Seorang wanita tampak sibuk memakai polesan make up di wajahnya. Ia mengambil sebuah lipstik berwarna sweet pink dan mengoleskan di bibir tipisnya. Sempurna. Wanita itu segera mengambil tas selempangnya dan menyampirkan di lengannya. Setelahnya ia keluar dari dalam kamarnya.
Wanita itu mendekati dapur dan terlihat tubuh tegap seorang pria yang tengah sibuk memasak. Wangi masakan menerpa indra penciumannya.
"Rajin banget sih Rizhan. Sini aku bantu," ucapnya seraya mengambil alih sutil di tangan si pria.
"Herra, kok kamu berangkat kerja sih," protes Rizhan seraya mengambil alih kembali sutil di tangan Herra. Terlihat alis Rizhan yang menukik.
"Emang kenapa? Hari ini kan aku harus kerja," jawab Herra santai.
"Tapi kan kamu baru aja selesai pindah. Masa mereka enggak mau kasih kamu cuti sehari aja gitu," komentar Rizhan dengan wajah kesal.
"Rizhan, aku enggak apa kok. Lagipula kemarin aku enggak terlalu capek karena kamu udah bantu. Tenang aja," balas Herra dengan senyuman manis.
"Tapi aku tetap aja khawatir. Kemarin malam kamu mengeluh kakimu sakit," timpal Rizhan dengan tegas.
"Udah enggak sakit. Liat nih. Kan kamu udah pijatkan kemarin," balas Herra seraya memegang tangan Rizhan untuk meyakinkannya.
"Ya udah deh, tapi kamu harus hati-hati yah. Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa," ujar Rizhan seraya mencium kening Herra dengan lama.
Herra diam mematung karena ciuman itu. Ia segera mengendalikan dirinya. Tak boleh ada perasaan lebih!
"Ka-kalau begitu. Aku pergi dulu yah," pamit Herra seraya berlalu dari hadapan Rizhan. Ia sampai melupakan untuk sarapan dulu karena terlalu gugup.
Herra segera masuk dalam lift dan berusaha mengatur napasnya. Sumpah dia gugup sekali tadi. Herra merasa akhir-akhir ini sikap Rizhan semakin mengaturnya. Terus bagaimana bisa tadi Rizhan tiba-tiba mencium keningnya? Kenapa juga dia tidak protes dengan tindakan Rizhan itu? Entah kenapa ia juga sedikit senang dengan hal itu. Seperti hubungan suami istri. Herra jadi senyum-senyum sendiri karena hal itu. Namun, detik berikutnya ia langsung menepis pikiran itu.
Eh, aku enggak boleh berpikiran seperti itu. Ingat kata Bulan. Aku enggak boleh memiliki perasaan khusus pada Imagine-ku ~ batin Herra
Begitu lift terbuka, Herra langsung melanjutkan langkahnya ke depan untuk mencari taksi. Setelah taksi itu datang tak lama, Herra langsung menyuruhnya untuk pergi ke Volker Group. Tak lama hanya sepuluh menit saja. Herra pun segera masuk dan melakukan rutinitas pekerjaannya.
Saat bekerja di ruangannya, Herra jadi kembali heran. Kenapa presdirnya itu tak kunjung muncul sejak dia bekerja di sini? Padahal kan dibilang seminggu, tapi ini sudah lewat. Tak ayal, Herra jadi sedikit penasaran dengan perawakan presdirnya itu. Tapi, ia tak mau terlalu memikirkan hal itu bukanlah bagus jika presdirnya itu tak akan datang untuk waktu yang lama. Jadi, ia bisa sedikit bebas dengan tekanan.
***
Tepat pukul lima sore Herra sudah balik ke apartemennya. Saat membuka pintu apartemen, tubuhnya langsung ditimbruk dengan pelukan. Tentu saja Herra terkejut. Pelakunya tidak lain adalah Rizhan.
"Rizhan? Kamu kenapa? Kok tiba-tiba meluk sih?" tanya Herra yang bingung dengan sikap Rizhan yang tiba-tiba.
"Enggak ada kok. Aku cuma kangen aja sama kamu," jawab Rizhan dengan senyuman manis.
Herra menghela napas lelah.
"Aku mau ganti baju dulu. Jangan ngintip!" tutur Herra dengan tatapan tegasnya.
"Iyah"
Setelah mengganti pakaian kantornya, Herra berjalan ke arah ruang televisi. Ia mengambil remot dan menyalakannya. Sudah lama ia tidak menonton drama favoritnya. Mumpung tidak ada kerjaan.
Herra menonton dengan serius drama itu. Bahkan ia tidak menyadari kalau Rizhan duduk di sampingnya. Matanya sudah fokus pada layar lebar di depannya. Rizhan sedikit terkikik melihat wajah Herra yang serius yang menurutnya sangat lucu. Ingin sekali ia mencubit pipi chubby Herra itu.
"Ihh, ganteng banget tuh orang. Coba aja bisa ketemu secara langsung," puji Herra dengan pandangan berbinar.
Tanpa ia sadari, Rizhan menatap marah ke arahnya karena memuji tokoh pria di drama itu. Lagu asik-asiknya nonton, tiba-tiba saja layar televisi itu berubah jadi hitam.
"Eh?! Kok tv-nya mati sih? Remotnya mana yah," ucap Herra mencari keberadaan remot itu.
"Cari ini," imbuh Rizhan seraya mengangkat remot di tangannya.
"Iyah, bawa sini," balas Herra seraya mengambil remot itu tapi dengan cepat diangkat ke atas dengan Rizhan.
"Ihh, Rizhan. Kok gitu sih? Bawa sini remotnya," protes Herra seraya mencoba meraih remot di tangan Rizhan.
"Enggak. Aku enggak mau kasih remot ini ke kamu," kilau Rizhan serat berdiri dari duduknya.
"Loh?! Kenapa?!" tanya Herra dengan wajah heran.
"Kalau aku kasih remot ini lagi, nanti kamu malah asik muji-muji cowok lain. Aku enggak suka," protes Rizhan dengan pandangan marah.
"Kok kamu bilang gitu?! Yah wajar dong aku muji karena akting dan parasnya yang bagus," balas Herra
"Aku enggak peduli! Pokoknya aku enggak suka kalau kamu muji cowok lain di depanku," protes Rizhan kembali.
Herra menatap tidak percaya pada Rizhan.
"Udahlah, aku enggak mau berdebat denganmu. Aku masuk ke kamar aja," ucap Herra seraya pergi dari hadapan Rizhan.
Rizhan membuang remot di tangannya.
"Kenapa sih dengan dia?! Makin lama sikapnya makin mendominasi. Kenapa marah kalau aku muji cowok lain? Dia kan cuma temanku bukan pacarku. Heh, pusing deh. Mending main Insta aja deh," gumam Herra seraya duduk di atas ranjangnya seraya memainkan ponselnya.
Herra men-scroll semua tantangan di Insta-nya. Beberapa kali ia tampak tertawa lucu melihat sebuah video. Ia pun segera menegakkan tubuhnya melihat suatu berita baru di Insta-nya.
"Wah, Jongsuk Oppa main drama baru lagi. Harus nonton ini. Ihh, Oppa kamu ganteng banget sih. Coba aja bisa jadi pacarmu Oppa. Umm," ujar Herra seraya mencium-cium ponselnya.
'sret'
"Herra! Aku udah bilang enggak suka jika kamu muji cowok lain. Apalagi ini, kamu mau menikahinya jika dia ada di sini?! Aku enggak suka ya Herra," protes Rizhan seraya merebut ponsel Herra.
"Cukup! Kamu kenapa sih Rizhan?! Ingat ya, kamu ada di sini hanya sebagai temanku aja. Enggak lebih. Kenapa seakan-akan kamu punya ke daku atas diriku?" protes Herra yang sudah tak tahan dengan sikap Rizhan yang semakin aneh.
"Pokoknya aku enggak suka liat kamu muji cowok lain. Kamu hanya bisa bersamaku Herra," tukas Rizhan.
"Aku enggak ngerti dengan apa yang kamu pikirkan lagi. Mending kamu pergi dulu. Aku ingin sendiri dulu. Jangan muncul sebelum aku panggil," ujar Herra
"Her...."
"PERGI!"
Rizhan pun menghilang dari hadapan Herra bagaikan asap. Herra menahan sakit di hatinya.
To be continued....