Bbrrraakkkkk!!!
Pintu ruang rawat Nabila terbuka dengan kencang. Ratu yang semula tertidur di sofa tunggu terbangun kaget. Nampak Aksara masuk ke dalam ruangan.
"Apa yang terjadi dengannya?" tanya Aksara sinis. Netranya sekilas menatap ke arah Nabila. Namun terlihat, enggan untuk mendekati pembaringan istrinya itu.
Ratu bangkit. Kantuknya seketika lenyap. Diganti rasa amarah karena Aksara yang datang seenaknya. Darimana papanya tahu dimana mereka berada?
"Papa apa-apaan sih? Darimana Papa tahu mama disini?"
Ratu menatap benci ke arah Aksara. Sedangkan Aksara tersenyum meremehkan.
"Tentu saja aku tahu. Gampang bagiku mencari keberadaannya, Ratu. Ayo cepat, ikut Papa. Tinggalkan wanita ini. Ada yang lebih penting untuk dilakukan sekarang!" titah Aksara.
Ratu menatap tak percaya ke arah papanya. Apa papanya memang manusia tak punya hati? Melihat istrinya terbaring dengan begitu banyak alat medis yang menempel, tak inginkan Aksara mengetahui keadaan Nabila? Ratu tak habis pikir dengan papanya.
"Tidak! Ratu akan tetap disini menemani Mama!" tolak Ratu tegas.
"Jangan membantah! hari ini Brama mengajak makan siang bersama dengan orangtuanya. Kita akan membicarakan hubungan kalian lebih lanjut. Semakin cepat semakin baik."
Ratu menatap sengit Aksara. Tangannya mengepal karena marah.
"Sudah Ratu bilang, Ratu tidak mau! Ratu mau menemani Mama disini. Apa Papa buta? Mama sedang sakit, Pa! Mama kritis! dan Papa sibuk memikirkan perjodohan Ratu dengan laki-laki bejat itu? Asal Papa tahu, Brama kemarin berniat melecehkan Ratu! menjebak Ratu dengan licik!"
"Jangan sembarangan menuduh, Ratu! Brama orang terpelajar. Dari kalangan atas pula, tak mungkin serendah itu," tampik Aksara.
"Pa! Papa lebih percaya laki-laki itu daripada Ratu? anak Papa sendiri?"
"Ratu, sekalipun kamu sudah ditiduri oleh Brama, toh tak masalah. Sebentar lagi juga kalian akan menikah. Tak ada bedanya, hanya lebih cepat saja. Sudah, tak usah membesarkan masalah. Cepat, bawa barangmu dan kita pulang. Banyak yang harus kita persiapkan!" titah Aksara ringan.
"Ratu tidak mau!"
"Cepattt!" Gelegar suara Aksara bernada paksaan membuat Ratu tersentak karena terkejut.
""TIDAK!"
Aksara pun meradang. Dengan cepat diraihnya tangan Ratu dan diseretnya keluar dari ruangan itu. Sementara Ratu meronta-ronta.
"Jangan memberontak!" bentak Aksara.
"Lepaassss!!!" jerit Ratu.
"Mama butuh Ratu! Ratu mau menemani Mama!" serunya. Namun nampaknya Aksara sudah menuliskan diri. Aksara terus saja menarik tangan Ratu keluar dari ruang perawatan Nabila. Tentu tenaga mereka tak sepadan. Ratu seorang gadis yang sedang rentan karena banyaknya tekanan. Sedangkan Aksara seorang yang bugar.
"Mamaaa!!!" teriak Ratu.
Bahkan satu tangan Ratu berusaha menahan diri dengan memegang kusen pintu. Sekuat tenaga, dilawannya Aksara. Beberapa pengunjung rumah sakit yang kebetulan lewat pun nampak menjadikan keributan itu sebagai tontonan.
"Lepassss! atau Papa akan malu sendiri!" desis Ratu.
Aksara mengedarkan pandangannya dan menemukan mereka menjadi pusat perhatian. Daripada menanggung malu, dengan terpaksa, Aksara melepaskan tangan Ratu.
"Jalang kecil!" umpat Aksara pelan. Matanya melotot ke arah Ratu.
Bagaimana rasanya diumpat oleh ayah sendiri? Sakitnya tak terkira. Namun Ratu berusaha kuat menerimanya.
"Jangan paksa Ratu lagi, Pa!"
Aksara hanya menatap sengit. Namun, jangan panggil dia Aksara jika tak bisa mendapatkan apa yang dia mau.
"Setengah jam dari sekarang, kamu sudah harus di rumah. Atau, ucapkan selamat tinggal pada mamamu itu. Kamu tahu kan, Papa tak pernah main-main? Sekali jentik saja, maka tak ada lagi sosok mama di hidupmu! camkan itu!" gertak Aksara.
"Ingat Ratu, Papa tidak akan segan jika kamu membantah! banyak anak buah Papa yang mengawasi, banyak tangan kanan Papa yang dengan mudah menyusup ke rumah sakit ini untuk bermain dengan Mamamu. Jadi, masih mau membantahku?" Seringai Aksara terlihat begitu kejam. Membuat Ratu sempat bergidik. Jelmaan apa papanya sebenarnya hingga bisa sekejam ini?
""Tidak!" pekik Ratu.
Aksara semakin melebarkan seringaian ya dengan ekspresi menang.
"Good girl! Jadilah anak baik, dan mamamu akan bertahan lebih lama. Tapi sekali saja kau memberontak, makan bersiaplah untuk kehilangan dia selamanya. Aku tak butuh seorang wanita lemah!" tegas Aksara.
"Sekarang, ikut Papa kembali ke rumah!" titah Aksara.
Ratu menoleh ke arah mamanya sebentar.
"Biarkan aku berpamitan dulu," cetus Ratu.
Aksara menaikkan sebelah alisnya dan mengedik. Tak masalah, satu urusan selesai. Aksara yakin, anaknya itu tak akan berulah lagi. Dan tujuannya akan semakin dekat mencapai keberhasilan.
"Jangan lama-lama! Kau tahu bahwa Papa tidak sabaran bukan?" tanggap Aksara.
Ratu mendecih sinis. Kemudian mendekati pembaringan mamanya.
"Ma, Ratu pergi dulu. Tapi Ratu janji akan segera kembali. Mama cepat sadar ya. Ratu sayang Mama," pamit Ratu. Dikecupnya dahi Nabila. Ada rasa rindu membuncah disana.
Sebelum keluar, Ratu menyempatkan diri menghubungi Dion. Memberikan kabar sekaligus memperingatkan laki-laki itu agar berhati-hati dan menjaga mamanya. Ratu akan waspada saat ini. Karena Aksara, memang tidak bisa disepelekan.
Ratu pun akhirnya pulang bersama Aksara. Aksara meminta Maya untuk mengawasi Ratu bersiap. Mulai dari ke salon sampai mencari baju. Aksara ingin semuanya sempurna malam nanti.
Ratu berdecih sebal. Entah mimpi buruk apa membuatnya harus menghabiskan waktu ditemani Maya. Melihat wajah Maya saja Ratu seakan muak. Muak dengan topeng penjilatnya.
"Antar Ratu untuk bersiap, ya. Nanti malam juga kamu ikut bersama kami," ujar Aksara dengan tangan merangkul pinggang Maya. Sekarang mereka tak ragu menunjukkan kemesraan di depan Ratu. Hanya di kantor saja mereka masih menjaga batasan.
Nampak Maya mendekatkan tubuhnya ke Aksara dengan tangan kanan di dada. Bibirnya mencebik.
"Sayang, tapi aku juga perlu bersiap kalau begitu. Aku nggak mau terlihat biasa nanti," Rajuk Maya.
Aksara terkekeh mendengar rengekan manja itu. Sementara Ratu jengah dan memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil. Risih dengan kelakuan pasangan tak bermoral di luar itu.
"Tenang saja. Nanti ku transfer ke rekeningmu," jawab Aksara.
Senyum sumringah pun langsung terulas di bibir merah Maya. Lalu gadis itu mendaratkan kecupan di pipi Aksara.
"Makasiiiii!" soraknya.
Aksara mengangguk dan mendorong Maya memasuki mobil. Mereka akan pergi hanya dengan supir. Karena Aksara masih banyak pekerjaan.
Ratu mengacuhkan Maya. Membiarkan gadis itu nyerocos tentang tempat shoping dan salon ternama. Lalu bak seorang nyonya, Maya memerintah supir membawanya ke pusat perbelanjaan terbesar di kota.
"Lekas pilih baju, dan kita ke salon. Jangan membuatku kesal. Karena bisa saja aku mengadukanmu pada papamu. Dan ku pastikan kau akan menemui kesulitan!" ancam Maya.
Ratu diam saja. Tak ingin menanggapi. Seolah Maya hanya lalat lewat saja.
"Dengar ya, sebentar lagi aku akan menjadi istri papamu. Jadi berpikir ulanglah jika ingin membuat masalah denganku. Turuti apa kataku, karena tak lama lagi, tempat ibumu akan aku gantikan!" tambah Maya.
"Lihat saja! apa lalat sepertimu bisa menggantikan kupu-kupu!" ketus Ratu lalu keluar mobil meninggalkan Maya yang menggerutu kesal.