Chereads / My Love is Different / Chapter 15 - Dunia ini Sempit

Chapter 15 - Dunia ini Sempit

"Bagas?"

"Kamu kenal dia?"

"Iya, kenal banget, Yoga kita harus segera bawa dia ke klinik. Cepetan bantuin aku!" Teriak Arum meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membantu Bagas agar segera mendapatkan pertolongan.

Buru-buru mereka membawa Bagas ke klinik. Kondisinya memang sudah tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat, rasanya Arum tidak tega melihat adik tirinya itu. Kenapa Bagas tidak pernah mengatakan jika dirinya juga berkuliah satu kampus dengan Arum? Jika mengetahui hal itu, pasti Arum akan lebih protect kepadanya, lantaran kondisi kesehatan Bagas belum sepenuhnya pulih setelah dia sakit beberapa waktu yang lalu.

"Apa hubungan kamu sama dia?" tanya Yoga sedikit mengintimidasi gadis berambut hitam sebahu itu.

"Katanya kamu pacar aku, harusnya kamu tahu dong bagaimana kehidupanku. Kamu enggak perlu tanya tentang siapa itu Bagas."

"Apa maksudnya, aku semakin enggak paham?"

"Aku jadi enggak yakin kamu tuh bener-bener suka sama aku karena kamu enggak tahu tentangku. Kehidupan aku aja kamu masih tanya."

"Tolong jangan bikin masalah ini semakin rumit." Yoga sedikit tersulut emosi mendengarkan ucapan dari Arum.

"Sudahlah Yoga, kita balas nanti saja setelah Bagas siuman, tapi kalau terjadi sesuatu dengan dia aku enggak akan pernah tinggal diam."

Arum meninggalkan Yoga yang masih berdiri di depan pintu klinik. Arum masuk ke dalam klinik setelah mengetahui dokter telah selesai memeriksa adik tirinya itu. Yoga tidak bisa berkata-kata lagi, dia masih bingung dengan status hubungan antara Arum dengan Bagas. Mengapa Arum begitu sangat menghawatirkan calon mahasiswa yang baru saja dia kenal itu?

"Gimana kondisi Bagas?"

"Seharusnya dia itu istirahat, tidak perlu melakukan aktivitas yang memberatkan dirinya."

"Tapi dia tidak apa-apa 'kan, Dok? karena dia beberapa waktu lalu sempat dirawat di rumah sakit lalu dia sering sekali mengeluh perutnya sakit. Apa yang sebenarnya terjadi, ya, Dok?"

Dokter tidak lantas memberikan penjelasannya. Dia ingin mengetahui siapakah sebenarnya Arum. Tidak seharusnya seorang dokter itu memberikan diagnosa pasien kepada sembarang orang. Itu adalah privasi dari pasien tersebut. "Memang kamu siapanya Bagas?"

"Saya kakaknya, tidak," Arum meralatnya agar semua jelas, "saya kakak tirinya Bagas, tapi seharusnya saya juga tahu bagaimana kondisi adik saya biar saya bisa menjaganya."

"Baiklah kalau begitu, saya akan memberikan sedikit gambaran jika kondisi Bagas memang tidak baik-baik saja. Ada kelainan yang berasal, mungkin dari lambung atau livernya dan saya tidak bisa memaparkan lebih jauh lagi karena ini bukan wewenang saya, untuk sementara itu saja yang bisa saya sampaikan."

"Lalu selanjutnya, apa yang harus saya lakukan?"

"Saya sudah memberikan obat dan juga infus, sebentar lagi pasti siuman, nanti kita akan berbicara lebih lanjut. Apakah Bagas harus dirawat atau lebih baik istirahat di rumah untuk sementara waktu."

"Terima kasih, dokter, kalau gitu saya tunggu di sini."

"Ya, Arum, kalau begitu saya tinggal ke ruangan, permisi."

"Ya, terima kasih, Dok."

Arum menatap lekat-lekat wajah adik tirinya itu. Terlihat begitu banyak kerapuhan yang ditunjukkan tiap detail di wajah Bagas. Namun, nyatanya dari luar Bagas terlihat sangat kuat. Bahkan dia seperti tidak bisa tertandingi oleh siapapun. Nyatanya hatinya begitu rapuh dan banyak membutuhkan kasih sayang.

Tanpa Arum sadari Yoga melihat tiap adegan yang ada di dalam ruang klinik tersebut. Dia melihat dari balik jendela kaca dan mendengarkan sedikit banyak pembicaraan yang Arum lakukan dengan dokter klinik, yang mana dia dengar melalui celah pada pintu yang tidak tertutup rapat.

Yoga sangat kaget, jika Bagas adalah adik tiri dari Arum. Tidak pernah mereka membahas hubungan tersebut, lantaran mereka pacaran hanya untuk status, satu sama lain. Untuk bisa terlihat sempurna di mata teman-teman yang lain, sebenarnya Yoga memiliki rasa kepada Arum sejak mereka duduk di bangku putih abu-abu. Namun, tidak demikian dengan Arum, dia menjalin hubungan dengan Yoga hanya karena sebuah perjanjian, tidak lebih dari itu.

Terlihat sangat romantis, jika di depan banyak orang. Tetapi, hari-hari mereka dilalui tanpa adanya sebuah rasa yang saling mengikat satu sama lain. Ada banyak rahasia yang mereka sembunyikan, namun untuk saat ini mereka masih sangat rapat menyimpan rahasia tersebut.

"Yoga, kamu lagi ngapain?"

"Astaga, bikin kaget aja, sih."

"Masih enggak enak gara-gara si Bagas?"

"Dia itu sakit, benar-benar sakit. Kita aja enggak paham dikira dia bercanda. Kamu juga sebagai ketua tim seharusnya paham gimana kondisi anggota yang lain. Jangan, cuma diam aja, Andi!"

"Aku tuh enggak diem aja, aku pikir Bagas itu seperti anak-anak yang lain, pura-pura sakit biar dia itu nggak ada petugas. Eh, ternyata beneran sakit terus kenapa Arum di situ? apa hubungan Arum sama si Bagas?"

"Tanya sendiri sama Arum, enggak usah tanya sama aku," ucap Yoga sambil pergi meninggalkan Andi yang bingung dengan hubungan antara kakak tingkat dan adik tingkat itu.

"Aneh, ditanya baik-baik malah pergi, 'kan dia yang pacarnya, kenapa aku yang suruh tanya? jangan-jangan Arum punya cowok brondong, cowok itu si Bagas. Entahlah, namanya juga kehidupan, enggak ada yang bisa menebak," gumam Andi lalu ikut pergi meninggalkan klinik tersebut.

"Bagas aku minta maaf, ya, sebagai kakak aku enggak bisa jagain sampai kamu harus pingsan dan enggak sadar kayak gini. Pasti papa Surya marah banget sama aku kalau dia tahu kamu sakit lagi. Aku pikir selama ini kamu tuh pura-pura cuek dan egois, tapi menurut kata hatiku, kamu tuh baik, aku yakin itu," ucap Arum pada adik tirinya yang masih tidak sadarkan diri.

Arum mengambil ponselnya dan menghubungi Mama Rossa untuk mengabarkan kondisi Bagas. Lantaran Rossa pasti akan selalu cemas, jika dia mengetahui kondisi Bagas dari orang lain.

"Halo?"

"Ma, Bagas pingsan, dia sekarang ada di klinik kampus."

"Kok bisa?" terdengar suara Rossa yang kaget, dia tidak pernah menyangka putra sambung yang tadi pagi diantar sekarang sedang sakit dan dirawat di klinik kampus.

"Kayaknya tadi Bagas lupa minum obat terus ada kegiatan outdoor keliling kampus. Kayaknya dia juga kecapekan, tapi mama enggak usah khawatir, diaudah enggak apa-apa, Ma. Sudah ditangani dokter klinik untuk dikasih obat dan diberi infus kalau infusnya udah abis dan Bagas udah siuman, Mama segera jemput Bagas, ya. Nanti aku kabari."

"Iya, nanti mama jemput Bagas, lagian kamu juga, tadi mama bilang 'kan kamu tungguin Bagas biar kalian bisa berangkat bareng. Pasti enggak kayak gini akhirnya, mama jadi takut pada papa Surya kalau dia tahu anaknya sakit lagi."

"Enggak tahu juga, Ma, aku pikir Bagas bener-bener sakit. Aku kira selama ini dia bercanda biar bisa dapat perhatian dari papa Surya, ternyata ada masalah dengan kesehatannya dan itu enggak bisa dianggap remeh."

"Iya, kamu tolong, ya, jaga Bagas baik-baik."

"Iya, Ma, nanti aku kabari lagi."

"Mama tunggu, ya."

***