau juga percaya dengan foto itu?! Sal, kau itu sahabatku. Harusnya kau tau siapa yang salah di sini. Itu bukan aku," timpal Herra dengan air mata yang berlinang.
"Foto itu udah menjelaskan semuanya. Mulai saat ini kita bukan sahabat lagi. Aku enggak mau punya teman seorang j*la*g. Jadi menjauh dariku," tukas Salsa seraya pergi dari sana.
"Sal, tunggu! Dengerin aku dulu!" tahan Herra. Tapi....
"Ayo, kamu pulang sekarang!"
Tangannya langsun ditarik pergi oleh papanya. Papanya, Henry John, menyuruh Herra masuk ke dalam mobil. Mamanya, Tasya Kemal, juga ikut masuk dalam mobil.
Herra memilin tangannya gugup. Bagaimana kalau orang tuanya juga percaya dengan foto itu?
Mobil itu telah sampai di depan rumah bergaya American classic itu. Henry kembali menarik tangan Herra masuk dalam rumah dan melemparnya hingga Herra terjatuh di lantai.
'plak'
Tamparan ketiga kembali mengenai pipinya. Herra mengeluarkan air matanya seraya memandang terkejut pada papanya.
"Kamu benar-benar anak yang engga tau diuntung. Kamu membuat kami malu di depan semua orang. Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu?! Apa uang yang papa kasih enggak cukup sampai kamu harus menjadi seorang j*la*g?!" murka Henry
"PA?! Apa papa dan mama juga percaya dengan foto itu?! Aku ini anak kalian! Harusnya kalian lebih percaya padaku," protes Herra
Padahal ia sangat berharap kalau orang tuanya akan lebih mempercayainya. Nyatanya tidak.
"Bagaimana bisa kami tidak percaya sedangkan foto itu terlihat jelas adalah dirimu?! Kau sangat membuat kami malu. Kau lebih buruk dari adikmu," hardik Tasya
"Sekarang kamu keluar dari rumah ini. Kami enggak ingin punya anak enggak tau malu sepertimu. Kamu benar-benar sudah membuat jelek nama keluarga kita. Sekarang kamu pergi. Jangan kembali lagi," tukas Henry
'jderr'
Bagai tersambaf petir ketika mendengar hal itu. Kenapa orang tuanya sendiri tidak mempercayainya?
"Baik. Herra akan keluar. Maaf jika Herra selama ini selalu menyusahkan kalian. Herra janji enggak akan kembali lagi ke sini. Ijinkan Herra mengambil barang-barang Herra di kamar," ujar Herra
Setelah mengambil barangnya, Herra segera keluar dari rumah itu. Bahkan orang tuanya tidak sudi menyentuh tangannya saat ia ingin pamit.
Herra berjalan di tengah teriknya matahari. Ia ingin mencari tempat kos-kosan yang murah. Karena ia sekarang harus banyak berhemat untuk pengeluarannya.
Akhirnya setelah lama mencari, Herra mendapat sebuah kos-kosan yang cukup murah. Setelah membayar biaya untuk per tahun, Herra masuk dalam kamarnya dan duduk di salah satu kursi.
Herra menarik napas yang dalam dan mencoba bersabar. Ia akan mencoba menjalani hidupnya yang baru. Ia akan mencoba menjalani hidupnya yang baru. Meskipun ia tahu jika akan sulit untuk melalui ini semua.
Tapi ia akan berdoa dan selalu meyakinkan dirinya kalau ia bisa menghadapi itu semua. Herra kembali memikirkan kejadian itu. Ia tak menyangka kalau hal itu bakal terjadi di hari yang harusnya menjadi hari yang paling bahagia untuknya.
"Aku enggak mengerti dengan jalan pikiran Dara yang begitu membenciku. Hanya karena kecemburuannya hingga membuat hal keji seperti ini. Apa dia enggak merasa kasihan sesama wanita?" lirih Herra dengan air mata yang kembali jatuh.
Herra bersandar di pintu masuk kos-kosannya itu. Ia memeluk lututnya sambil menenggelamkan kepalanya. Terdengar suara isakan dari tangisannya itu. Bahkan ia sesenggukan karena rasa sakit di hatinya.
Jika ia tak mendapat kepercayaan dari pacar maupun sahabatnya, seenggaknya ia bisa mendapatkan kepercayaan dari orang tuanya. Namun, semua itu nihil. Orang tuanya sama sekali tak mempercayainya. Bahkan mengusir dan mengeluarkan kata-kata kejam yang tak seharusnya mereka lontarkan sebagai orang tua.
Padahal ia ingin sekali mempunyai kenangan indah di akhir masa kuliahnya. Herra segera menghapus air mata yang masih mengalir di wajahnya. Ia bangkit dari duduknya dan menatap dengan mata penuh kilatan semangat.
"Semangat Herra! Buktikan kalau kau bisa mengatasi semua itu!" teriak Herra
To be continued.....