Chereads / My Love is Different / Chapter 21 - Belum (Pernah) Kehilangan

Chapter 21 - Belum (Pernah) Kehilangan

"Karena kamu belum pernah kehilangan. Kehilangan itu sakit dan aku tidak akan pernah cerita, aku kehilangan siapa, nanti kalau waktunya sudah tepat, semuanya juga akan tahu."

"Kamu ngomong apa, sih, aku tanya baik-baik, kok, jawabnya kayak gitu?"

"Selama ini kamu juga kayak gitu, 'kan, ke aku? Enggak pernah dianggap ada dan aku pikir kamu selama ini enggak pernah bertanya baik-baik apa."

"Kok jadi nyolot gini, ya, Arum? asal kamu tahu, ini masih rumahku. Jadi, terserah aku mau ngelakuin apa aja."

"Ini juga rumahku, Bagas, setelah mamaku menikah dengan papamu berarti aku juga ada andil di rumah ini. Kamu harus ingat satu hal, walaupun kamu menganggap aku jahat dan kejam, asal kamu tahu, aku itu benar-benar sangat mengharapkan kita bisa akrab seperti layaknya saudara kandung yang lain. Ingat, itu!"

"Enggak akan pernah, saudara tiri tetap diri, tidak ada hubungan darah selamanya."

"Itu yang kamu mau."

"Iya, kenapa?"

"Aku enggak akan pernah melakukan hal itu. Sekuat tenaga aku akan membuat hubungan kita lebih harmonis lagi. Aku enggak mau kita berakhir sebagai saudara tiri yang jahat, tapi aku ingin kita seperti saudara kandung walaupun kita tidak lahir dari satu rahim, tapi hati kita sama. Kita saling menyayangi, karena kita saudara, ingat itu Bagas!"

Bagas tidak membalasnya. Dia sudah terlalu pusing mendengarkan segala omelan dari kakak tirinya. Bagas lantas meninggalkan Arum begitu saja.

"Dasar, ya, anak enggak tahu diri! orang ngomong malah ditinggal." Emosi Arum menggelegar.

***

"Aku mau berangkat ospek."

"Kamu itu masih sakit Bagas, kok ospek, sih?"

"Benar kata mama kamu, jangan ospek dulu. Istirahat di rumah, kamu juga masih pucat, nanti siang kita ke rumah sakit buat kamu cek lagi, ya, biar jelas kamu sakitnya apa."

"Ayah sudah tahu aku sakit apa. Ada masalah maag dan lever. Kenapa, sih, harus dicek lagi dan cek lagi, Aku capek tahu."

"Maaf, ya, bukan maksudnya mama ikut campur, tapi kalau dicek berulang kali biar lebih akurat dan jelas sakitnya itu apa dan langkah apa yang harus diambil untuk bisa sembuh dengan cepat. Kamu percaya sama mama karena mama hanya ingin melihat anak mama sembuh, hanya itu."

"Aku bukan anak kamu," tungkas Bagas seperti anak yang tidak berpendidikan.

"Bagas!" Teriak Surya membuat seisi rumah bergetar. "Kamu itu tidak tahu diri, jangan bicara sembarangan. Ayah sudah bilang berulang kali, dia, mama kamu. Lupakan Marina, jangan mengingatnya! Tapi, kalau kamu masih ingin mengingatnya silakan, namun jangan mengungkapkannya di rumah ini dan jangan membandingkan antara Rossa dan Marina karena mereka tidak bisa dibandingkan dan Rossa terlalu baik ribuan kali dibandingkan dengan Marina yang tidak bertanggung jawab itu."

"Ayah yang tidak bertanggung jawab. Kenapa ayah memutuskan hubungan itu, aku menyayangi mama dan tidak akan pernah menggantikan nama mama di hatiku."

"Sudah, ini masih terlalu pagi. Jangan berantem lagi, sudahlah, tidak perlu seperti itu. Wajar, aku memang ibu tiri, jadi memang sulit untuk mendapatkan pengakuan dari anakmu. Tapi, aku tidak pernah merasa berat, tenang saja Surya."

"Seharusnya kamu itu merasa malu dengan Mama Rossa yang sangat menyayangimu, bahkan menyuruh ayah untuk tetap memahami kamu yang tidak menganggapnya ada. Sungguh kamu keterlaluan, sifatmu seperti Marina, tidak bisa diatur."

"Biar aku pergi saja ke rumah Mama Marina, nanti tidak ada masalah lagi, semuanya puas. Biar ayah tidak merasa terbebani dengan adanya aku di sini."

"Aku tidak akan pernah mengirim kamu ke rumah Marina. Hidupmu akan hancur dan kamu enggak akan pernah bisa bahagia bersama mama kamu itu. Bagas, kamu enggak tahu seperti apa Marina dan kamu tidak sepantasnya tinggal bersama wanita seperti itu. Ayah tidak akan pernah rela sampai kapanpun."

Wajah Surya memerah, seakan emosinya sudah di ujung batas. Dia sangat sulit menahan emosi, jika tidak ada Rossa pasti akan dilontarkan semuanya. Namun, Surya masih menghormati Rossa sebagai istrinya, sehingga dia masih mengontrol emosinya agar tidak terlalu meledak-ledak.

"Aku juga tidak akan pernah rela ayah terus-terusan menghina Mama Marina karena dia orang yang melahirkanku, orang yang sangat menyayangiku, sekalipun dia jahat, sekalipun dia membenci ayah, tapi aku tidak akan pernah membencinya. Aku akan tetap menganggapnya sebagai mamaku yang harus aku hormati. Jangan ayah bicara sembarangan, bagaimanapun juga, dia pernah ayah cintai."

Sesaat suasana pagi itu menjadi mencekam. Tidak seperti pagi-pagi yang lalu. Ada banyak percekcokan yang terjadi. Rossa berusaha tetap menengahi dan mendukung suami dan juga anak sambungnya. Namun, tidak begitu dengan Bagas yang tetap masih tidak bisa menerima Rossa ada di dalam keluarganya.

"Sudahlah, lupakan semuanya, jangan seperti ini. Aku tidak marah dengan Bagas, aku juga tidak pernah membenci siapapun di rumah ini, Surya. Biarkan Bagas menyukaiku secara perlahan. Jangan pernah kamu memaksa Bagas untuk bisa menerimaku, pasti itu sulit dan aku memahaminya, untuk sekarang biarkan Bagas menerimaku dengan caranya sendiri."

Surya hanya bisa terdiam mendengarkan ucapan dari istrinya. Dia begitu tegar dalam menjalani kehidupannya, bahkan tidak ada kebencian yang terlintas sekalipun Bagas telah bersikap kasar kepadanya. Surya sangat mengagumi istrinya itu, dia memang luar biasa menjadi seorang istri sekaligus ibu yang bisa memahami dan menerima keadaan ini.

Bagas langsung pergi meninggalkan meja makan. Dia tidak peduli dengan segala yang terjadi. Meninggalkan Surya dan Rossa adalah pilihan terbaik daripada hatinya terus dongkol dengan perkataan ayahnya dan kebaikan mama sambungnya yang malah diartikan berbeda.

"Bagas, kamu mau ke mana?" tanya Rossa tidak ingin kehilangan jejak putra sambung itu.

"Cukup, tidak perlu dikejar, nanti dia juga pulang sendiri. Kamu jangan terlalu baik sama anak itu, dia semakin melunjak. Aku tidak menyukainya. Dia tidak sopan kepadamu dan aku membenci orang yang berperilaku tidak sopan kepada orang lain, walaupun dia anakku sendiri."

"Surya, tidak seharusnya kamu seperti itu. Kondisi Bagas belum stabil dan pikirannya juga masih labil. Aku harus mengejarnya," ungkap Rossa bangkit dari tempatnya terduduk untuk segera bisa mengejar Bagas agar tidak kehilangan jejak.

"Enggak perlu!"

"Terserah jika itu yang kamu mau. Aku juga melakukan tugasku sebagai seorang ibu untuk mencegah anakku pergi dari rumah," ucap Rossa mulai mengejar putra sambungnya, "Bagas, tunggu mama!"

Rossa memang wanita yang kuat dan luar biasa, tidak seperti ibu tiri pada umumnya yang mengabaikan anak sambungnya. Dia sangat menyayangi Bagas melebihi apapun karena memang Rossa juga pernah kehilangan seorang anak, pasti dia tahu bagaimana rasanya. Jika, nanti dia akan kehilangan Bagas untuk kedua kalinya, kesedihannya akan berlipat ganda. Dia tidak ingin kejadian itu terulang kembali, lebih baik diam dan mengalah kepada Bagas lalu membiarkan Bagas bertingkah sesuai dengan keinginannya.

***