"Oh, ternyata kalian disini? apa yang kalian lakukan?"
Alicia dan Ratu sama-sama mematung. Terkejut fldengan kedatangan orang yang tak disangka-sangka. Orang yang tak diharapkan mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Eehh, itu ... emh, ka-kami ...," gagap Ratu. Bingung alasan apa yang harus dia katakan.
Alicia yang tanggap dengan situasi segera mengubah mimik menjadi datar. Seperti tak ada sesuatu hal penting mereka bicarakan.
"Hanya salah masuk kamar. Beruntung aku bertemu dengan Ratu. Ayo kita kembali," ajak Alicia pada Damian yang menatap penuh selidik.
Alicia segera menggamit lengan suaminya. Agar Damian tak berlama-lama dengan pikirannya.
Damian pun menurut. Mengikuti tarikan Alicia kembali ke ruang makan. Di ruang makan sendiri Aksara dan Brama tengah terlibat pembicaraan seru mengenai bisnis. Aksara yang serakah amat bersemangat mendengar kalimat demi kalimat yang Brama gaungkan. Maya hanya menyimak, sesekali tersenyum manja ke arah Aksara.
Mereka kembali duduk bersama. Di meja, telah terhidang makanan penutup yang tak menarik sama sekali bagi Ratu. Ratu bosan dengan topengnya saat ini.
"Seperti biasa, wanita jika bertemu akan asyik bicara. Sampai lupa, kita para pasangan kesepian di sini, hahaha," kekeh Damian.
Aksara menimpali dengan tawanya. Kemudian mengerling ke arah Maya. Ratu sendiri sedikit mendengus, yang dia samarkan dengan batuk kecil. Brama menatapnya intens.
Membuat Ratu merasa jengah dan risih. Tatapan pria penuh nafsu. Tipe-tipe pria yang menjadikan wanita bahan mainan.
"Jadi kita sudah sepakat ya, Pak Aksara. Tentang tanggal pernikahan Brama dan juga Ratu? Pak Aksara tenang saja. Masalah perusahaan akan di selesaikan oleh Brama. Anak ini sudah piawai sldalam urusan bisnis. Saya jamin, perusahaan Pak Aksara akan berkembang pesat setelah kita kerjasama."
Aksara mengangguk bersemangat. Senyum terus berkembang di bibirnya. Membayangkan perusahaan tumbuh dengan pesat. Namanya akan semakin dikenal oleh masyarakat dan diperhitungkan, sebagai seorang pebisnis handal.
Akan banyak media yang meliput kegiatannya. Sanjungan yang memberondongnya. Dan wajahnya akan sering menghiasi surat kabar bisnis di negri ini. Mimpi Aksara yang terasa sempurna.
"Tentu, Pak. Semua akan berjalan lancar sesuai kemauan kita bersama. Sungguh beruntung saya bisa berbesanan dengan Pak Damian," sanjung Aksara untuk yang kesekian kalinya.
Damian hanya terkekeh. Damian tahu Aksara sedang berusaha menjilatnya. Lelaki seperti Aksara adalah tipe yang gampang-gampang susah. Damian harus menarik ulur agar Aksara benar-benar jatuh ke dalam siasatnya.
Aksara sendiri bukannya tak menyadari resiko apa yang mengintainya. Tapi kearogansiannya meremehkan semua itu. Bagi Aksara, selama dirinya berhati-hati dan tidak lengah, semua akan berjalan sesuai maunya.
"Baiklah, Pak Aksara. Untuk segala keperluan pesta saya serahkan ke calon pengantinnya langsung. Biarlah mereka berdua yang memilih konsep dan tetek bengeknya. Takutnya kalau kita yang memilihkan, beda keinginan. Karena beda jaman," seloroh Damian.
Aksara mengangguk setuju.
"Tidak apa, Pak. Yang terpenting kalau menurut saya, apapun konsepnya, yang jelas sah. Dan tentunya tergelar mewah. Tentu akan memalukan jika pengusaha sekelas Pak Damian menggelar pesta pernikahan sederhana," sahut Aksara.
"Tentu, Pak. Kalau perlu, kita gelar pesta di luar negeri. Kita selenggarakan secara besar-besaran di sana. Benarkan, Brama? Ratu?" ujar Damian menegaskan.
Brama mengangguk. Sementara Ratu hanya mengedik. Ratu sibuk mencari cara keluar dari perjodohan ini. Mencari ide untuk membatalkannya.
"Nah, calon pengantin sudah oke. Silakan, Brama dan Ratu mulai mempersiapkan keperluan pesta mulai besok. Dari mulai WO, gaun pengantin dan tempatnya. Kami orang tua terima beres. Yang penting kalian senang dan acara berlangsung lancar," kata Damian dan disetujui oleh Aksara.
Brama mengiyakan. Terlihat wajah Brama bersemangat. Rautnya berseri-seri. Seperti orang yang hendak mendapatkan lotre.
"Tentu, Pa. Besok Brama dan Ratu akan ke butik untuk memesan baju pengantin. Waktu satu Minggu seharusnya cukup untuk kami mempersiapkan pesta," kata Brama.
Uhuukkk uhuuukkk!
Ratu tersedak mendengar penuturan Brama barusan. Satu Minggu?
"Kenapa sayang? gugup karena sebentar lagi kita sah menjadi suami istri?" seringai Brama yang disambut tawa oleh papanya dan juga calon papa mertuanya.
Sementara Ratu mendengus. Siapa yang Sudi menikah dengan pria buaya seperti Brama?
"Tenang, sebentar lagi kita akan sah dan bebas untuk bersama. Negara mana yang akan menjadi tujuan untuk bulan madu kita?"
Ratu tak menjawab pertanyaan Brama dan sibuk mengetuk-ngetuk sendoknya pelan. Membentuk irama dentingan beraturan.
"Ratu!" tegur Aksara.
Ratu memutar bola matanya.
"Ratu ada urusan di luar, Pa. Jadi Ratu pergi duluan. Maaf, Om, Tante, Bram, saya pamit," ujar Ratu kemudian bangkit tanpa mempedulikan panggilan dari Aksara yang geram dengan kelakuannya.
***
"Bagaimana kabar Mama?" tanya Ratu saat sampai di rumah sakit.
"Masih sama. Belum ada kemajuan," jawab Dion.
Ratu mendesah. Kedua tangannya memegang kepala.
"Kenapa?" tanya Dion.
"Papa memaksa agar aku menikah dengan Brama," kata Ratu lesu. Dia belum mendapatkan ide untuk menggagalkan perjodohan itu.
"Brama yang kemarin berniat melecehkan mi?" tanya Dion memastikan.
Ratu pun mengangguk.
"Papamu memang gila. Hanya karena harta rela menukar hidup anaknya," gerutu Dion.
"Apa yang harus ku lakukan? Papa mengancam akan mencelakai mama jika aku tak menuruti apa maunya," desah Ratu.
Dion terdiam. Berpikir jalan keluar untuk Ratu.
"Urusan Nyonya Nabila serahkan padaku. Aku jamin, papamu tidak akan bisa mencelakainya. Nyonya aman bersamaku," kata Dion.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Dion pun menjelaskan rencana yang telah dia susun. Sesekali Ratu mengangguk tanda mengerti. Kemudian mereka sama-sama tersenyum.
"Terimakasih," ucap Ratu tulus.
"Tidak masalah. Sekarang kamu bisa fokus dengan rencana itu. Tidak perlu mengkhawatirkan mamamu," sahut Dion.
Ratu mengangguk.
"Baiklah, besok aku akan mencoba menjalankan rencana itu," kata Ratu
Esoknya, Ratu segera menghubungi Brama untuk mengajaknya bertemu di sebuah restoran yang dipilih Ratu. Ratu mengatakan ingin mengajak Brama diskusi tentang pernikahan. Dengan senang hati, Brama pun menyambutnya.
Pria itu gembira, karena tak perlu bersusah-susah, Ratu akan dia dapatkan.
"Hallo sayang, sudah merindukanku rupanya," sapa Brama dengan telunjuk mencolek dagu lancip Ratu. Ratu berdecak kesal.
Gadis yang telah mengenakan hijab itu merasa perbuatan Brama sungguh kurangajar.
"Jangan seenaknya menyentuhku! Aku bukan wanita murahan yang bisa seenaknya kau pegang," tegur Ratu.
Brama terbahak-bahak. Tentu saja Ratu bukan wanita murahan. Karena jika iya, Brama tidak akan segencar ini menginginkan Ratu. Sampai mengorbankan hartanya.
"Ratu, tidak ada yang menganggapmu seperti itu. Kamu wanita yang bernilai tinggi, bukan murahan," kata Brama.
"Aku bukan barang!" ketus Ratu tersinggung dengan ucapan Brama.
"Oke oke, santai sayang. Jadi, apa yang akan kita bicarakan sekarang? aku tidak bisa berlama-lama. Banyak kerjaan yang harus ku selesaikan. Tapi untukmu, aku rela menundanya," rayu Brama.
Ratu berdecih.
"Aku mau makan dulu. Kalau kamu terserah," ketus Ratu.
Brama tersenyum. Merasa gemas dengan gadis di hadapannya itu.
"Tentu ku temani. Aku juga belum makan siang," ujar Brama.
Lalu pria itu memanggil pelayan untuk memesan makanan. Tak butuh waktu lama, pesanan pun datang.
Brama dan Ratu menikmati makanan itu. Tanpa Brama tahu, sebuah senyuman sinis tersungging di bibir Ratu. Gotcha!!!...