Chereads / Sehelai Mahkota Untuk Ratu / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

"Umi?" seru Yusuf dengan penuh kekhawatiran. Kantong-kantong plastik yang dia tenteng berisi belanjaan dari pasar Yusuf lepas begitu saja. Yusuf menghambur ke arah Umi Laila yang yang menangis tergugu.

"Mi? Umi kenapa? kenapa menangis Mi? bilang sama Yusuf ada apa?"

Yusuf merangkul uminya ke dalam pelukan. Di sanalah Umi Laila menumpahkan rasa sakit hatinya. Bagaimana rasa pilunya dihina dan direndahkan dia curahkan lewat tangisan. Tubuhnya yang kurus bergetar karena sedu sedannya.

"Umi, cerita sama Yusuf ada apa? Yusuf khawatir, Mi. Apa Umi ada masalah? atau Umi menginginkan sesuatu? katakan pada Yusuf Mi, akan Yusuf penuhi," ujar Yusuf menenangkan.

Umi Laila masih tidak mau berbicara dan hanya terus menangis untuk melegakan hatinya. Yusuf pun mengerti dan sabar menjadi sandaran uminya. Menenangkan wanita pintu surganya itu.

Setelah tangisan Umi Laila mulai mereda, Yusuf beranjak dan mengambil segelas air lalu mengulurkannya ke arah Umi Laila.

"Umi minum dulu, biar lebih tenang. Setelah itu cerita sama Yusuf ya, Mi. Kenapa Umi sampai menangis," pinta Yusuf dengan lembut.

"Apa kamu menyayangi umimu ini, Suf?" tanya Umi Laila setelah meneguk air minum.

"Umi, tentu Yusuf sayang Umi. Umi adalah wanita yang akan Yusuf cintai selalu. Umi adalah prioritas Yusuf dalam hidup Yusuf. Kenapa Umi bertanya seperti itu?" Yusuf menatap keheranan.

Yusuf kemudian bersimpuh di depan Umi Laila dan menangkup kedua tangannya. Lalu menengadah bertatap mata dengan Umi Laila.

"Umi, bagi Yusuf Umi adalah bidadari. Yusuf adalah anak yang paling beruntung karena lahir dari seorang ibu seperti Umi. Umi selalu menyayangi dan mencintai Yusuf. Apapun yang Yusuf lakukan tidak akan pernah bisa membalas pengorbanan Umi. Tapi Yusuf janji, Mi. Yusuf akan selalu berusaha membahagiakan Umi," ujar Yusuf.

"Kamu mau membuat Umi bahagia, Suf?"

"Tentu, Umi. Akan Yusuf lakukan apapun untuk membuat Umi bahagia," jawab Yusuf yakin.

"Nikahi Nafisa dan tinggalkan Ratu!" tegas Umi Laila.

Yusuf terperanjat mendengar permintaan Uminya.

"Ta-tapi Mi? bukankah Umi janji akan memberikan Yusuf waktu? Untuk bisa melihat bagaimana perubahan Ratu?" ucap Yusuf mengingatkan. Yusuf heran dan bingung karena Umi Laila tiba-tiba memintanya meninggalkan Ratu, padahal sebelumnya sudah setuju untuk memberikan waktu untuk Ratu berubah lebih baik.

"Bukankah kamu menyayangi Umi, Suf? Apa kamu rela umimu ini menjadi bahan hinaan? apa kamu rela umimu dicaci dan difitnah? Apa kamu rela kita dianggap tak mempunyai harga diri?" tuntut Umi Laila.

"Maksud Umi apa? siapa yang menghina kita Mi?" tanya Yusuf.

Ada firasat tidak enak mengenai ucapan uminya. Dan Yusuf menebak itu berhubungan dengan Ratu. Karena Yusuf menemukan uminya tengah menangis dan setelahnya meminta Yusuf menjauhi Ratu. Ada apa sebenarnya? batin Yusuf penasaran.

"Mi, tolong ceritakan apa yang terjadi? Yusuf tidak mengerti," pinta Yusuf.

"Kamu tahu, Suf. Baru saja ayah Ratu datang kemari!" Umi Laila menatap ke arah Yusuf dengan mata mulai berkaca kembali. Menceritakan tentang kejadian tadi membuatnya merasakan lagi luka di hatinya karena hinaan.

"Ayah Ratu?" Lagi-lagi Yusuf terperanjat. Untuk apa ayah gadis itu datang ke rumahnya? padahal sekalipun Yusuf belum pernah bertemu dan berkenalan.

"Ya, orang kaya itu datang kemari dan menginjak-injak harga diri Umi. Apa kamu masih berniat menjadi bagian dari keluarga yang tidak menganggap Umi sebagai manusia yang mempunyai derajat sama?"

Yusuf tertegun mendengar penuturan uminya. Jadi Ayah Ratu datang dan menghina mereka? apa yang harus dia lakukan?

"Mi, tapi-."

"Jadi rasa cinta kamu ke gadis itu memudarkan rasa cintamu ke umimu ini Suf? sampai-sampai kamu ingin menyanggah Umi?" Umi Laila menatap Yusuf kecewa. Wanita tua itu merasa kecewa karena Yusuf masih ingin menyangkal dan melakukan pembelaan.

"Maaf Umi, maafkan Yusuf," sesal Yusuf. Melihat kekecewaan di wajah uminya membuat Yusuf merasa amat bersalah.

"Umi kecewa, Suf. Ternyata kamu tidak mencintai Umi melebihi gadis yang baru kamu temui itu. Umi sedih, karena ternyata rasa pedulimu lebih tinggi kepada Ratu dibanding Umi yang telah berpuluh tahun membesarkanmu."

Usai mengungkapkan kecewanya, Umi Laila beranjak dan masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Yusuf yang kalut dengan pemikirannya.

Sepeninggalan uminya, Yusuf duduk terpekur. Memikirkan langkah apa yang akan dia lakukan. Di satu sisi, Yusuf amat mencintai uminya. Bahkan tak tega jika ada sedikit saja kesedihan menggelayut di wajah teduh uminya. Yusuf mempunyai keinginan untuk selalu membahagiakan uminya. Karena Yusuf tahu, uminya adalah tanggung jawabnya setelah abinya meninggal.

Bahkan selama ini Yusuf selalu menjadi anak yang baik dan patuh. Karena Yusuf menyadari apapun yang dia lakukan tidak akan mampu membalas budi seorang ibu. Yusuf selalu menekan nalurinya sebagai seorang pemuda yang tentu adakalanya ingin berkumpul dengan pemuda lainnya. Namun, Yusuf selalu lebih memilih menemani uminya di rumah agar tidak kesepian.

Yusuf pula selalu mendahulukan keinginan uminya dibanding keinginannya sendiri. Memastikan uminya tercukupi kebutuhannya. Dan berusaha selalu menciptakan senyum di wajah keriput uminya itu. Namun kini Yusuf telah membuat hati uminya sedih dan kecewa. Dan itu membebani hati Yusuf.

Tapi Yusuf tak memungkiri. Cintanya kepada Ratu adalah rasa yang baru pertama kali dia alami. Hingga rasanya begitu menggebu dan membuncah. Rasa ketertarikan terhadap lawan jenis yang belum pernah dia rasakan pada siapapun. Hingga membuat Yusuf ingin mempertahankan hubungan itu dan menjadikan mereka satu. Tapi jika seperti ini, mana yang harus dia pilih? perempuan yang dia cintai ataukah uminy? dua wanita yang sama-sama Yusuf cintai.

Yusuf masih diam menatap ke arah lantai. Bayangan Umi Laila dan Ratu silih berganti memenuhi pikirannya. Yusuf tak akan mampu membuat Umi Laila menangis, tapi, ada rasa tak rela juga jika meninggalkan Ratu.

"Apa yang harus hamba perbuat, Ya Allah?"

Lalu Yusuf memutuskan untuk mengerjakan sunah dua rakaatnya. Memohon agar diberi kemantapan untuk pilihannya. Agar dia diberi jalan keluar terbaik.

Lalu setelah selesa, Yusuf menghela nafas panjang. Keputusan sudah dia ambil. Hatinya memang mencintai Ratu, tapi, Ratu adalah cinta dunianya. Sedangkan Umi Laila adalah surganya. Maka Yusuf akan memilih menjaga surganya daripada mengejar cinta dunia yang belum pasti menjadi jodohnya.

Tok tok tok

Yusuf mengetuk pintu kamar Umi Laila untuk menyampaikan keputusannya.

"Umi, boleh Yusuf masuk?" panggil Yusuf lembut.

Terdengar sahutan mengiyakan pelan dari dalam. Yusuf pun memutar gagang pintu dan memasuki kamar uminya.

Terlihat olehnya Umi Laila tengah berbaring sambil memeluk sebuah pigura foto. Yang Yusuf tahu adalah fotonya saat masih kecil. Membuat hati Yusuf teriris. Begitu besar cinta seorang ibu walaupun kecewa terhadap anaknya.

"Umi, Yusuf minta maaf. Maaf jika membuat Umi kecewa. Yusuf yang salah dan tergoda oleh nikmat dunia. Seharusnya Yusuf tidak hanya memikirkan perasaan Yusuf, tapi juga Umi. Ampuni Yusuf, Umi. Yusuf lalai menjaga perasaan Umi," ucap Yusuf bergetar sambil meletakkan tangan Umi Laila di pipinya.

"Umi Laila menatap Yusuf dalam sambil tersenyum. Matanya merembangkan air. Ada haru disana. Ada bahagia karena ternyata Yusuf tetap peduli tentang perasaannya.

"Jadi kamu sudah memilih?" tanya Umi Laila.

Yusuf pun mengangguk.

"Yusuf akan menikahi Nafisa, Umi. Seperti wasiat Abi dan juga keinginan Umi. InsyaAllah, Allah akan menghadirkan cinta di dalam pernikahan nanti dan menghapus rasa cinta Yusuf pada Ratu," tegas Yusuf.

"Alhamdulillah! Besok kita berkunjung ke kediaman mereka untuk melamarnya," kata Umi Laila dengan wajah berbinar. Karena keinginannya untuk mempunyai seorang menantu Nafisa akan terwujud.

"Baik, Mi. Yusuf ikut kata Umi saja. Kalau begitu Yusuf ke dapur ya, Mi. Mau mempersiapkan bahan untuk jualan," pamit Yusuf.

Umi Laila mengangguk lalu mengusap bahu anak bujangnya tersebut sekilas yang dibalas senyum oleh Yusuf.

Sesampainya di dapur, Yusuf membuka ponsel keluaran lama miliknya sejak dia kuliah. Lalu ditekannya sebuah nomor.

Tutt ... Tutt ...

"Hallo, Assalamu'alaikum Ratu?"