Sesuai perkataannya, hari ini Herra akan pindah ke apartemennya. Bukan apartemen miliknya sih, melainkan milik perusahaan yang diberikan padanya sebagai seorang asisten pribadi. Sebenarnya kunci apartemen itu sudah diberikan padanya saat hari pertama masuk kerja. Hanya saja baru hari ini Herra memiliki kesempatan untuk pindah. Karena banyak pekerjaan menumpuk di perusahaannya membuat wanita itu harus fokus dulu pada pekerjaan utamanya.
Herra sudah menyewa jasa pemindahan barang untuk mengangkat barang-barang di kamar kosnya. Tidak mungkin kan dia minta bantuan Rizhan untuk hal ini. Bisa-bisa ada orang yang pingsan nanti melihat barang-barang itu melayang di udara. Tentu saja Herra tak mau kalau hal itu sampai terjadi kan nanti. Bisa-bisa dia akan dituduh sebagai dukun lagi. Bertambah lah sudah rumor yang akan menimpanya nanti.
Setelah dirasa semua barang di kamarnya sudah dibereskan, ia segera masuk ke dalam mobil pengangkut barang itu. Ia sempat mengelap keringat yang ada di wajahnya itu. Jarak antara kos-kosannya dengan apartemen memakan waktu sekitar dua puluh menit. Ternyata jarak antara perusahaannya dengan apartemen itu lebih dekat. Ternyata ini alasan perusahaan memberikan Herra fasilitas ini. Mungkin menghindari terjadinya keterlambatan, apalagi dia adalah seorang sekretaris. Perusahaannya itu memang lah sangat ketat. Makanya Herra harus sangat ekstra disiplin saat ini. Karena itu sudah sesuai dengan gaji dan fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.
Kamar apartemennya terletak di lantai lima. Dia pernah mendengar kalau semakin tinggi lantai apartemen, semakin mahal harga yang harus dibayarkan. Herra juga tahu harga dari satu kamar apartemen 'StarLight' ini. Karena dia sempat searching di Google tentang rentang harga apartemen yang akan dia tinggali ini. Tentu saja harga fantastis yang ia temukan. Untuk lantai satu saja sudah sangat mahal apalagi lantai lima tempat ia tinggali ya. Ia tak dapat membayangkan, berapa tahun ia akan bisa sampai membeli satu kamar saja. Karena saking mahalnya harga satu unit kamar apartemennya itu.
Setelah semua barangnya ditaruh di dalam kamar apartemen itu, Herra memberikan sejumlah upah pada jasa pemindahan barang itu. Herra memperhatikan sekeliling apartemen itu. Satu kata yang dapat diucapkan oleh Herra, yaitu mewah. Terlihat minimalis dan nyaman. Sangat sesuai dengan yang ia inginkan. Syukurlah, karena ia pikir apartemen itu akan terlihat sangat mewah. Bukannya Herra tak menyukai kemewahan, tapi ia tak mau terlalu seperti layaknya Royal.
"Rizhan! Kamu di mana?" panggil Herra dengan sedikit teriakan.
"Aku di sini," balas Rizhan seraya memeluk tubuh Herra dari belakang. Terlihat senyum lebar di wajah Rizhan.
Seketika Herra terkejut dengan pelukan itu. Ia menoleh ke arah Rizhan yang tersenyum manis padanya. Herra pun membalas senyuman itu tak kalah manis.
"Ayo lepasin! Aku harus membereskan barang-barang ini," ucap Herra seraya berusaha melepaskan pelukan Rizhan.
Bukannya melepas, justru Rizhan semakin mengeratkan pelukan itu. Rizhan ini benar-benar terlalu membebani lama-lama!
"Rizhan! Ayolah, aku harus cepat. Besok aku juga harus masuk kerja," protes Herra kembali seraya melepas pelukan itu.
"Iya, ini aku lepasin. Mau aku bantu?" tawar Rizhan dengan senyuman lembut.
"Emang kamu bisa mengangkat semua itu?" tanya Herra dengan bingung. Herra tahu jika Rizhan tak mungkin bisa mengangkat semua itu dengan kekuatan yang Rizhan miliki sekarang.
"Kamu udah lupa yah siapa yang memasakkan makanan untukmu," timpal Rizhan sambil menaik-naikkan alisnya dengan tatapan menggoda.
"Iya juga. Tapi itu berat. Kamu bisa angkat?" tanya Herra memastikan kembali.
"Bisalah. Liat ini," balas Rizhan seraya mengangkat dua kardus di tangannya dengan kuat layaknya manusia.
Herra melebarkan mulutnya ketika melihat betapa kuatnya seorang Rizhan. Padahal satu kardus saja sudah susah diangkat oleh Herra, apalagi dua. Kekuatan Rizhan benar-benar kuat. Seperti seorang pria pada umumnya.
"Ayo, aku antar ini ke kamarmu," tutur Rizhan seraya berjalan naik tangga karena kamarnya ada di atas. Herra tersenyum lebar.
Herra mengikuti langkah Rizhan dengan membawa barangnya yang lain. Akhirnya Rizhan membantu Herra mengangkat semua barangnya. Bisa dibilang kalau Rizhan yang banyak mengangkat barang sedari tadi. Herra juga ingin mengangkat barang-barang itu. Tapi saat melihat Herra tampak keletihan, Rizhan langsung melarang Herra untuk mengangkat barang-barang itu lagi. Jadinya Herra hanya bisa duduk di sofa ruang keluarga sambil melihat Rizhan yang terus bolak-balik mengangkat barang. Herra jadi tampak kasihan pada Rizhan yang membantunya. Pria itu sangat membantunya untuk membawa semua barang itu. Jika saja ia melakukan itu sendiri, dapat dipastikan ia akan selesai esok atau dua hari ke depan.
Peluh keringat di dahinya semakin membuatnya tampak seksi saja. Ketampanan Rizhan bertambah berkali-kali lipat. Eh? Baru kali ini aku liat Rizhan tampak berkeringat. Perasaan waktu panas-panasan kemarin Rizhan enggak berkeringat tuh. Kenapa sekarang malah tampak berkeringat dan juga terlihat sedikit lelah? ~ gumam Herra dengan pandangan tampak bingung.
"Ahh, akhirnya selesai juga. Gimana aku kuat kan?" tanya Rizhan berdiri di hadapan Herra.
Rizhan langsung menampilkan wajah keheranan karena Herra yang tampak melamun. Rizhan mencoba melambai-lambaikan tangannya di depan Herra. Tidak ada respon sama sekali.
"Herra!" panggil Rizhan
Rizhan menyentuh pundak Herra dan alhasil Herra jadi tersadar dan menatap Rizhan dengan wajah polos.
"Ada apa Rizhan? Udah selesai yah. Maaf kalau aku merepotkanmu," ujar Herra seraya berdiri di hadapan Rizhan.
Rizhan menghela napas. Ia menarik tangan Herra untuk duduk kembali. Wanita ini sedang melamun rupanya.
"Harusnya aku yang tanya. Ada apa? Kenapa kamu tampak melamun?" tanya Rizhan mengelus rambut Zeline dengan sayang.
"Me-Melamun?! Siapa yang melamun? Aku enggak melamun kok," sanggah Herra mengalihkan pandangannya dari Rizhan. Tak mungkin ia kasih tahu Rizhan jika ia sedang melamunkan ketampanan Rizhan tadi.
"Yakin? Tadi aku panggil enggak jawab-jawab. Kamu kayaknya ada yang dipikirin," duga Rizhan.
"Enggak ada kok. Sumpah, hanya saja ini pertama kalinya aku melihatmu berkeringat seperti ini. Kamu capek banget yah," ujar Herra seraya mengelap keringat di dahi Rizhan.
"Inilah keuntungan kalau kita melakukan hubungan yang intim. Oh ya, karena aku udah membantumu. Kamu harus kasih aku hadiah," timpal Rizhan.
"Hadiah apa?" tanya Herra
"Aku mau kamu menciumku," jawab Rizhan dengan senyuman.
"Ci-Cium?! Enggak ada yang lain kah?" tanya Herra dengan tampang terkejut.
"Ya udah, kalau enggak mau. Padahal aku udah capek-capek angkat itu semua. Aku...."
'cup'
Ucapan Rizhan seketika terhenti begitu merasakan bibir lembut Herra menyentuh pipinya. Sayangnya itu hanya dua detik. Setelahnya Herra langsung berlari menuju dapur. Rizhan tersenyum lebar seraya memegang pipinya. Ia pun segera menyusul Herra ke dapur.
"Sini aku bantu"
To be continued....