Seorang wanita tengah mengoleskan sedikit make up ke wajahnya. Wajahnya tampak berbinar. Apalagi saat melihat jepit rambut berwarna merah muda yang ada di rambutnya. Ia masih tidak menyangka kalau Rizhan akan membuatkan sesuatu untuknya. Ternyata ada sisi baiknya juga ia bisa menyentuh sesuatu. Ini benar-benar di luar pikirannya. Rizhan benar-benar sangat perhatian padanya. Meskipun ada sisi buruknya juga sih.
Setelah dirasa cukup dengan riasannya, ia memperhatikan lagi pakaian yang ia kenakan. Pas. Lalu, ia mengambil tas selempangnya dan segera keluar dari kamarnya.
Wangi masakan langsung masuk ke dalam indra penciumannya begitu keluar dari kamarnya. Ia langsung melebarkan senyumannya dan segera melangkah menuju dapur. Sosok tegap itu lagi yang sedang memasakkan sarapan untuknya.
Ia sungguh senang karena sudah berbaikan dengan Rizhan. Ia bisa merasakan kembali kehangatan rumah berkat Rizhan. Rizhan benar-benar bisa membuat rumahnya itu kembali hidup. Rizhan benar-benar sangat bisa memerhatikannya.
Semoga aja ini enggak cepat berakhir, Tuhan ~ batin Herra yang menghangat.
"Mau aku bantu enggak?" tawar Herra mendekati Rizhan.
"Enggak perlu. Lagipula ini udah hampir selesai kok," tolak Rizhan seraya mematikan kompornya.
Rizhan menyuruh Herra untuk duduk dan memberikan seiring nasi goreng seafood padanya. Herra menatap nasi goreng itu dengan tatapan berbinar. Perutnya langsung lapar melihat nasi goreng itu
"Jangan diliatin terus dong. Ayo dimakan," ucap Rizhan mengintrupsinya.
"Iyah" jawab Herra seraya menyuap sesendok nasi goreng itu ke dalam mulutnya.
Herra langsung melebarkan matanya karena rasa dari nasi goreng itu. Sungguh rasanya benar-benar sangat enak dan pas di lidahnya.
"Bagaimana?" tanya Rizhan menatap Herra penuh harap.
"Ini enak banget Rizhan! Rasanya begitu gurih dan nyaman banget masuk ke tenggorokanku," puji Herra dengan mata yang berbinar.
"Syukurlah, ternyata sesuai dengan seleramu," balas Rizhan dengan senyuman.
"Makasih yah Rizhan," ujar Herra tersenyum pula.
Rizhan mengangguk pelan seraya mengelus kepala Herra dengan lembut.
"Kamu akan ke kantor hari ini? Enggak capek kemaren kita agak pagi pulang dari pantai?" tanya Rizhan setelah Herra menghabiskan sarapannya.
"Enggak kok. Lagipula aku cuma harus ketemu klien di luar dulu. Udah ada dijadwalkan. Aku enggak langsung minta izin kan," jawab Herra menyampirkan tasnya kembali.
"Kamu hati-hati yah. Jangan terlalu keras kerjanya. Yang ada nanti kamu sakit lagi. Terus aku jadi khawatir lagi," ucap Rizhan dengan raut khawatir.
"Iyah, Rizhan. Kamu jadi cerewet yah lama-lama," timpal Herra dengan sedikit kekehan.
"Aku ini khawatir padamu tau," balas Rizhan mencubit pipi Herra dengan gemas.
"Au! Iya, aku ngerti. Udah ya, aku berangkat dulu," pamit Herra seraya beranjak meninggalkan Rizhan.
***
Herra sampai di depan kafe bernama "Royal Cafe". Sesuai namanya, kafe itu menggunakan gaya mewah ala kerajaan. Herra sempat bingung, kenapa tidak pesan kafe yang biasa aja. Mereka cuma akan membahas masalah kontrak kerja. Apalagi klien-nya itu memesan ruangan VIP. Sempat ada rasa khawatir. Namun, Herra berusaha menampik itu semua. Merapalkan doa semoga tak ada hal yang buruk yang akan terjadi.
Herra memasuki ruangan VIP atas arahan salah satu pelayan kafe itu. Ruangan VIP itu begitu mewah. Herra melihat klien-nya yang sedang duduk membelakanginya.
"Permisi. Anda Tuan Rayan Juan kan?" tanya Herra dengan sopan.
"Oh ya, anda adalah asisten yang dikirim oleh Volker Group?" tanya Rayan itu kembali.
"Iyah Tuan," jawab Herra sopan.
"Silahkan duduk," ucap Tuan Rayan mempersilahkan Herra untuk duduk di depannya.
Sepertinya dugaanku salah. Tuan Rayan ini kelihatannya baik dan sopan ~ batin Herra yang sedikit melega.
"Baiklah, mana yang harus saya tanda tangani," tutur Rayan to the point.
"Langsung tanda tangan?! Bukannya anda harus mendengarkan persyaratan dari perusahaan kami dulu?" tanya Herra yang terbingung.
"Enggak perlu. Saya takut malah buat cewek cantik kayak kamu menunggu lama," jawab Rayan dengan tatapan menggoda.
Herra langsung tersenyum canggung. Ternyata dugaannya benar-benar terjadi. Herra berusaha untuk tetap bersikap sopan seraya memberikan dokumen yang harus ditandatangani. Herra sedikit terkejut karena Rayan itu tiba-tiba sengaja menyentuh tangannya saat memberikan dokumen. Herra semakin risih saat ini dengan perlakuan Tuan Rayan itu.
Sabar, sabar Herra. Setelah orang ini menandatangani dokumen itu, aku langsung pergi dari sini ~ batin Herra yang sudah mulai meronta.
"Nah, ini saya sudah tandatangani. Makasih yah," ucap Rayan seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Herra menerimanya dengan gugup. Herra kembali terkejut saat Rayan itu mengelus-elus tangannya. Buru-buru ia langsung melepas pegangan itu.
"Karena Tuan sudah menandatanganinya, saya permisi dulu," celetuk Herra seraya bangkit dari duduknya dan berjalan keluar.
Namun, tangannya segera ditahan oleh Rayan. Rayan menatapnya dengan cara tidak senonoh. Herra jadi semakin dibuat risih sekaligus jijik dengan tatapan itu.
"Kenapa cepat sekali perginya? Temani saya makan dulu lah. Saya yang akan membayari kamu nanti," tahan Rayan dengan tatapan sangat tak senonoh.
"Maaf Tuan. Saya masih memiliki banyak pekerjaan di perusahaan. Saya permisi," tolak Herra dengan pandangan sedikit takut seraya berusaha menarik tangannya itu.
"Masa kamu nolak permintaan klien sih? Saya juga tidak akan melakukan apa-apa pada kamu. Ayo," balas Rayan dengan menarik tangan Herra.
"Maaf sekali lagi Tuan. Saya tidak bisa
Saya mohon," tolak Herra kembali.
"Kamu...."
'cklek'
"Pesanannya Tuan"
Melihat ada pelayan yang masuk, menjadikan kesempatan buat Herra untuk kabur. Ia segera menyentak tangan Rayan.
"Maaf Tuan. Anda bisa makan sendiri. Permisi," ucap Herra seraya meninggalkan Rayan dengan takut.
Rayan memandang kesal karena Herra yang pergi. Tanpa mereka sadari ada sosok yang menatap tajam pada hal yang dilakukan Rayan. Siapa lagi kalau bukan Rizhan. Matanya Rizhan memancarkan aura kemarahan.
Kau berani sekali mengganggunya. Sepertinya kau perlu kuberi pelajaran agar tak seenaknya menggoda seorang wanita yang bukan milikmu ~ batin Rizhan seraya pergi dari sana bagai asap.
***
Rayan keluar dari dalam kafe itu setelah membayar biayanya. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya itu.
Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang. Namun mobil itu memberikan reaksi aneh karena tidak bisa direm. Hal itu membuatnya Rayan sangat panik setengah mati. Berulang kali ia tancao tetap tak bisa juga.
"Eh?! Eh?! Mobil ini kenapa?! Kok enggak bisa direm sih?! Loh?!" pekik Rayan yang dibuat sangat terkejut karena mobil itu tidak bisa ia kendalikan.
"Tolong! Tolong! AHH!"
'brukk'
Mobil milik Rayan menabrak truk yang ada di depannya hingga terpental. Semua orang yang ada di sana memekik karena melihat tabrakan itu. Dari semua orang yang tengah berlari melihat kecelakaan itu, ada satu orang yang memandangnya dengan tatapan puas.
To be continued....