Hari mulai berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Herra dan Rizhan. Sungguh pertengkaran itu sangat merusak moodnya setiap hari. Dia hanya kesal dengan sikap Rizhan yang terlalu mengekang dirinya. Dia tidak suka jika Rizhan bersikap mengatur dirinya. Terhitung sudah tiga hari sejak pertengkaran itu terjadi. Kenapa coba pria itu bersikap semakin mendominasi kelamaan? Membuat Herra jadi sangat tertekan dengan sikapnya itu.
Tak ada niatan dalam diri Herra untuk memanggil Rizhan. Ia masih dalam mode marah saat ini. Mungkin dalam beberapa hari amarahnya akan mereda dan dia akan mengajak bicara Rizhan pelan-pelan. Tapi, untuk saat ini ia tak mau memanggil Rizhan dulu. Ia masih kesal jika harus melihat wajah Rizhan. Jadi lebih baik seperti ini dulu.
Selama tiga hari itu, Herra menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi langsung berangkat kerja. Bedanya selama tiga hari ini, Herra tidak sarapan. Biasanya setiap pagi ada saja aroma lezat dari masakan Rizhan. Sekarang tidak ada lagi. Palingan ia hanya sarapan roti dibalut dengan isian selai stroberi. Karena Herra adalah seorang wanita yang minim akan pengetahuan memasak. Ia pernah sekali memasak telur, tapi hasilnya telur itu menjadi gosong dan tak bisa dimakan sama sekali. Salahkan saja orang tuanya yang tidak pernah mengijinkannya untuk ke dapur. Herra terlalu dimanja saat itu hingga pekerjaan rumah tangga ia tidak terlalu pandai. Ia baru menyesalinya sekarang. Harusnya ia bisa mempelajari cara memasak yang dasar saja. Agar ia tak terlalu merepotkan orang lain nanti. Seperti Rizhan contohnya.
Pernah sekali Herra seperti merindukan sosok Rizhan, ia refleks ingin menyebut nama Rizhan. Untung saja ia langsung bisa mengendalikan dirinya. Hanya saja Herra tidak pernah tahu kalau selama tiga hari ini Rizhan tidak pergi dari sisinya. Rizhan terus berada di sampingnya. Hanya saja Rizhan tidak menampakkan dirinya di depan Herra. Mana mungkin ia akan menampakkan dirinya di depan Herra. Yang ada Herra akan semakin marah dengannya. Tentu saja, Rizhan tak mau kala hal itu sampai terjadi.
Rizhan belum memberitahukan pada Herra kalau meskipun Herra tidak menyebutkan namanya, dia tetap bisa datang hanya dengan Herra memikirkannya. Lagipula kekuatan Rizhan semakin lama bertambah dengan ciuman yang beberapa kali ia lakukan dengan Herra. Rizhan hanya menunggu saat Herra membutuhkannya. Tentu saja semua ciuman itu diambilnya secara diam-diam saat Herra tidur.
Seperti malam ini saat Herra berjalan sendirian di jalanan yang sepi. Herra saat itu sedang membeli beberapa bahan masakan yang sudah mulai habis. Ia juga membeli beberapa alat mandinya yang juga sudah habis. Sebenarnya Herra berencana untuk pergi sore hari tadi. Tapi sialnya ia tertidur karena mengerjakan pekerjaan kantor yang ia bawa pulang. Rasa kantuk yang berat membuat wanita itu sampai tertidur di atas meja dengan tangan yang ditelungkupkan. Alhasil saat bangun rasa pegal di lehernya terasa sangat kentara. Herra jadi menyesali perbuatannya itu. Hingga Herra baru terbangun pukul sembilan malam. Terpaksa ia harus pergi malam itu juga. Karena Herra khawatir kalau besok tidak sempat lagi. Karena banyaknya pekerjaan yang ia miliki akhir-akhir ini. Apalagi karena Presdir yang tak kunjung masuk ke perusahaan membuat pekerjaan Presdir itu dilimpahkan ke Herra.
Herra sedari tadi merasakan ada orang yang mengikutinya dari belakang. Tapi Herra berusaha untuk merapalkan doa agar dia selamat. Saat langkah itu semakin dekat, Herra refleks menoleh ke belakang. Nihil, tidak ada siapa pun di belakangnya. Dadanya sangat berdetak kencang saat ini. Ketakutan itu sangat merayap di hatinya.
Apa mungkin hanya perasaanku aja kali yah? Ini nih gara-gara nonton film horor kemarin. Jadi parnoan kan ~ batin Herra yang semakin berkecamuk.
Herra meneruskan langkahnya lebih cepat agar bisa sampai di apartemennya. Bahkan, ia sampai tak sadar sudah berlari dengan kencang. Takut itu semakin kentara di wajahnya. Tanpa ia sadari, memang ada yang mengikutinya. Itu adalah dua orang preman yang ingin merampoknya.
Tapi dengan adanya Rizhan yang selalu ada di sampingnya. Bahaya seperti itu tidak akan terjadi padanya. Seperti sekarang, ia tengah menghajar kedua preman itu di dalam gang yang sempit. Rizhan melakukannya dengan cara memasuki salah satu tubuh preman itu dan membiarkan preman itu saling pukul memukul. Wajah kedua preman itu sudah sangat babak belur. Bahkan, darah sudah memenuhi wajah keduanya.
Aku tidak akan membiarkan kalian menyentuh seujung jari tubuh Herra. Kalau sampai itu terjadi, kalian akan mati di tanganku ~ batin Rizhan seraya meninggalkan dua preman yang tergeletak tak sadarkan diri.
***
Akhirnya Herra sampai di dalam apartemennya. Sungguh jantungnya berdetak sangat cepat tadi. Perasaannya begitu was-was tadi. Herra takut kalau orang yang mengikutinya itu adalah orang yang cabul yang ingin memperkosanya. Ia harus selalu waspada kali ini.
Herra mengambil langkah untuk duduk di sofa ruang tamu sejenak. Ia mengistirahatkan tubuhnya sejenak sebelum mengatur barang-barang yang ia beli.
Saat sudah merasa agak tidak lelah, Herra langsung mengambil kantong belanjaannya itu dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa kering. Sungguh lari yang kencang tadi membuat rasa haus begitu menyiksanya.
Namun, karena tidak memperhatikan jalan, kakinya tersandung oleh meja makan. Herra memekik kesakitan hingga melempar belanjaan di tangannya. Hingga belanjaan itu berserakan keluar.
"Aduhh! Sakit banget! Ahh! Rizhan, kakiku sakit!" pekik Herra yang tanpa sadar memanggil nama Rizhan.
'grep'
Herra terkejut karena seseorang mengangkat tubuhnya. Ia lebih terkejut saat tahu orang itu adalah Rizhan. Ia pun baru mengingat kalau ia tanpa sadar memanggil nama Rizhan. Matanya membola melihat sosok Rizhan yang kini sedang mengangkat tubuhnya.
Rizhan meletakkan Herra di atas meja makan. Setelah itu, Rizhan mengambil kotak P3K yang ada di dekat kulkas. Rizhan mengangkat kaki Herra. Herra pun sedikit memekik karena hal itu. Tangan Rizhan yang hangat merayapi kakinya, bahkan sampai ke hatinya.
Herra memperhatikan dengan serius bagaimana Rizhan yang mengobati kakinya dengan telaten. Hatinya sedikit tersentuh dengan sikap manis Rizhan. Rizhan begitu lembut memperlakukan kakinya itu. Dengan hati-hati ia mengobati kaki Herra yang terluka itu.
"Ishh. Au!" pekik Herra saat obat merah itu mengenai jempol kakinya yang tampak berdarah. Herra tidak tahu kalau kakinya terbentur hingga berdarah. Rasanya sangat sakit.
"Tahan sebentar. Aku mau taruh plester," ucap Rizhan seraya menempelkan plester di kaki Herra.
"Nah, udah selesai," tambahnya dengan senyuman tipis.
Rizhan menatap dengan lembut pada wajah Herra. Entah kenapa ia jadi sedikit sedih dengan tatapan itu. Herra jadi merasakan perasaan bersalah pada Rizhan kini.
To be continued...