Ratu berjalan tergesa di lorong rumah sakit. Hatinya diliputi rasa cemas. Ada kepedihan disana yang tak bisa dia ungkapkan.
"Apa yang terjadi sama Mama? kenapa Mama bisa kritis?" desak Ratu setelah bertemu Dion yang duduk di depan sebuah ruang rawat.
Dion hanya menatap Ratu sekilas lalu kembali menyibukkan dirinya dengan ponselnya.
"Dion!" seru Ratu meminta penjelasan.
"Lihatlah ke dalam. Agar hatimu tidak selalu beku dan berprasangka buruk pada Nyonya Nabila," kata Dion datar.
Ratu menatap sejenak mata Dion yang menatapnya dingin. Sorot yang membuatnya merasa kecil.
Lalu Ratu menuju pintu ruang rawat milik Nabila. Berjalan pelan, seolah tak siap melihat apa yang ada di dalam sana. Dengan gerak lambat, Ratu membuka pintu ruang rawat itu. Dan seketika sesak menghimpit dadanya.
Di sana, di atas tempat tidur rumah sakit. Nabila terbaring pucat dengan alat bantu pernafasan. Bukan hanya itu, nampak banyak alat batu penunjang menempel di tubuh wanita yang bergelar mama untuknya itu.
Ratu mendekati Nabila. Dari dekat, terlihat wajah tirus Nabila begitu pucat bak mayat
Pipinya yang cekung dengan lingkar mata hitam membuat Ratu tak menyangka. Mamanya yang selama ini terlihat cantik sempurna sekarang terbaring lemah.
"Ma? Mama kenapa?" Isak Ratu.
Namun, Nabila bergeming. Hanya suara mesin deteksi detak jantung yang menjawab pertanyaan Ratu.
"Apa yang Ratu lewatkan, Ma? kenapa Mama bisa seperti sekarang?" tanya Ratu lagi.
Walaupun Nabila tak pernah peduli. Tapi bukan berarti Ratu tak menyayangi mamanya. Ratu terus berharap mendapatkan kasih sayang dari mamanya. Terlepas dari sikap Nabila selama ini.
Melihat Nabila yang tergolek lemah membuat Ratu turut merasakan sakitnya. Apa yang dia tak ketahui tentang sakitnya Nabila.
Selama ini, Nabila selalu terlihat baik-baik saja. Wajahnya yang mulai menua tetap terlihat cantik dengan polesan make up. Kenapa tiba-tiba Ratu mendapatkan kabar jika mamanya kritis?
"Mama baik-baik saja, kan? Mama cuma mau ngerjain Ratu?" tanya Ratu di tengah isaknya.
Diraihnya tangan Nabila dan dikecupnya. Lalu Ratu melangkah keluar untuk meminta penjelasan pada Dion.
"Apa yang terjadi pada Mama? Katakan! Kenapa Mama bisa seperti ini? Jawab!" seru Ratu dengan wajah frustrasi.
Sementara Dion menatapnya sinis.
"Harusnya kamu lebih tahu daripada aku. Kamu anaknya! Kenapa bertanya? Bahkan keadaan ibunya sendiri pun tidah tahu. Cih!" decih Dion.
Ratu merasa tertampar dengan pernyataan Dion itu. Sebagai anak, dia sama sekali tak tahu kondisi mamanya. Tapi Nabila juga tak pernah terbuka terhadap Ratu. Kenapa dia yang disalahkan?
"Kamu tahu seperti apa hubungan kami," kilah Ratu.
"Ya, hubungan yang sengaja diciptakan mamamu agar kamu aman. Tapi kamu terlalu naif dan bodoh hingga memakan mentah-mentah semua itu," cetus Dion dengan tatapan datar ke depan.
"Maksud kamu apa?"
"Akan tiba saatnya kamu mengetahui semua."
Ratu terdiam mencerna perkataan Dion.
"Sebenarnya ada apa? Mama sakit apa? Aku cuma butuh penjelasan itu, Dion! Kenapa kamu berkelit-kelit? Cukup jawab pertanyaan ku dan semua selesai tanpa harus beradu mulut!"
"Leukimia, stadium akhir!"
Degh!
Ratu terhuyung ke belakang. Kanker? mamanya sakit kanker?
"Dua tahun ini Nyonya Nabila berjuang melawannya. Tapi sel-sel kanker terus menggerogoti tubuhnya. Dan beliau tak bisa bertahan lagi. Hanya ini yang bisa ku lakukan untuk membalas jasa mamamu. Membawamu di saat-saat terakhirnya," ujar Dion.
Ratu bersandar di dinding. Lalu luruh tak ada daya. Saat-saat terakhir? Apa tak ada harapan lagi?
"Ja-jangan bo-bohong!" sentak Ratu.
"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?" bentak Dion geram yang membuat Ratu berjengit.
"A-apa Papa sudah tahu?" tanya Ratu pelan.
Lagi-lagi Dion berdecak.
"Aku tak punya kewajiban untuk memberitahunya. Karena simpati terhadap Nyonya Nabila saja aku mau memberitahumu. Aku juga ragu papamu peduli," ketus Dion.
Ratu terdiam. Ya, Dion benar. Belum tentu papanya akan peduli. Karena papanya pasti sibuk dengan sekretaris murahannya.
"Sebenarnya, ada hubungan apa mama denganmu?" tanya Ratu ragu-ragu.
Posisi mereka tak berubah. Dion duduk di kursi tunggu, sedangkan Ratu masih bertahan terduduk di lantai bersandar dinding.
"Kamu masih mengira aku punya affair dengan Nyonya Nabila?" tanya Dion balik.
Ratu tak menjawab. Tapi dari raut wajahnya, Ratu membenarkan ucapan Dion.
Dan itu membuat Dion mendesah kesal.
"Itulah yang ku maksud. Kau terlalu bodoh dan naif. Jika memang aku memiliki affair dengan mamamu, untuk apa aku bekerja keras mengerjakan tugas sebagai sekretaris? Duduk manis saja dan minta uang pada ibumu. Seperti sekretaris papamu, apa kamu liat dia bekerja giat? Tidakkah? Cuma setor muka saja," kata Dion.
"Atau kau pernah melihat aku melakukan perbuatan yang di luar batas dengan mamamu? pernahkah?"
Ratu menggeleng.
"Tapi waktu itu kau memeluk mama!" seru Ratu saat teringat dia memergoki Nabila keluar mobil dan dipeluk Dion.
"Itu karena mamamu mau pingsan, bodoh! Apa kau tak pernah memperhatikan mamamu sedikitpun? Wajahnya pucat, badannya kurus. Seharusnya kau lebih peka!" bentak Dion yang membuat Ratu tertunduk.
"Nyonya Nabila adalah orang baik. Orang paling baik yang pernah ku temui," ujar Dion.
"Tapi kenapa Mama acuh padaku?" tanya Ratu.
Dion menghela nafasnya.
"Semua karena papamu. Beliau ingin melindungimu."
"Melindungi dari apa sampai tega mengabaikan anaknya sendiri?" seru Ratu.
Dion meraih sebuah tas perempuan yang Ratu ketahui adalah milik mamanya. Sebuah tas mewah berukuran sedang berwarna hitam.
"Lihatlah isi tas ini. Setiap hari Nyonya selalu membawanya. Bahkan selalu menatapnya lama di saat-saat senggangnya."
Ratu berdiri dan mendekati Dion. Dengan sedikit ragu menerima tas mamanya.
"Apa yang ada di dalamnya?" tanya Ratu penasaran.
"Bukalah nanti di rumah!"
"Ta-tapi, siapa yang akan menunggu Mama?" tanya Ratu.
Ingin sekali rasanya Ratu di rumah sakit menemani mamanya.
"Bukalah dulu tas mamamu dan pikirkanlah semuanya. Ini bukan hanya menyangkut hidupmu, tapi juga Tuan Aksara. Jangan sampai Tuan Aksara mengetahuinya," tegas Dion.
"Lalu Mama?"
"Kembalilah esok. Untuk hari ini, biar aku yang menemani beliau."
Ratu mengangguk.
"Aku akan pamit ke Mama dulu."
Ratu kembali masuk ke dalam ruang rawat Nabila dan mendekatkan mulutnya ke telinga Nabila.
"Ma, Ratu pulang dulu. Tapi Ratu janji akan kembali. Mama bangun ya, jelaskan semua ke Ratu. Untuk kali ini saja Ma, jangan mengabaikan Ratu. Ratu janji akan menjadi anak yang baik untuk Mama," kata Ratu tercekat.
"Mama kuat dan harus sembuh. Maafkan jika Ratu tidak mengetahui semuanya, Ma. Berikan waktu untuk Ratu agar mengerti. Dan Ratu mohon, Mama yang menjelaskan langsung. Ratu mohon, Ma," lirih Ratu berharap Nabila akan mendengar dan meresponnya.
Setelah beberapa saat sunyi, Ratu memutuskan untuk keluar. Ratu ingin segera mengungkap rahasia yang disimpan Nabila selama ini. Agar dirinya tidak buta akan nasib yang dia pikir tak berpihak padanya.