Mmmpphhhh!!!...
Ratu mencoba menjerit namun tak bisa. Mulutnya terbekap sebuah tangan yang asing. Ada rasa ngeri yang mencuat. Siapa yang membekapnya.
"Sssssttttt!!!" desis orang yang membekapnya.
Ratu di bawa ke salah satu kamar tamu yang kosong. Kemudian bekapan itu dilepas sehingga Ratu bisa melihat siapa orang itu dan terkejut.
"Tante?" cicit Ratu.
Alicia menempelkan telunjuk jarinya ke depan bibir.
"Jangan berteriak!"
Ratu mengangguk. Tapi hatinya diliputi penasaran. Kenapa Alicia menyusulnya ke kamar mandi kemudian membawanya ke kamar ini.
"Ada apa Tante?" tanya Ratu.
Alicia tersenyum sejenak dan mengusap rambut Ratu.
"Entahlah kamu mau menyebut Tante ibu yang buruk, tapi jika bisa, jangan sampai menerima perjodohan ini," ujar Alicia yang membuat kening Ratu berkerut. Netranya mengikuti pergerakan Alicia yang duduk di tempat tidur.
"Kemarilah," pinta Alicia.
Ratu pun mengikuti dan duduk di sebelah Alicia yang membuat Alicia tersenyum sekilas. Mengerti dengan raut penasaran Ratu.
"Tante tahu kamu bertanya-tanya dalam hati kenapa Tante justru malah menyuruhmu menolak perjodohan ini. Bukan, bukan karena Tante tidak menyukaimu. Tante hanya tidak mau jika kamu menjadi korban dari Brama, anak Tante," kata Alicia yang semakin membuat Ratu heran.
"Maksud Tante?"
Alicia menghela nafas panjang.
"Ratu, Brama anak Tante itu memiliki watak yang sama persis dengan papanya. Tak cukup satu wanita. Wanita hanya dijadikan ambisi semata. Dan ketika sudah di genggap, hanya akan dianggap pajangan," tutur Alicia.
"Tapi Tante?" Ratu ragu untuk meneruskan pertanyaannya.
"Kamu mau tanya kenapa Tante bisa bertahan dengan papa Brama?" tebak Alicia.
Ratu meringis dan mengangguk dengan wajah tidak enak.
"Karena Tante tidak bisa berkutik, Ratu. Tante tidak mau hidup Tante hancur karena berulah," desah Alicia.
"Hancur bagaimana Tante?" tanya Ratu lagi.
"Ratu, latar belakang Tante tidaklah seperti mamamu. Tante hanyalah perempuan dari kalangan biasa. Yang kebetulan menjadi target dari papa Brama. Dan itu mengubah kehidupan Tante," kata Alicia.
"Tante dulu cuma gadis miskin yang kebetulan mendapatkan beasiswa kuliah di tempat yang sama dengan Damian. Dan entah kenapa, Damian tertantang untuk menaklukkan Tante yang memang kurang suka berinteraksi dengan laki-laki."
"Hidup Tante memang berubah menjadi wanita kalangan atas. Tapi, jiwa Tante kosong. Karena suami Tante sendiri lebih memilih wanita-wanita di luar sana untuk membersamai kesehariannya daripada Tante yang istrinya sendiri. Tante hanya akan dianggap saat pertemuan-pertemuan resmi saja."
"Dan itu sangat menyakitkan, Ratu. Karena Tante seperti hidup sendiri. Tak dianggap, seperti seorang yang terobsesi sesuatu, setelah mendapatkannya hanya ditaruh saja tanpa perlu repot-repot memperhatikannya."
"Dan Brama mewarisi watak itu. Setiap menginginkan sesuatu Brama akan sangat menggebu untuk mendapatkannya dan menghalalkan segala cara. Apapun caranya, entah buruk atau sangat buruk pun akan dia tempuh. Karena itu Tante tidak ingin kamu menjadi korban. Tante tidak ingin ada yang merasakan kepahitan seperti yang Tante alami," jelas Alicia panjang lebar.
Ratu sendiri mencoba mencernanya. Ada pertentangan di hatinya mengenai pengakuan Alicia. Menurut Ratu, jika memang menyakitkan, kenapa harus bertahan? apalagi hanya untuk sebuah status sosial. Ratu tak habis pikir soal itu.
"Kamu pasti tidak sependapat dengan Tante, kan? tapi begitulah. Tante tidak mau munafik dengan mencari alasan pembenaran," kata Alicia tegas.
Untuk yang satu ini Ratu sedikit salut. Karena Alicia mau mengakui ketidaksempurnaannya sendiri. Walaupun disamping itu, Ratu juga merasa sedikit mencela Alicia.
"Tante tidak takut anak Tante kecewa?" tanya Ratu.
"Untuk apa kecewa? bukankah hidup memang harus berdampingan dengan rasa kecewa? bukankah kecewa itu tanda bahwa kita masih dan hanya manusia biasa? jadi jawaban Tante tidak! Tidak semua hal bisa didapatkan. Apalagi dengan cara menyakiti orang lain," tegas Alicia.
"Cara yang ku tempuh ini hanya menyakiti diriku sendiri. Dan, yahhh ... ku anggap sebagai resiko yang harus ku jalani. Tapi ku yakin, tidak banyak yang mau. Karena hidup sebagai istri yang hanya status tanpa peran itu menyakitkan. Menjadi ibu tapi hanya melahirkan tanpa bisa berperan membesarkan itu menumbuhkan sesal," sambung Alicia.
Ratu mendengarkan perkataan Alicia dengan penuh perhatian. Menyaring setiap kata yang Alicia ucapkan.
"Sebenarnya Ratu juga tidak menginginkan perjodohan ini, Tan. Ratu tidak mempunyai rasa terhadap Brama. Apalagi Brama ...."
Ratu tak jadi melanjutkan kalimatnya. Takut Alicia tersinggung jika dirinya menceritakan tentang perbuatan Brama yang licik.
"Brama kenapa? apa dia sudah berbuat kurang menyenangkan padamu?" selidik Alicia.
"Emh, oh, ti-tidak, Tan. Hanya saja, Ratu entah kenapa kurang menyukai Brama."
Alicia mengangguk.
"Saran Tante, secepatnya kamu mencari jalan agar bisa keluar dari perjodohan ini. Karena jika tidak, dan sampai kamu terjerat, bukan hanya Brama yang akan mempermainkanmu. Tapi Damian pun akan ikut campur tangan. Berhati-hatilah! bukan hanya papamu saja orang yang licik, tapi banyak di luar sana yang jauh lebih licik dan jahat."
"Aku mengenal Nabila lama sekali. Walau kami tidak akrab, tapi aku tahu, Nabila hanyalah orang baik yang menjadi korban keserakahan papamu."
Ratu menghela nafas panjang. Orang di luar saja tahu bahwa mamanya hanyalah korban. Kenapa Ratu tidak peka?
"Iya, Tante. Ratu juga sadar sekarang. Mama terlalu banyak mengorbankan perasaannya," ujar Ratu pelan.
"Tapi mamamu sanggup menyembunyikan setiap lukanya. Di balik wajah angkuhnya, Nabila mempunyai luka hati. Dan dia sukses menyembunyikannya."
Ratu membenarkan ucapan Alicia. Mamanya seorang artis ulung. Sangat pintar memainkan wajahnya dan berperan karakter.
"Sepertinya sudah dulu. Tugasku untuk mengingatkanmu sudah ku lakukan. Sekarang semua tergantung kamu. Langkah apa yang akan kamu ambil. Mudah-mudahan secepatnya kamu mendapatkan ide untuk keluar dari masalah ini."
Ratu mengangguk.
"Baik Tante. Terima kasih sudah mengingatkan Ratu. Terus terang saja Ratu terkejut dengan keterusterangan Tante. Tapi Ratu kagum, karena Tante melakukan apa yang memang ingin Tante lakukan dan bukan karena paksaan orang. Terima kasih, semoga nanti kehidupan Tante lebih baik ke depannya," doa Ratu tulus.
Alicia tersenyum dan mengangguk.
"Sama-sama. Lebih baik kita segera kembali. Jangan sampai para pria curiga karena kita terlalu lama pergi," ajak Alicia.
Ratu mengiyakan dan berdiri mengikuti Alicia.
"Ingat Ratu, lakukan apa yang memang ada di dalam hatimu. Jangan karena terpaksa. Tapi lakukan karena memang kamu mau dan mampu," pesan Alicia.
"Iya, Tante," sahut Ratu.
Alicia mengusap kepala Ratu sejenak. Ada secercah rindu di matanya saat menatap Ratu. Alicia merasa merindukan kehadiran seorang anak. Anak yang sesungguhnya dan menganggapnya sebagai ibu. Namun sayang, rahimnya telah diangkat setelah melahirkan dulu. Hingga tak memungkinkannya mempunyai anak lagi. Sedangkan anaknya yang dia harapkan, sama sekali tak menganggapnya seperti seharusnya anak terhadap ibu.
Kemudian tangannya bergerak menarik gagang pintu.
"Oh, ternyata kalian disini? apa yang kalian lakukan?"
Alicia dan Ratu sama-sama mematung.