Chereads / Cinta Arrogant Sang Editor / Chapter 25 - 25. MENINGGALKAN DESA

Chapter 25 - 25. MENINGGALKAN DESA

Melihat wajah Wuri yang tampak ragu, Sander lalu duduk di kursi teras rumah Wuri.

"Kenapa duduk di situ?" hardik Wuri dengan nada tidak suka.

"Kau pikir aku mau berdiri seharian hanya untuk menunggumu mengambil keputusan? Gadis yang sangat rumit! Sekedar untuk memutuskan akan ikut bersamaku atau tidak saja, kau butuh waktu bermenit-menit."

Wuri menatap Sander sengit, dia lalu berdiri dan mendekat ke arah Sander. Kedua tangan gadis itu bertolak di pinggang. Sander dengan santai menyandarkan diri di kursi, melihat ke arah depan. Hamparan rumput dan padi yang terbentang di depan rumah Wuri menjadi sasaran Sander mengalihkan pandangan.

Seolah sikap menyebalkan Wuri tidak mempengaruhinya. Mimik datar Sander justru membuat Wuri semakin sebal dibuatnya.

"Aku butuh waktu berpikir karena aku tidak bisa mempercayaimu. Bisa saja kan kau nanti melakukan sesuatu di mobil jika aku ikut bersamamu!" Wuri berkata sambil kedua bola matanya melihat ke atas. Seolah dia membayangkan Sander sebagai pria jahat.

Kata-katanya berhasil membuat Sander segera bereaksi. Ditariknya tangan Wuri dan memaksa gadis itu duduk di pangkuannya. Sander mengunci kedua tangan Wuri ke belakang. Lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Wuri. Gadis itu tampak begitu mungil di pangkuan Sander yang bertubuh tinggi kekar.

Hidung mancung Sander bertemu dengan hidung Wuri. Kedua matanya menatap tajam lurus ke arah mata Wuri. Gadis itu beberapa saat mencoba menghindar dan meronta. Namun menyadari bahwa Sander terlalu kuat, dia pun berhenti. Lalu matanya menantang mata Sander.

"Aku bisa saja melakukan apa pun padamu. Bahkan sekarang dan di sini. Jika memang itu yang ada di kepalamu dan kau inginkan!" ujarnya dengan nada dalam.

Kali ini Wuri sedikit ketakutan. Namun dia tidak ingin menampakkan di depan Sander. Dia tidak ingin pria itu senang karena merasa menang.

"A-apa maksudmu aku menginginkannya? Dasar, pria gila!"

Sander tersenyum dengan ucapan Wuri. Dia menyetuhkan hidungnya ke hidung Wuri lalu melepaskan kedua tangan Wuri.

"Segera bersiap, keluarkan semua barang-barangmu. Aku akan membawa mobilku ke sini dan kita beragkat!" perintah Sander.

Wuri melihat kedua pergelangan tangannya yang memerah. Sejenak dia mengusap dan juga mengibaskannya. Untuk membuat aliran darahnya kembali normal. Sander mencengkeramnya cukup kuat tadi. Wajahnya menampakkan kekesalan.

"Hey … aku bilang cepat. Berdirilah, jangan terlalu lama duduk di pangkuanku! Kau ingin seluruh penduduk desa melihat kita bermesraan? Berat tubuhmu membuat pahaku sakit, tampaknya kau butuh sedikit olah raga."

Wuri yang menyadari bahwa dirinya masih duduk di pangkuan Sander sontak terkejut dan berdiri. Dengan wajah cemas dia melihat sekeliling. Beruntung tidak ada seorang pun yang melihat adegan barusan. Wajahnya memerah saat matanya kembali bertemu dengan mata Sander. Wuri melotot, menghentakkan kaki dan bergegas masuk ke dalam rumah.

Dar!!! Terdengar suara pintu dibanting oleh Wuri. Sesudahnya sekilas dia mendengar suara tawa Sander terkekeh. Wuri benar-benar kesal dengan sikap Sander yang semena-mena. Seolah semua di dunia ini akan mengikuti aturannya.

Dia menggunakan kekuatan sekaligus harta dan ketampanan untuk mengendalikan banyak hal.

'Hah?! Tampan?! Apakah aku mulai menjadi penggemarya sekarang?!' Wuri mulai meragukan dirinya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Sander memang memiliki pesona yang luar biasa. Wajah Eropa berpadu dengan pembawaan yang selalu dingin membuat Sander tampak penuh misteri. Tentu saja sebagian besar orang akan memuja Sander karena uang dan jabatan.

Wuri menepuk kepalanya sendiri. Bukannya segera berkemas, dia malah sibuk memikirkan Sander. Wuri benar-benar kesal pada pikirannya sendiri. Seolah isi kepalanya bergerak di luar kendalinya sekarang.

Sambil bersungut dia mulai mengemas sisa-sisa barang yang akan dia bawa. Ini akan jadi kepindahan secara permanen. Sudah waktunya Wuri meninggalkan janjinya pada Mira.

Suara nyaring klakson menyadarkan Wuri dari lamunannya. Tepat di saat dia sedang berusaha mengunci tas terakhir yang akan dibawanya.

'Itu pasti suara klakson mobil Sander.' Batinnya.

Wuri segera membuka pintu dan mengeluarkan tiga troli besar dan sebuah tas ukuran sedang. Juga satu ransel yang disandangnya. Saat di depan pintu dia melihat Sander dengan kaca mata hitam duduk di bagian kemudi mobil. Pria itu menatap ke arah depan tanpa sedikit pun menoleh ke arah Wuri.

'Sial! Kenapa dia tidak berinisiatif untuk membantuku?' batinnya sambil menatap kesal pada pria yang terlihat arogan itu.

Wuri pun menarik sebuat tas troli dengan ukuran hampir sebesar tubuhnya. Tertatih menuju bagian belakang jeep yang Sander kendarai. Bagaimana pun Wuri berusaha, dia akhirnya tidak bisa menaikkan tas troli yang sangat berat tersebut.

Akhirnya di berjalan menuju sisi samping tempat Sander duduk. Pria itu tetap melihat ke arah depan dengan wajah datar. Dengan kesal Wuri menggebrak pintu mobil Sander.

"Heh! Kamu ini pria atau banci sih?! Bantuin kalau lihat wanita dalam kesulitan!" ujar Wuri kesal dengan nada tinggi. Dia ingin memastikan Sander mendengar perkataannya di antara deru mesin Jeep yang masih menyala.

Sander memalingkan wajah ke arah Wuri. Di balik kaca mata hitamnya dia menatap gadis itu.

"Kamu kan punya mulut untuk berbicara. Bisa kan kamu berkata 'tolong bantu' atau kata-kata lain sesuai bahasa yang kau kuasai? Aku menawarkanmu untuk ikut di mobilku bukan berarti aku supirmu yang bisa kau bentak begitu." Sander berkata sambil membuka pintu mobil.

Gerakan yang membuat Wuri nyaris saja jatuh terjengkang karena pintu yang terbuka. Wuri menatap kesal pada Sander.

'Siapa suruh nawarin bareng.' Batinnya membela diri. Namun tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Dia mengikuti langkah Sander dan menarik tas troli lain. Membawa semua lebih dekat pada Sander.

Dengan cekatan Sander menata tas troli Wuri di bagian belakang. Menata semua agar aman selama perjalanan. Meski perjalanan dari desa Welasti ke bogor tidak cukup jauh, namun rute jalan yang terjal berbatu bisa saja membuat salah satu tas itu terjatuh nanti.

"Kenapa sih perempuan selalu membawa barang dalam jumlah banyak?" Sander mengajukan protes saat dia mulai menutup bagian belakang pintu mobilnya.

"Heh, Tuan Sok Tau! Aku tinggal di desa ini bertahun-tahun. Wajar saja kalau barangku banyak. Aku bukan turis sepertimu yang cukup datang dengan ponsel dan segepok uang!" tak mau kalah Wuri menanggapi komplain Sander dengan sengit.

Kali ini jawaban Wuri membuat Sander tersenyum.

"Gadis pintar. Sekarang kau tahu kan bahwa hanya uang dan kekuasaan yang bisa mengalahkan segalanya. Belajarlah tentang itu, Nona."

Tidak mempedulikan raut kesal Wuri saat Sander lewat tepat di depannya, dia segera kembali ke kursi kemudi.

"Cepat! Aku tidak mau membawa begitu banyak barang tanpa pemiliknya!" teriak Sander saat melihat Wuri berdiri termangu.

Gadis itu mencibir dan segera menuju pintu sebelah Sander. Dia masuk dan duduk di sana. Sander pun mulai melajukan kendaraan.

Beberapa saat keduanya diam. Sander dan Wuri berkutat pada pikiran masing-masing. Sambil melihat pemandangan desa, Wuri ingat hari pertama ketika dia datang ke desa ini.

Waktu itu,….