"Makasih yah Pak," ucap Herra seraya memberikan ongkos pada taksi yang ia naiki.
"Makasih Nona," ucapnya
Setelah itu, Herra segera berlari menuju kamar kosnya itu. Ia harus mengonfirmasi sesuatu saat ini. Hatinya sangat berkecamuk dan gelisah.
Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Tapi tak menemukan keberadaan sosok itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya.
"Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan.
"Aku di sini. Kenapa?" tanya Rizhan dengan santai.
Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang bergemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan. Seakan ini menuntut sebuah penjelasan.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya.
"Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius.
"Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan dengan wajah serius juga. Membuat Herra jadi berpikir kembali.
Herra pun membenarkan apa yang dikatakan Rizhan. Apa mungkin dia yang sudah terlalu berpikir jauh? Itu benar kalau Rizhan tidak akan muncul jika ia tidak memanggilnya. Tak dapat dipungkiri ia sedikit trauma dengan kejadian yang menimpa Darra. Mungkin benar saja itu hanyalah sebuah kecelakaan biasa saja. Tak ada kaitannya dengan Rizhan. Lagipula Rizhan sudah berjanji bukan dengan dirinya.
"Ya udah, enggak apa-apa. Emm, kamu ngapain aja hari ini?" tanya Herra mengalihkan topik seraya menaruh tasnya di meja.
"Aku nungguin kamu pulang," jawab Rizhan seadanya.
Herra terkejut dengan jawaban Rizhan. Kenapa pria itu sangat spontan dan jujur?
"Nungguin aku?! Emang kamu enggak lakukan hal lain gitu?" tanya Herra bingung.
"Aku kan teman khayalanmu. Tugasku hanya menemani dan melindungimu. Apa yang bisa aku lakukan selain itu? Kamu enggak mau melakukan hubungan yang lebih intim denganku," papar Rizhan dengan wajah sedikit cemberut.
"Harus banget yah melakukan hal itu supaya kamu bisa hidup kayak manusia?" tanya Herra memastikan.
"Tentu saja. Kamu kan yang panggil aku," jawab Rizhan dengan santai.
"Kalau aku cuma pegang gini. Bisa?" tanya Herra seraya memegang tangan Rizhan dengan pelan.
"Bisa kok. Tapi aku mau lebih," ucap Rizhan dengan nada menuntut.
"Maksudnya. Ah!" pekik Herra karena Rizhan yang tiba-tiba memeluk tubuhnya dengan erat.
"Kayak gini baru enak," timpal Rizhan memeluk erat tubuh Herra.
Entah kenapa Herra tidak memprotes Rizhan yang memeluknya. Herra malahan membalas pelukan itu. Sungguh pelukan Rizhan membuatnya agak lega dari penatnya pekerjaan hari ini. Ia bahkan tersenyum begitu lebar dalam pelukan itu. Lain halnya dengan Rizhan yang seperti memberikan tatapan yang penuh dengan misterius.
***
"Auhh"
"Auchh"
"Sakittt banget!"
"Sakittt! Ah!"
"Ri-Rizhan!"
"Herra kamu kenapa?! Apa yang terjadi padamu?!" teriak Rizhan yang sangat terkejut melihat Herra dalam keadaan yang sepertinya sangat sakit.
Herra terus memegangi perutnya yang sakit. Hingga keringat membasahi keningnya. Bahkan wajahnya tampak sangat pucat. Membuat Rizhan dilanda kebingungan dan kecemasan yang tinggi.
"Pe-perutku sangat sakit Rizhan. Aku enggak tahan," keluh Herra seraya menggenggam erat tangan Rizhan. Terlihat sekali kesakitan di wajah itu hingga membuat Rizhan tak tega.
"Kamu sakit perut kenapa? Apa yang kamu makan?!" tanya Rizhan dengan wajah panik.
Herra menggeleng lemah atas pertanyaan itu.
"Terus karena apa? Apa kamu lagi kedatangan tamu?" tanya Rizhan kembali.
Herra langsung mengangguk kuat. Rizhan langsung menghela napas lelah. Rizhan memegangi dagunya seraya berpikir. Apa yang harus ia lakukan untuk menbuat sakitnya Herra hilang? Setelah mendapat cara, ia pun memajukan wajahnya pada Herra.
'cup'
Tiba-tiba saja Rizhan mencium bibirnya Herra. Herra terkejut dengan tindakan Rizhan itu. Tapi ia tidak bisa berbuat lebih karena rasa sakit di perutnya. Herra pun membiarkan Rizhan yang menciumnya. Tapi ia sama sekali tak membalas ciuman itu.
Ciuman itu berlangsung sekitar tiga menit hingga Rizhan melepas ciuman itu karena Herra nampak kehabisan napas. Rizhan menatap dalam pada wajah Herra, lalu ia segera berlalu pergi dari kamar Herra. Herra memandang bingung pada Rizhan.
Rizhan berjalan ke arah dapur. Ia melihat panci yang tergantung. Ia mencoba perlahan untuk mengambil panci itu. Dan gotcha!
Rizhan bisa menyentuh panci itu. Ia tersenyum senang karena bisa memegangnya. Dengan segera ia membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan untuk membuat minuman pereda nyeri untuk Herra. Jangan bingung. Rizhan sangat tahu karena Herra-lah yang meminta sosok pintar pada dirinya. Jadi, hal seperti itu tentu saja sangat gampang untuknya.
Rizhan dengan serius menyeduh beberapa bahan herbal. Setelah dirasa cukup ia pun mengambil saringan dan menyaringnya. Tak lupa ia juga membawa handuk yang hangat. Rizhan segera membawa semuanya ke dalam kamar Herra.
Herra masih terlihat memegang perutnya. Rizhan pun segera duduk di dekat Herra. Ia menaruh kepala Herra di pahanya.
"Herra, ayo bangun. Kamu minum ini yah," ucap Rizhan seraya mengangkat kepala Herra.
"Ini apa? Siapa yang buat?" tanya Herra dengan nada yang lirih dan bingung.
"Nanti aja aku kasih tau. Yang penting sekarang kamu minum dulu yah. Tenang aja, ini aman kok. Aku jamin," timpal Rizhan dengan mantap.
Mendengar nada serta tatapan Rizhan yang terlihat meyakinkan membuat Herra menurut untuk meminum minuman itu. Herra sedikit berhenti sejenak untuk minum karena rasanya yang sedikit pahit. Tapi ia kembali dipaksa oleh Rizhan. Akhirnya minuman itu selesai diminum. Herra pun kembali berbaring.
"Sini," ajak Rizhan menarik tangan Herra.
Rizhan menaruh kepala Herra di dadanya. Saat Rizhan ingin mengangkat piyamanya, Herra langsung menghentikannya karena terkejut.
"Tenang aja Herra. Aku hanya mau buat perutmu terasa hangat. Aku enggak mau ngapa-ngapain kok," jelas Rizhan yang tahu apa yang dikhawatirkan wanita itu.
Herra pun mengizinkannya karena tatapan Rizhan yang meyakinkan. Rizhan kembali mengangkat piyama itu dan menaruh handuk hangat di perutnya Herra. Seketika Herra langsung merasa perutnya agak baikan. Ia merasakan perutnya sedikit nyaman dengan kehangatan itu.
"Bagaimana? Masih sakitkah?" tanya Rizhan dengan wajah yang masih khawatir.
"Udah enggak terlalu sakit lagi. Makasih yah Rizhan," jawab Herra tersenyum lirih.
"Iyah, aku kan udah janji untuk melindungimu. Kamu istirahat lagi yah," balas Rizhan mencium kening Herra dengan lama.
Herra menutupi matanya untuk meresapi kelembutan ciuman di keningnya.
Herra pun menuruti perkataan Rizhan. Ia tertidur di dalam pelukan Rizhan yang begitu hangat. Ia merasakan kehangatan atas semua perlakuan Rizhan padanya. Bahkan ia melupakan bagaimana cara Rizhan melakukan itu semua.
To be continued....