Buuugghhhh!!!
Sebuah tinju melayang ke rahang Brama.
"BRENGSEK!!!" makinya lantang. Disekanya darah yang keluar dari sudut bibir.
"Siapa anda? Seenaknya saja memukul orang! Anda tidak tahu siapa saya?" bentak Brama.
Brama mendekati orang yang baru saja memukulnya dan mencengkeram kerah kemeja orang itu.
"Kamu cari mati?" tantang Brama.
Namun orang yang dia tantang justru mencekal pergelangan tangan Brama kemudian menariknya keras hingga jari-jari Brama terlepas dari kerah kemeja.
"Justru kamu yang cari mati! Aku bisa menghancurkan karirmu dan memiskinkanmu dalam sekejap. Cukup ku sebarkan video kelicikanmu menjebak Ratu. Dan ku pastikan, dalam waktu satu jam polisi akan menangkapmu!" tegas Dion.
Ya, laki-laki yang tiba-tiba datang memukul Brama adalah Dion. Dan untung saja Dion datang tepat waktu sehingga Brama belum sempat melecehkan Ratu.
"Siapa kamu sebenarnya? berani-beraninya mengancam ku!" hardik Brama keras. Matanya menyorot murka ke arah Dion yang berdiri santai.
"Tak perlu tahu siapa aku. Hanya saja, ku peringatkan, jangan pernah mencoba macam-macam dengan Ratu. Atau kau akan kehilangan seluruh kenikmatan hidup yang kau punya sekarang!" ancam Dion.
Dion segera mengangkat Ratu ke dalam gendongannya.
"Hey! mau kau bawa kemana dia? jangan seenaknya!" bentak Brama sambil menghadang Dion yang hendak keluar kamar.
"Bukan urusanmu! urusanmu sekarang adalah, lekas pergi dari hadapanku, atau mereka akan menyelesaikanmu!" ujar Dion sambil mengedikkan dagunya ke arah luar.
Beberapa pria berbadan kekar dengan tampang preman nampak bersiaga. Mereka hanya perlu menunggu perintah dari Dion untuk mengeksekusi Brama.
"SHIT!!!" maki Brama.
"Awas saja nanti!" geram Brama.
Dion hanya tersenyum sinis lalu meneruskan langkahnya keluar dari kamar itu.
Para bodyguard yang disewanya mengikuti dari belakang. Meninggalkan suara debam pintu yang dibanting oleh Brama.
"BRENGSEK! BEDEBAH SIALAN!" Brama mengamuk di dalam kamar melampiaskan kemarahannya.
"Siapa pria itu? wajahnya seperti tak asing! lancang sekali berani mengganggu kesenanganku. Aku akan membalasnya, lihat saja nanti!" tekad Brama dengan mata menyiratkan dendam membara.
"Ratu, kau akan menjadi milikku!"
***
Ratu mengerjapkan matanya. Silau cahaya menyambutnya. Kepalanya terasa berdenyut. Pun dengan matanya yang terasa amat berat untuk dibuka.
"Arrgghhh ...," desahnya lemas.
Tubuh Ratu seakan habis tenaga dan terasa lemah. Bahkan untuk menggerakkan kelopaknya pun Ratu enggan. Rasa pusing membuatnya ingin membenturkan kepalanya.
"Bangunlah dulu! minum ini untuk menetralkan rasa pusingmu!" Sebuah suara memasuki telinga Ratu.
Dia mengenal suara itu. Tapi juga ragu. Benarkah suara Dion?
Lalu seperti ada palu besar yang mengenainya. Satu pemikiran menyeruak. Dia bersama Dion? bagaimana bisa?
Ratu memaksakan diri membuka matanya dan bangun dengan cepat. Namun denyutan di kepalanya mendera.
"Aarrrgghhh!" rintih Ratu sambil memegang kepala.
"CK! bodoh!" cetus Dion.
Setelah rasa pusing berkurang, Ratu membuka matanya dan melihat sosok Dion yang duduk di sebelahnya berbaring. Dan Dion menatapnya dengan ekspresi ... khawatir?
"A-apa y-yanh kau lakukan?" gagap Ratu.
Ratu mengedarkan pandangannya dan menyadari ini bukan kamarnya. Lalu kamar siapa?
"A-apa ma-maumu?" decit Ratu. Tak dihiraukannya rasa pusing yang kembali menyerang. Ratu lebih cemas dengan adanya Dion bersama dengannya. Terlebih hanya berduaan.
"Gadis bodoh! cepat minum ini biar pikiranmu segera waras!" sergah Dion.
Tak mempunyai pilihan lain, dan juga karena ada rasa takut. Ratu diam saja saat Dion mengambil belakang kepalanya dan membantunya setengah duduk. Kemudian menerima gelas yang disodorkan Dion. Namun Ratu menatap ragu ke arah gelas. Air apa itu?
"Itu cuma air kepala hijau. Cepat minum dan habiskan!" titah Dion seolah tahu apa yang ada di kepala Ratu.
Ratu pun meminumnya. Terasa segar di tenggorokannya.
"Aku dimana?" tanya Ratu setelah Dion mengambil kembali gelas yang telah kosong dan meletakkannya di samping nakas.
"Kami pikir?" tanya Dion balik dengan nada sinis.
Ratu memegang kepalanya berusaha mengumpulkan memori. Namun tak lama dia terkesiap.
"Apa yang kau lakukan padaku? kenapa jilbabku lepas?" seru Ratu panik.
Pleetaakk!
Sebuah sentilan mendarat di dahinya.
"Aduh!"
"Ingat-ingat dulu jangan asal mengambil kesimpulan, bodoh! Pikir apa yang kamu lakukan tadi! beruntung aku menemukanmu!" sembur Dion.
Ratu mendengus kesal. Rasa akut akibat jari Dion itu mengalahkan rasa pusingnya.
"Tidak perlu sekeras itu juga! kamu ini anak buah ibuku seharusnya ada rasa hormat kepada anak atasanmu!" gerutu Ratu.
Dion malah melengos dan memilih pindah duduk ke sofa yang ada di kamar. Tangannya meraih ponsel dan mengoperasikannya.
"Hey! aku kenapa?" seru Ratu.
"Ingat-ingatlah! bukannya katanya kamu pintar? bagaimana otak sekecil milimu disebut pintar? membaca orang saja kau payah!" ketus Dion.
Ratu mengerutkan keningnya. Apa yang terjadi dengan asisten ibunya ini? Kenapa bersikap seperti seorang anak yang merajuk? dan sejak kapan dia banyak bicara?
"Tinggal jawab apa susahnya sih?" protes Ratu.
"Malas membuang tenagaku untuk sesuatu yang tidak penting!" sahut Dion tanpa mengalihkan tatapan matanya.
Ratu pun merasa tersinggung.
"Kemana jilbabku?" bentak Ratu.
Dion mengedikkan bahunya.
"Pakai saja jilbab baru di tas itu. Aku sudah menyiapkannya," kata Dion.
Ratu menatap ke sekitarnya dan menemukan sebuah tas dengan logo rumah mode baju muslim ternama bertengger di atas nakas.
Ratu segera meraihnya dan membukanya. Dari dalam tas itu, Ratu menemukan sehelai jilbab persegi berwarna baby pink dengan motis bunga mawar kecil di sudut-sudutnya. cantik sekali jilbab itu.
Ratu pun turun dari ranjang dan menuju pintu yang diyakini sebagai kamar mandi. Ratu berjalan pelan. Berjaga kalau-kalau pusing kembali menyerangnya.
Setelah jilbab itu tersemat dengan sempurna, Ratu keluar dari kamar mandi.
"Sudah mengingat semua?" tanya Dion.
Ratu diam. Kemudian berpikir.
"Brama?" cetus Ratu.
"A-apa yang terjadi? seingatku aku baru selesai makan siang dengan Brama!" tanya Ratu penasaran.
"Ya, makan siang bersama dan berakhir meminum minuman yang telah dicampur obat tidur dosis tinggi! bodoh, untung saja aku datang tepat waktu. Kalau telat satu menit saja tubuhmu sudah jadi santapannya!" kesal Dion.
Ratu terkesiap dan menutup mulutnya.
"Be-benarkah?" tanya Ratu seolah tak percaya.
"Kamu pikir aku bohong? aku melihatnya mencampurkan sesuatu ke minumanku. Dan tak lama kamu tak sadarkan diri. Dia membawamu ke kamar di hotel itu. Entah bagaimana nasibmu jika aku terlambat!"
Ratu menunduk. Sejahat itukah Brama? padahal, niat awal adalah dirinya yang mengerjai Brama. Tapi justru Ratu yang hampir menjadi korban pria itu.
"A-aku ...."
"Sama-sama!" sindir Dion.
Ratu menatap kesal ke arah Dion.
"Tetap saja aku membencimu! kau salah satu duri dalam rumahtangga orangtuaku!" sengit Ratu.
"Makanya ku bilang kau bodoh! jangan melihat segala sesuatu hanya dari mata saja!"
"Maksudmu?"
"Pikir saja sendiri, bodoh!"
Sungguh Ratu rasanya ingin mencabik Dion. Pria menyebalkan itu menghabiskan stok sabarnya.
"Kalau tak ikhlas menolong untuk apa kau menolongku?" seru Ratu.
"Karena aku masih memandang kamu anak ibumu! jika kamu bukan anak Nyonya Nabila, ku biarkan saja kau ditiduri laki-laki bangsat itu!"
Ratu bergidik.
Untuk beberapa lama mereka diam dengan pikiran masing-masing.
"Aku mau pulang,"cetus Ratu.
"Pulang saja," jawab Dion santai.
"Antarkan aku!" kata Ratu jengkel.
"CK! merepotkan!"
Ratu menatap Dion kesal. Pria ini benar-benar!
Apa harus Ratu mengakui dirinya takut kalau-kalau bertemu Brama kembali? kenapa Dion tidak peka, keluh Ratu dalam hati.
"Kenapa kamu tidak kerja?" celetuk Ratu. Tumben Dion tidak bersama mamanya.
"Bersiaplah! kita segera pergi," kata Dion mengabaikan pertanyaan Ratu.
Ratu mengerucutkan bibirnya. Namun tetap berdiri dan mengambil tasnya.
Ratu dan Dion pun beriringan keluar dari kamar. Lalu Ratu mendekati sebuah jendela kaca besar yang ada di tengah ruangan yang Ratu tebak menjadi ruang santai. Terlihat dari tatanan ruangnya. Dengan televisi layar datar besar dan sofa panjang yang terlihat sangat nyaman untuk rebahan.
Tampak gedung-gedung tinggi menjulang dari jendela kaca itu. Dan Ratu tahu, saat ini dia tengah berada di salah satu apartemen elit di Jakarta. Bagaimana bisa?
"Apartemen siapa ini?" tanya Ratu penasaran. Ada kecurigaan di dalam hatinya.
"Apartemenku," jawab Dion santai.
Ratu menyipitkan matanya ke arah Dion yang bersidekap mengamatinya.
"Apartemenmu atau apartemen fasilitas dari mamaku?"
Pllluukkk!
"Adduuhhh!"