Chereads / My Love is Different / Chapter 26 - Penasaran

Chapter 26 - Penasaran

"Apa yang terjadi dengan Bagas, Dok?"

"Kondisinya cukup mengkhawatirkan. Bagas harus segera mendapatkan penanganan yang lebih lanjut dan beberapa tes yang harus dilalui. Kondisinya tidak baik-baik saja dan tidak seharusnya dibiarkan seperti ini, dalam jangka waktu yang cukup lama."

"Jadi, maksud dokter kondisi Bagas semakin memburuk?"

"Benar sekali, Pak, terlalu lama kita membiarkannya, sehingga semakin parah dan harus segera mendapatkan penanganan yang terbaik."

"Lakukan itu, Dok, saya menyerahkan semuanya kepada dokter, yang terpenting Bagas bisa cepat sembuh dan sehat seperti sedia kala."

"Baik kalau begitu, bapak bisa mengurusi segala administrasi untuk keperluan Bagas ketika di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan."

"Terima kasih, Dok. Sebentar, bagaimana dengan luka akibat kecelakaan di tangannya Bagas?"

"Tidak ada masalah, malah tidak parah, hanya luka biasa dan sudah saya tangani."

"Terima kasih, dokter."

"Ya, Pak, saya permisi dulu."

Awalnya Surya ingin memberikan peringatan kepada Bagas agar dia bisa lebih sopan dan menghargai Mama tirinya. Namun, ketika melihat kondisi Bagas yang ternyata juga sakit dan bahkan kondisinya sangat mengkhawatirkan, membuat Surya mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin menambah beban untuk putra satu-satunya itu. Kesedihan Surya benar-benar lengkap, kehilangan calon putranya dan juga harus melihat putra yang lain sedang berjuang melawan penyakit.

Surya berinisiatif untuk menghubungi Rossa. Tetapi, dia mengurungkan niatnya, tidak ingin membuat istrinya itu berpikir terlalu keras dan juga membebaninya, yang akan membuat proses pemulihan akan semakin lebih lama.

"Mungkinkah aku harus menghubungi Marina, memberitahukan kondisi putranya? Tidak, aku tidak boleh menghubunginya lagi. Aku tidak ingin ada hubungan lagi dengan Marina setelah kesalahan fatal yang dia perbuat kepadaku. Aku tahu tidak seharusnya ini terjadi, tetapi jika semuanya menyangkut Bagas, aku ingin yang terbaik untuknya. Tidak ada masa lalu yang harus menghantuinya," gumam Surya mengurungkan niatnya untuk menghubungi mantan istrinya, sekalipun itu adalah ibu kandung dari Bagas.

Surya masuk ke ruang UGD melihat putranya terbaring di ranjang rumah sakit. Wajah pucat menandakan penderitaannya yang tidak kunjung berakhir. Tidak ingin rasanya situasi itu terulang kembali, namun ini mungkin juga teguran sekaligus bisa menjadi kutukan untuk Surya lantaran kehidupannya di masa lalu, yang sulit termaafkan, bahkan dirinya sendiri tidak mampu untuk mengampuni kesalahan itu.

Tubuhnya semakin kurus, wajahnya tirus, kulitnya tidak terlihat segar, seperti apel yang telah dikupas. Berharap putranya bisa segera membuka mata dan kembali tersenyum, sekalipun dia pernah berbuat kesalahan, tapi itu bukan salahnya. Hanya Rossa yang mengetahui semuanya dan Rossa bahkan telah memaafkan putra sambungnya itu, kenapa Surya tidak dapat untuk menerimanya? kenapa Surya terus-menerus seakan dendam kepada anak kandungnya? Hanya waktu yang mampu menjawab.

***

"Kok, rumah sepi banget, sih, Bi?"

"Eh, Non Arum, sudah pulang? bagaimana kondisinya nyonya?"

"Sudah lebih baik, tapi keguguran. Aku sedih banget. Aku pikir ini semua salah Bagas tapi ternyata kata mama, Bagas tidak pernah bersalah dalam kasus ini, bahkan mama yang serta-merta menyelamatkan Bagas yang hampir tertabrak."

"Sebenarnya Mas Bagas sedang di rumah sakit, Non, jadi di rumah ini sepi."

"Apa? Bagas di rumah sakit?"

Orang lain tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Bibi Surti, lantaran tidak mungkin jika Bagas berada di rumah sakit dengan alasan yang tidak jelas.

"Mas Bagas sejak kecelakaan itu tidak makan tidak minum obatnya. Dia terus tidur di kamar sampai tadi pagi saya datang untuk membawakan sarapan, ternyata Mas Bagas tetap menolaknya. Dia pengen sekali datang ke rumah sakit, tetapi kondisinya juga cukup mengkhawatirkan."

"Cukup mengkhawatirkan gimana, sih, Bi?"

"Tangannya juga terluka, tapi Mas Bagas tidak mau untuk dibawa ke rumah sakit. Kalau ke rumah sakit, maunya datang untuk menengok kondisi dari Nyonya Rossa."

"Terus sekarang Bagas di rumah sakit karena mendapatkan penanganan tangannya yang terluka?"

"Tidak, Non."

Bibi Surti terlihat sedih. Wajahnya mendadak menjadi sendu, seperti ada tangis yang dia coba untuk disembunyikan karena tidak ingin terlihat lemah dihadapan anak majikannya.

"Terus kenapa Bagas dibawa ke rumah sakit, kalau bukan untuk penyembuhan luka di tangannya?"

"Tadi pagi ketika saya mengantarkan sarapan, Mas Bagas mimisan terus saya sarankan untuk segera menghubungi Tuan Surya agar segera bisa dibawa ke rumah sakit, tetapi Mas Bagas menolak. Malah Mas Bagas pengen banget menghubungi Nyonya Marina, jujur saya tidak mengizinkannya. Karena saya takut nanti dimarahi Tuan Surya jika mengetahui Mas Bagas masih berhubungan dengan mama kandungnya itu."

"Ini hubungan, apa, sih, Bi, rumit banget. Kenapa papa Surya enggak pernah ngizinin Bagas untuk menghubungi mama kandungnya, Emang ada masalah apa?"

"Saya tidak ndak paham, Non, sejauh ini semuanya baik-baik saja, tetapi saya tidak tahu jika ada permasalahan yang mereka sembunyikan di depan Mas Bagas."

"Terus aku masih penasaran, apakah Bagas itu selama ini bener-bener sakit dan menyembunyikan penyakitnya?"

"Saya kurang paham, tapi terakhir yang tadi saya lihat, Mas Bagus banyak sekali mimisannya. Seluruh kaosnya terkena daarah, bantalnya juga, sampai Tuan Surya takut dan cepat-cepat Mas Bagas ke rumah sakit.

"Apa? Separah itu? kalau gitu biar aku kasih tahu mama, ya, kalau Bagas juga dirawat di rumah sakit."

"Ya, Non, tolong sampaikan salam saya juga kepada Nyonya Rossa, semoga cepat sembuh dan bisa menerima segala suratan yang diberikan oleh Tuhan."

"Iya, nanti aku sampaikan, terima kasih, ya, Bi. Kalau gitu aku mau ambil pakaian mama terus kembali lagi ke rumah sakit."

"Iya, Non."

Arum masuk ke kamar mamanya untuk mengambil beberapa pakaian ganti guna dibawa ke rumah sakit. Pikirannya mulai mengambang tidak jelas, mengingat tentang kesehatan mamanya dan juga ingin tahu bagaimana kondisi dari Bagas, anak yang sangat dia benci. Nyatanya Bagas menyimpan sebuah rahasia dan penyakit yang mungkin cukup parah.

"Aku baru di rumah ini. Aku baru masuk keluarga ini, tapi sepertinya banyak sekali masalah yang disembunyikan dariku dan mama mungkin juga sudah mengetahuinya, tetapi tidak bermaksud untuk berbagi kepada aku, Entahlah, lihat saja nanti," ucap Arum pada dirinya sendiri.

Tidak lama kemudian ponselnya berdering. Arum melihat di layar ponselnya tertera nama Yoga. Dengan berat hati dia mengangkatnya. "Ada apa, Ga?"

"Kamu bisa enggak ke kampus sekarang?"

"Enggak bisa, ada masalah yang harus aku selesaikan."

"Bagas enggak masuk, terus kamu juga enggak masuk, kalian itu kenapa, sih?"

"Yoga, Bagas enggak masuk itu karena sakit. Aku enggak masuk karena lagi ngurusin mamaku."

"Semoga mamamu cepat sembuh. Tapi, kamu jujur sama aku, biar aku enggak terus ngejar kamu."

"Aku, tuh, enggak mau jujur bagian mana, sih? aku udah bilang kalau Bagas itu adalah adik sambungku, adik tiriku. Terus kamu mau yang kayak gimana lagi? kamu cemburu sama Bagas? Aneh, deh, kita itu pacaran cuma untuk pencitraan jadi jangan pernah berharap lebih." Tegas Arum berharap Yoga tahu diri.

"Kamu jangan terlalu percaya diri, terlalu over."

"Terus kamu mau kita putus?" tantang Arum yang mulai tidak bisa mengendalikan emosinya.

***