"Maafin aku yah," celetuk Rizhan menatap dalam wajah Herra dengan pandangan bersalah.
Herra juga ikut menatap mata coklat gelap itu untuk mencari kebohongan. Nihil, mata itu memancarkan ketulusan. Herra jadi ikut merasakan perasaan bersalah. Herra menundukkan kepalanya sekejap sebelum kembali menatap mata coklat gelap itu.
"Kamu yakin? Aku akan menerima permintaan maafmu jika kamu bersungguh-sungguh enggak akan melakukan hal itu lagi," ucap Herra dengan serius.
"Iya deh, aku akan janji untukmu. Tapi, bisakah kamu menerima permintaanku?" tanya Rizhan dengan pelan.
"Apa?" tanya Herra balik.
"Kamu harus hati-hati dengan orang asing yang mendekatimu. Aku hanya enggak mau terjadi apa pun padamu," pinta Rizhan seraya mengelus dengan pelan pipi Herra dengan lembut.
"Iya, aku akan hati-hati kok. Kamu tenang aja," balas Herra dengan senyuman manis.
"Jadi, aku dimaafin nih?" tanya Rizhan memastikan kembali.
"Iya, aku maafin," jawab Herra kembali dengan senyuman lebar.
"Makasih Herra," timpal Rizhan dengan senyuman lebarnya juga.
Seketika Herra terkejut karena Rizhan yang tiba-tiba langsung memeluknya erat. Herra membalas pelukan itu tak kalah erat juga. Jujur ia merindukan pelukan hangat dari Rizhan. Herra menaruh kepalanya di pundak Rizhan.
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan di pantai?" ajak Rizhan seraya melepas pelukan ihh.
"Tapi, ini udah terlalu malam," balas Herra cemberut.
"Justru karena ini malam, kita lebih bebas untuk berinteraksi. Ya kan?" timpal Rizhan dengan senyuman lembut.
Herra sedikit terkekeh karena pandangan Rizhan yang seperti anak kecil minta permen. Kenapa pria ini harus bertingkah seperti itu?
"Tapi aku takut kalau malam," tutur Herra dengan pandangan khawatir.
"Kan ada aku. Kamu jangan takut, aku ada di sampingmu untuk selalu melindungimu," balas Rizhan dengan senyum yang meyakinkan.
"Tapi aku enggak mau kamu sampai membunuh orang yah. Kalau, buat mereka pingsan enggak apa-apa deh," timpal Herra memastikan.
"Iya, tenang aja. Gimana? Mau pergi?" tawar Rizhan Kembali.
Herra menggangguk kuat. Lagipula ia butuh refreshing karena beberapa hari ini pekerjaannya yang menumpuk di perusahaan hingga membuatnya tak ada waktu untuk beristirahat.
Akhirnya Herra pergi ke pantai dengan Rizhan. Untung saja pantai itu tidak terlalu jauh dari apartemennya. Kalau berjalan hanya sekitar lima belas menit. Beda halnya saat di tempat kos-kosannya, ia harus naik angkutan umum ke sana karena jaraknya lumayan jauh. Hal itu membuatnya jadi senang tinggal di apartemen itu. Semua fasilitas seakan sangat lengkap.
Dinginnya pasir putih menyambut telapak kaki Herra. Ia dan Rizhan sudah melepaskan alas laki mereka sejak mereka sampai di daerah pantai. Mereka meletakkannya di atas gazebo pantai.
Sekarang mereka berdua tengah berjalan santai di pinggiran pantai. Sepi, tentu saja. Mana ada orang yang akan berada di pantai pada waktu tengah malam begini. Itu hanya berlaku untuk Herra dan Rizhan saja. Mereka memang bisa dibilang aneh jika dilihat oleh orang lain.
Jika saja ada orang melihatnya, dapat dipastikan mereka akan mengira Herra adalah orang gila yang berjalan sendirian di pantai pada waktu malam hari. Apalagi sekarang Herra dan Rizhan sedang main kejar-kejaran di pantai. Orang-orang akan lebih terkejut lagi karena melihat Herra melayang di udara karena sebenarnya diangkat oleh Rizhan. Rizhan begitu ringannya mengangkat tubuhnya ke atas. Seperti mengangkat beras lima kilo saja.
"Oh, ada kepiting?!" pekik Herra seraya mendekati kepiting yang tengah berjalan ke arah laut.
"Hati-hati Herra! Kamu mau ikut kepitingnya ke dalam laut?" omel Rizhan karena Herra tidak sadar mengikuti langkah kepiting ke arah laut yang semakin dalam.
"Eh, iya yah," ujar Herra seraya terkekeh dengan tingkah anehnya.
Rizhan menggelengkan kepalanya dengan senyum tipisnya. Lalu, ia menarik tangan Herra menuju ke arah gazebo. Sudah cukup lama mereka bermain. Sebaiknya istirahat sejenak. Herra pun menerima ajakan itu.
Sekarang Herra tengah menatap hamparan laut yang terlihat sangat indah menurutnya di malam hari. Sangat tenang saat melihat itu. Membuat semua masalah yang ada membuatnya langsung hilang begitu saja.
"Cantik. Aku enggak pernah ke pantai malam-malam gini," celetuk Herra dengan pandangan kagum.
"Iya, cantik banget," timpal Rizhan yang malah menatap wajah Herra ketimbang hamparan laut itu. Tentu saja wajah Herra tampak lebih bagus menurutnya.
Tanpa sadar Rizhan mendekatkan wajahnya ke arah leher Herra. Herra yang mengikat cepol rambutnya, memperlihatkan leher jenjang putihnya. Rizhan mencium aroma wangi dari leher Herra, hingga tak sengaja menciumnya.
'cup'
Herra terkesiap dengan ciuman tiba-tiba yang dilakukan oleh Rizhan. Herra menatap terkejut ke arah Rizhan. Apa yang dilakukan pria ini?!
"A-Apa yang kamu lakukan?" tanya Herra dengan nada gugup dan mata yang melebar.
"Ma-Maaf Herra. Aku enggak sengaja. Hanya saja aromamu sedikit berubah. Kamu memakai parfum yah?" tanya Rizhan menatap dalam Herra.
"I-Iya. Kenapa? Enggak enak yah baunya?" tanya Herra seraya menatap wajah Rizhan seakan meminta pendapat.
"Enak kok baunya. Tapi aku lebih suka aroma aslimu. Yang enggak pake apa-apa," balas Rizhan dengan senyuman manis.
"Ma-Masa sih?! Yang ada bau tau kalau enggak pake parfum. Bau keringat yang malah muncul," timpal Herra jadi memajukan mobilnya.
"Aku beneran tau. Masa aku bohong soal kayak gitu. Kamu harum hanya dengan parfum alamimu," jelas Rizhan dengan tatapan meyakinkan dan tatapan yang dalam.
"Ya udah deh, makasih udah muji aku. Emang kamu tau darimana aku punya wangi alami di tubuhku. Aku aja enggak tau tuh aku punya wangi alami di tubuhku," ujar Herra yang bingung.
"Aku serius tau hal itu. Bukannya kamu yang menciptakan aku agar tau segala hal?" timpal Rizhan dengan serius.
"Oh iya, bener juga. Tapi aku enggak tau akan sampai sepintar itu. Sampai tau aroma-aroma alami tubuh," balas Herra kembali.
"Aku ada sesuatu untukmu," celetuk Rizhan dengan pandangan misterius.
"Apa?" tanya Herra dengan pandangan penasaran.
"Tutup matamu dulu," pinta Rizhan menatap sekilas Herra
"Okey," jawab Herra
Herra menuruti permintaan Rizhan untuk menutup matanya. Tak lama kemudian ia merasa Rizhan menaruh sesuatu di kepalanya.
"Bukanlah matamu," ucap Rizhan
Herra membuka matanya dan meraba-raba atas kepalanya.
"Ini jepit rambut?" tanya Herra menatap Rizhan.
"Iyah," jawab Rizhan.
"Dapat darimana?" tanya Herra karena tidak mungkin kalau Rizhan membelinya. Atau....
"Aku membuatnya sendiri dari benang wol yang ada di kamarmu," jawab Rizhan santai.
"Iyakah?! Wah, Rizhan kreatif banget sih," puji Herra dengan pandangan berbinar.
"Mestilah. Aku melakukan ini untukmu," timpal Rizhan dengan senyuman lebar.
"Makasih yah," balas Herra tersenyum lebar pula.
"Iyah," tutur Rizhan
Herra memandang dengan kagum pada Rizhan. Rizhan membuatnya sangat senang hari ini. Rizhan begitu lembut dengannya.
To be continued....