Chereads / My Imagine / Chapter 3 - Temanku, Rizhan

Chapter 3 - Temanku, Rizhan

"Ihh, kenapa tuh orang yah?"

"Kok meluk angin sih?"

"Sudah stres kali yah?"

"Orang gila kali"

"Cantik-cantik gitu kok gila yah? Kasihan banget!"

Seketika Herra melepas pelukannya pada Rizhan dan memandang orang-orang yang memperhatikannya. Herra menjadi heran dengan tatapan orang-orang itu yang seperti memandang aneh dirinya. Orang-orang itu nampak berbisik melihat ke arahnya.

Ada yang salah yah dengan cara berpakaianku? Atau make up-ku menor kali yah? ~ batin Herra menautkan alisnya.

"Kenapa orang-orang itu seperti aneh padaku?" tanya Herra pada Rizhan dengan pandangan bingung.

Rizhan tersenyum manis hingga lesung pipinya terlihat.

"Karena mereka kira kamu itu gila," jawab Rizhan santai.

Herra langsung melototkan matanya dengan mulut yang terbuka. Apa?! Dia gila?! Enggak bener nih orang-orang!

"What?! Bagaimana bisa mereka mengira aku seperti itu?! Aku ini masih waras tau. Liat aja pakaianku seperti orang normal. Liat juga dandananku yang bagus ini. Masa orang cantik kayak aku dikira gila sih," protes Herra dengan tangan yang diliat sambil mempoutkan bibirnya kesal.

"Kamu dikira gila karena berbicara padaku," timpal Rizhan dengan senyuman manis.

"Kok gitu sih?! Emang salah aku berbicara padamu?" tanya Herra yang semakin terbingung dengan perkataan Rizhan.

Rizhan tersenyum maklum.

"Kalau menurutmu sih enggak salah karena kamu bisa melihatku. Beda halnya dengan mereka. Mereka enggak bisa melihat diriku," jelas Rizhan mengelus rambut Herra.

"Loh?! Kok gitu?! Kamu kan nyata berdiri di hadapanku," sanggah Herra yang kembali dibuat bingung dengan perkataan Rizhan.

"Aku tau kalau aku sedang berdiri di hadapanmu. Tapi beneran hanya kamu aja yang bisa lihat aku. Orang lain enggak bisa," ulang Rizhan dengan tatapan meyakinkan.

Herra menautkan alisnya untuk mengerti perkataan Rizhan.

"Kamu kan bukan hantu," komentar Herra lagi.

"Iyah kamu benar aku bukan hantu. Tapi, aku ini kan teman khayalanmu. Jadi hanya kamu saja yang bisa melihatku," jawab Rizhan kembali.

"Ohh, jadi gitu cara kerjanya. Hanya aku aja gitu yang bisa melihatmu. Orang lain enggak bisa. Karena kamu itu teman khayalanku aja," timpal Herra yang akhirnya mengerti.

"Iyah kamu benar," balas Rizhan seraya tersenyum manis pada Herra.

"Ya udah, enggak apa-apa deh. Yang penting sekarang aku memiliki teman. Aku juga enggak akan kesepian lagi. Aku enggak peduli dikatain gila oleh mereka. Yuk, aku ajak ke rumahku," ajak Herra menarik tangan Rizhan.

Rizhan tersenyum indah saat Herra menarik tangannya. Dan tentu saja itu menjadi perhatian banyak orang lagi pada Herra karena dikira gila.

Saat sampai di depan pintu kosnya, Herra mempersilahkan Rizhan untuk masuk. Rizhan pun masuk dan melihat sekeliling kamar kos Herra. Tidak terlalu besar, tapi muat untuk tinggal satu atau dua orang. Minimalis, namun nyaman.

Kamar kos Herra bisa dibilang cukup lengkap dengan ada ruang keluarga, dapur, kamar mandi di dalam dan satu kamar. Rizhan memilih duduk di kursi ruang keluarga.

"Apa boleh aku tanya sesuatu?" tanya Herra seraya ikut duduk di samping Rizhan.

"Boleh. Tanya saja," jawab Rizhan dengan senyuman manis.

Herra pun jadi ikut tersenyum melihat hal itu. Herra jadi berpikir apakah teman khayalannya ini terlalu sempurna. Karena ia meminta seorang pria yang sangat tampan. Ia jadi merasa sedikit egois. Itulah sifat manusia yang selalu menginginkan hal lebih.

"Apakah kamu makan atau minum?" tanya Herra serius.

"Untuk saat ini aku enggak bisa melakukan banyak hal untuk kegiatan manusia. Karena tujuan utamaku adalah untuk menemanimu. Jadi makan atau minum aku enggak perlu," jelas Rizhan runtut.

"Untuk saat ini? Apa maksudnya?" tanya Herra menautkan alisnya.

"Maksudnya aku bisa melakukan hal itu seperti makan atau minum ketika interaksi kita berdua sudah lebih banyak," ungkap Rizhan serius.

"Ohh, jadi kamu bisa melakukan kegiatan manusia juga jika kita udah banyak berinteraksi. Interaksi seperti apa? Banyak berbicara gitu?" tanya Herra kembali yang terlihat sangat penasaran.

"Bukan hanya itu. Seperti kamu selalu memegang tanganku, memelukku juga bisa atau menciumku itu yang paling berpengaruh," jelas Rizhan dengan senyumannya yang lebar.

"What?! Ci-ciuman yang paling berpengaruh?!" pekik Herra dengan pipi yang mulai memerah.

Jujur selama berpacaran dengan Vian saja ia tak pernah melakukan hal itu. Palingan hanya sekedar memegang tangan, memeluk, atau mencium kening. Sebut saja ia wanita yang kolot. Padahal dia sudah sering melihat drama atau film percintaan yng isinya ciuman. Bahkan ada adegan ranjang juga. Tapi itulah Herra Laiba. Dia tetap tak bisa melakukan hal seperti itu di dunia nyata.

"Iyah. Apalagi cium di sini," ujar Rizhan seraya menunjuk bibirnya yang tebal itu.

"H-hei, kamu kan bertugas jadi temanku. Ma-masa aku cium temanku sendiri sih," komentar Herra yang menjadi gugup sekarang karena pernyataan itu.

Mana mungkin ia melakukan itu sedangkan status mereka yang bukan sepasang kekasih. Apalagi Rizhan itu hanyalah teman khayalan saja.

"Iyah, aku tau. Aku kan cuma menjawab apa yang kamu tanyakan. Enggak perlu cium juga, cukup pegang tanganku atau memelukku itu juga ampuh kok. Walau agak lama," balas Rizhan dengan runtut.

"Jadi maksudnya kayak upgrade gitu yah?" tanya Herra

"Iyah," jawab Rizhan

Herra menganggukkan kepalanya, mengerti bagaimana cara kerja dari teman khayalannya itu.

"Kayak main game virtual aja jadinya," komentar Herra dengan nada bercanda.

Rizhan tertawa mendengar perkataan yang keluar dari mulut Herra. Herra sangat lucu di matanya.

"Kamu lucu Herra. Aku suka deh," ujar Rizhan dengan tawanya yang pecah.

'deg'

Kenapa jantungku tiba-tiba berdetak begitu cepat kala mendengar perkataan Rizhan? Aku enggak mungkin suka dengan teman khayalanku sendiri. Bagaimanapun dia kan enggak nyata ~ batin Herra seraya memegang dadanya.

"Kok melamun Herra?" tanya Rizhan mendekat ke arah Herra sambil melambaikan tangannya pada Herra.

Herra terkesiap karena jarak wajah Rizhan yang sangat dekat dengannya. Sontak Herra menjauhkan sedikit tubuhnya.

"O-oh enggak apa-apa kok. Hanya sedikit kaget kamu mengatakan suka padaku," timpal Herra dengan gugup.

"Aku suka punya teman seperti kamu. Kamu baik Herra ," ujar Rizhan Kembali tersenyum lembut.

"O-oh gitu. Aku juga senang punya teman kayak kamu," balas Herra yang masih berusaha menetralkan degup jantungnya yang menggila.

Rasanya degup ini lebih kencang daripada yang ia rasakan saat bersama dengan Vian. Entah mengapa, ia merasakan hal lain dalam dirinya ketika semakin lama menatap wajah Rizhan yang terbilang sangat tampan itu.

Apalagi Rizhan yang senantiasa tersenyum manis. Membuat jantungnya tak karuan saja. Namun, ia tak menyesaki keputusannya sama sekali.

Bagaimana bisa aku berpikiran hal yang lebih ~ batin Herra

To be continued...