Seorang wanita tengah bersiap-siap untuk mencari pekerjaan lagi. Setelah memakai setelan formalnya, ia segera keluar dari kamarnya. Sudah sebulan ini ia terus mencari pekerjaan. Keuangannya sudah semakin menipis, tak mungkin ia akan terus bertahan dengan uang yang tersisa. Pokoknya hari ini, ia harus mendapatkan sebuah pekerjaan. Itu harus!
"Selamat pagi Herra," Sapa Rizhan dengan senyum manisnya.
"Ahh! O-oh, kamu Rizhan. Selamat pagi," balas Herra yang terkejut dengan sapaan Rizhan di pagi hari.
Adanya Rizhan di kamar kostnya itu belum menjadi kebiasaan Herra. Jadi, ia akan terkejut setiap kali Rizhan memanggilnya.
"Maaf yah udah buat kamu terkejut," ucap Rizhan dengan wajah sesal.
"Eh?! Enggak kok. Bukan salah kamu. Aku cuma belum terbiasa aja dengan kehadiranmu," timpal Herra yang sedikit kasihan dengan wajah itu.
"Kamu mau ke mana hari ini?" tanya Rizhan sambil menyandarkan tubuhnya di dinding.
"Aku mau cari kerja lagi. Uang tabunganku udah mulai menipis jadi aku harus cepat-cepat cari pekerjaan," jawab Herra dengan senyuman tipis.
"Tunggu sebentar," ucap Rizhan sambil mendekati Herra.
"Ada ap...."
Perkataan Herra langsung terhenti ketika tangan Rizhan mendarat di bibirnya. Rizhan mengusap perlahan ujung bibir Herra. Wajah Rizhan sangat dekat dengannya sampai ia bisa merasakan deru napas pria itu.
Seketika Herra terpaku pada mata coklat gelap milik Rizhan. Garis rahang pria itu yang sungguh tegas. Sungguh tampan. Itulah yang muncul dalam benak Herra. Kenapa dadanya berdetak kencang sekarang? Detik berikutnya ia pun langsung tersadar dan segera sedikit menepis tangan Rizhan.
"Berantakan yah?" tanya Herra seraya mengambil kaca di dalam tas selempangnya.
"Iyah, lipstikmu kesana-kemari," jawab Rizhan dengan wajah sendu.
"Ihh, malah diledekin. Harusnya kamu tinggal bilang aja. Enggak perlu kamu juga yang mengusapnya," balas Herra seraya memakai lipstik dibibirnya.
Herra sedikit terkejut dengan perubahan wajah Rizhan. Terlihat sedih? Kenapa?
"Ada apa Rizhan?" tanya Herra
"Maaf jika menurutmu aku lancang. Aku hanya melakukan itu karena aku ini temanmu," ucap Rizhan dengan kepala yang menunduk.
Herra jadi sedih melihat Rizhan seperti itu. Entah kenapa ia merasa Rizhan seperti anak kecil yang sedang ngambek. Membuatnya sedikit terkekeh.
"Bukan kayak gitu Rizhan. Aku hanya merasa kurang nyaman aja. Karena ini pertama kalinya aku mendapat perlakuan seperti itu," jelas Herra
"Ohh, kamu belum pernah pacaran?" tanya Rizhan
"Udah, tapi udah putus," jawab Herra dengan senyuman kecil.
"Pria itu pasti orang yang bodoh," timpal Rizhan dengan wajah kesal.
"Emang kenapa?" tanya Herra yang bingung.
"Masa wanita secantik dan sebaik dirimu ditinggalkan. Harusnya dia bersyukur mempunyai dirimu," jawab Rizhan seraya menatap dalam pada Herra.
"Haha, makasih yah Rizhan atas pujiannya. Kamu benar, dia bodoh. Tapi tak apa. Sekarang aku jadi tau bagaimana sifatnya. Mungkin dia emang bukan jodohku," ucap Herra santai.
"Betul"
"Eh, kalau gitu aku berangkat dulu yah. Kamu diam aja di sini," timpal Herra
Rizhan hanya menganggukkan kepalanya. Setelah kepergian Herra, wajah Rizhan berubah sedikit suram.
***
"Wah, benerkah pak?! Saya lolos wawancaranya. Terima kasih pak, bu, atas wawancaranya. Jadi kapan saya bisa bekerja sebagai akuntan," ucap Herra yang sungguh terlewat senang.
Akhirnya setelah lelah mencari pekerjaan di mana-mana, ia mendapat tawaran bekerja di Volker Corp. Perusahaan teknologi yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Perusahaan yang sudah merancang berbagai alat teknologi yang membantu kebutuhan manusia. Herra sangat tidak menyangka akan diterima di perusahaan ini. Apalagi dari rumor yang ia dengar kalau perusahaan itu hanya menerima lulusan S2.
"Maaf Nona. Anda bukan bekerja sebagai seorang akuntan. Anda bekerja sebagai sekretaris pribadi presdir kami," jelas seorang karyawan pria.
"Ha?! Kok sekretaris pribadi yah?! Saya kan melamar sebagai seorang akuntan. Saya lulusan S1 akuntansi," ungkap Herra dengan wajah bingung.
"Saya tahu Nona. Tapi anda sangat memenuhi kualifikasi kami sebagai seorang sekretaris pribadi. Lagipula gaji yang diberikan oleh kami sangat besar. Lebih besar dari pekerjaan yang anda inginkan. Apakah anda tertarik?" tawar seorang karyawan wanita.
Herra memikirkan kembali hal itu. Ia bimbang untuk memilihnya atau tidak karena dia bukan lulusan yang cocok untuk pekerjaan yang ditawarkan. Tapi kedua pewawancara itu mengatakan ia cocok. Lagipula tabungannya semakin menipis. Apa ia harus terima saja?
"Tenang saja Nona. Pekerjaan sekretaris pribadi presdir kami tidak terlalu susah. Nona hanya perlu mengatur jadwal harian dari Presdir kami. Selain mendapat gaji dari kami, sebagai sekretaris pribadi, anda akan diberi fasilitas berupa satu unit apartemen," jelas si karyawan pria.
"Diberikan fasilitas apartemen?!" tanya Herra yang terkejut.
"Iyah, bener Nona," timpalnya
Herra kembali tergiur dengan tawaran itu. Itu berarti ia tidak perlu khawatir mengenai biaya tempat tinggalnya. Herra menarik napas dalam-dalam.
"Baiklah. Saya menyetujuinya. Di mana saya harus tanda tangan?" tanya Herra yang akhirnya menerima tawaran itu setelah banyak pertimbangan.
"Di sini Nona," ucapnya seraya menyodorkan sebuah dokumen pada Herra.
Herra segera membubuhkan tanda tangannya di atas kontrak itu. Ia menyerahkan kembali dokumen itu disertai senyuman tipis.
"Terima kasih Nona. Anda bisa mulai bekerja lusa dan mengenai penyerahan unit apartemen akan kita berikan lusa," ucap si karyawan wanita.
"Iyah, terima kasih kembali. Kalau begitu saya pamit," ucap Herra seraya beranjak dari duduknya. Tak lupa ia memberikan sedikit anggukan kepala pada kedua pewawancara itu.
Herra keluar dari dalam gedung Volker Corp. dengan senyuman lebar. Akhirnya ia memiliki pekerjaan juga.
Herra Buru-buru ingin pulang dan memberikan kabar menggembirakan ini pada Rizhan. Herra sedikit membayangkan wajah tampan Rizhan yang tersenyum.
"Hei, ketemu seorang j*la*ng di sini"
Herra langsung mengalihkan pandangannya pada seseorang yang baru saja menghinanya. Herra memberikan pandangan yang dingin pada Dara di hadapannya. Herra juga terkejut awalnya karena melihat sosok Vian di samping Dara.
Tidak ingin mencari ribut, Herra berbalik meninggalkannya. Namun, tangannya langsung ditahan oleh Dara.
"Enggak mau ucapin selamat padaku dan Vian yang baru jadian?"
Terkejut? Tentu saja. Hatinya rasanya dicabik-cabik.
"Oh, selamat yah"
"Kau enggak sakit hati?"
"Heh, aku malahan senang kau bisa mengambil cowok ini dariku. Aku enggak perlu cowok pengkhianat kayak dia," ucap Herra
"Kau pikir dirimu itu bukan pengkhianat? Bukankah kau yang dulu memulai ini semua," protes Vian
"Udahlah Vian. Mending kita pergi aja. Daripada di sini, nanti ketularan sialnya," sindir Dara
Vian dan Dara berjalan meninggalkan Herra. Namun tanpa diduga ia melihat Dara yang terdorong ke tengah jalanan. Hingga sebuah mobil menabraknya cukup keras. Terdengar suara Vian yang berteriak. Herra pun memandang terkejut pada hal itu. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah sosok yang mendorong tubuh Dara.
To be continued....