Pagi yang sangat cerah mewakili perasaan wanita yang tengah mengoleskan make up pada wajahnya. Senyuman lebar selalu terbit di wajahnya. Mengingat hari ini adalah hari yang bai untuknya. Setelah dirasa cukup, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk segera berangkat bekerja. Tak lupa juga ia menyampirkan tas selempangnya di bahunya itu.
"Selamat pagi Herra," sapa Rizhan dengan senyum yang cerah.
Jujur senyum cerah Rizhan membuat Herra jadi ikutan tersenyum. Hatinya pun jadi sangat senang. Benar-benar candu!
"Pagi juga Rizhan," sapa Herra balik dengan senyuman yang cerah pula.
"Kamu udah mau berangkat?" tanya Rizhan
"Iyah," jawab Herra
"Tapi kamu belum sarapan kan. Seenggaknya sarapan yang dikit dulu," tutur Rizhan mendekati Herra.
"Iyah, nanti aku sarapan di jalan aja. Aku takutnya telat di hari pertama aku masuk kerja. Aku harus buru-buru. Kalau begitu aku pamit dulu yah," ucap Herra seraya keluar dari dalam kosnya.
Tak lupa ia melambaikan tangannya pada Rizhan. Rizhan pun juga membalas lambaian tangan itu.
Herra lebih memilih memanggil taksi hari ini. Ia takut kalau menunggu bus terlalu lama nanti. Bisa-bisa ia jadi telat nanti sampai ke perusahaan. Sungguh ia harus menampilkan image yang baik di hari pertamanya bekerja. Karena itu adalah kesan yang baik untuk menunjukkan citranya. Ia pun berharap agar presdirnya nanti adalah orang yang baik. Yang dapat mengerti keadaan karyawannya. Memikirkan semua itu membuat Herra tidak sadar sudah sampai di depan perusahaan Volker Corp.
Herra menarik napas yang dalam dan memghembuskan napasnya sebelum masuk ke dalam gedung pencakar langit itu. Ia melihat betapa besarnya gedung itu. Bisa dibilang sepuluh kali lipat lebih besar dibanding perusahaan Papanya itu. Dengan ini ia bisa membuktikan kalau dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan kemampuannya sendiri.
Herra segera masuk dalam perusahaan itu dan berjalan menuju ke bagian resepsionis.
"Permisi Mba. Nama saya Herra Laiba, saya sekretaris pribadi yang baru direkrut," ucap Herra dengan sopan.
Resepsionis itu melihat dari atas sampai bawah pada Herra. Herra pun jadi bingung. Apa yang ia kenakan salah? Kenapa Herra merasa tatapan wanita resepsionis itu seperti merendahkannya?
"Tunggu di sini saya akan bertanya pada HRD dulu," ucapnya sambil mengambil telpon di sampingnya.
Entah kenapa Herra merasa kalau resepsionis itu memandang sedikit sinis padanya. Tapi Herra tidak mau ambil pusing hal itu.
Resepsionis itu segera menghubungi bagian HRD. Setelah ia menutup telpon itu, ia kembali memandang Herra. Kali ini tatapannya langsung berubah agak ramah.
"Baiklah Nona Herra. Silakan ikut saya ke ruangan anda," ucapnya seraya berjalan duluan.
Herra pun mengikuti langkah resepsionis itu menuju ruangannya. Ruangan itu terletak di lantai paling atas dari perusahaan itu. Setelah sampai di lantai paling atas, resepsionis itu kembali menuntun Herra.
"Ini ruangannya Nona. Nanti ada kepala manajer yang akan menjelaskan sesuatu kepada anda. Saya pamit," ucapnya seraya meninggalkan Herra di ruangannya.
Herra hanya menggangguk. Selepas perginya resepsionis itu, Herra melihat sekeliling ruangannya. Bagus dan cukup elegan. Ruangan ini membuat Herra merasa nyaman. Di ruangannya ada pembatas kaca antara ruangannya dan ruangan presdir yang tidak terlalu transparan.
'cklek'
"Nona Herra?" sapa seseorang.
Herra langsung membalikkan tubuhnya begitu mendengar suara yang memanggilnya.
"Iya, saya?" balas Herra menatap orang itu.
"Perkenalkan saya Rudy Glenn, saya adalah kepala manajer di sini. Saya hanya ingin memberikan beberapa poin penting pada anda. Pertama, saat ini presdir tidak akan ada di perusahaan selama seminggu ini. Tapi, anda tetap harus melaksanakan tugas anda sebagai sekretaris. Seperti memperhatikan jadwal presdir saat ia pulang nanti. Kedua, anda jangan terkejut ketika melihat presdir menggunakan topeng. Anda tidak boleh mempertanyakan hal itu karena presdir tidak akan suka. Ketiga, jangan sekali-sekali membantah satu katapun dari ucapannya," jelas Rudy dengan runtut.
"Baiklah saya sudah mencatat semua poin penting itu," balas Herra dengan senyuman sopan.
"Kalau begitu saya pamit. Anda sudah bisa memulai pekerjaan anda. Nanti ada beberapa jadwal yang harus anda atur," timpal Rudy dengan wajah serius.
"Baik. Terima kasih pak atas informasinya," balas Herra dengan sopan.
Rudy mengangguk seraya berlalu dari hadapan Herra.
"Ternyata presdir itu banyak hal yang harus diperhatikan. Kayaknya presdir ini galak deh. Haduh, semoga aja aku bisa bertahan di sini," gumam Herra dengan wajah sedikit khawatir.
***
Herra memperhatikan jam tangannya yang menunjukkan waktu makan siang. Herra pun segera menghentikan sejenak pekerjaannya dan keluar untuk membeli makanan.
Herra berjalan menyusuri lorong perusahaan. Entah kenapa sedari tadi ia merasa kalau para karyawan itu memperhatikannya. Herra pun berusaha untuk tidak memperdulikan nya. Lagipula dia saat ini hanya memfokuskan mencari makan siang dan akan kembali ke ruangannya nanti.
"Halo, kamu karyawan baru itu ya?" sapa seorang pria pada Herra.
Herra memandang seorang pria yang bertanya padanya dengan bingung.
"Iya, halo," sapa Herra balik.
"Perkenalkan nama saya Hendry Zynn. Panggil aja Hendry. Saya bertugas sebagai kepala keuangan di sini," sapa Hendry dengan senyuman manis.
Wah, itu posisi yang sangat aku inginkan ~ batin Herra yang meronta.
"Oh ya, salam kenal saya Herra Laiba. Sekretaris pribadi yang baru," timpal Herra dengan sopan.
"Kamu mau ke kantin bareng enggak?" tawar Hendry
"Boleh," jawab Herra segera mengikuti langkah Hendry.
Hendry pun mengajak Herra pergi ke kantin bersama. Tanpa mereka sadari ada yang memberikan tatapan tajam pada mereka berdua.
***
"Terima kasih yah Hendry, udah ngajak sekaligus ditraktir," ucap Herra yang sedang berjalan kembali ke ruangannya.
"Iyah, sama-sama. Anggap saja traktiran untuk teman baru," balas Hendry dengan sedikit kekehan.
"Kalau gitu aku balik dulu yah," pamit Herra segera masuk ke ruangannya.
"Iyah"
Hendry pun juga kembali ke ruangannya. Herra mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Baru akan melanjutkan kerjanya, ia dikejutkan dengan orang-orang yang seperti berlarian di depan ruangannya. Karena penasaran, Herra pun segara keluar dari ruangannya.
"Ini ada apa?" tanya Herra menghentikan langkah salah satu karyawan.
"Itu pak Hendry jatuh dari tangga," jawabnya dengan panik
"Ha?! Kok bisa?!" pekik Herra membulatkan matanya.
"Saya juga tidak tau makanya saya ingin liat ke sana. Ayo kalau anda mau ikut," balas karyawan itu.
Herra akhirnya mengikuti langkah karyawan itu. Dan benar saja begitu Herra sampai, ia melihat tubuh Hendry yang diangkat dengan tiga orang karyawan pria. Di dahinya mengeluarkan darah yang cukup banyak. Herra menutup mulutnya karena terkejut. Kenapa itu bisa tiba-tiba terjadi? Padahal mereka baru saja bertemu.
Entah kenapa Herra langsung kepikiran dengan Rizhan. Rizhan kah yang melakukannya?
To be continued....