Sabtu sore. Jalanan Teuku Umar terlihat padat seperti biasa. Jalan utama yang terletak ditengah kota itu memang tak pernah sepi, hanya akan terlihat lengang kalau hari raya Nyepi tiba.
Banyaknya restauran dan rumah makan yang berdiri disepanjang jalannya, juga menjadi penyebab jalan ini tak pernah sepi, bahkan pada titik - titik tertentu dan jam tertentu, jalan utama ini bisa mengalami kemacetan parah.
"Jaman sudah digital, kenapa masih repot mencari buku Ken ?" Tanya Maya dari belakang. Kendra tahu maksud arah pembicaraan Maya.
"Ngga harus cari buku sih May, kalau ngga ada acara, biasanya aku habiskan waktu ke toko buku," jelas Kendra.
Maya hanya tersenyum.
"Kalau saja perpustakaan kota buka sampai malam, mungkin akan kesana tujuanku." Tambah Kendra. Selain bermain game di komputernya, mengunjungi toko buku adalah hobi lain Kendra, selain melukis.
"Unik." kata Maya pendek.
***
Kecanggihan tekhnologi saat ini memang seharusnya memudahkan segalanya, dimana hanya dengan rebahan di kamar, kita bisa merambah dunia hingga kecelah bumi terdalam sekalipun.
Informasi apapun dapat kita akses dengan cepat dalam genggaman, tak perlu harus repot mencarinya ke toko buku.
Tapi bagi Kendra toko buku tetaplah tempat favoritnya, memegang langsung fisik informasi yang tertulis langsung didalamnya, adalah satu hal yang harus tetap dibudayakan. Baginya, selain mengasah kejelian mata saat menatap deretan judul buku dalam rak, kita juga diharuskan banyak bergerak, dari rak satu ke rak yang lainnya jika ingin mencari informasi yang dibutuhkan. Itu poinnya, dan yang terpenting, kita bisa membacanya dengan gratis, buku - buku yang menarik mata tapi tak minat kita beli.
***
Segera setelah masuk kedalam, keduanya terpisah, tenggelam dalam dunianya masing-masing
Kendra tenggelam dalam deretan rak buku yang membahas tentang tekhnologi, komputer dan pemrograman.
Maya dideretan rak majalah wanita. Sesaat mereka terlihat serius dengan aktivitas masing-masing hingga waktu pun terus berjalan.
Kendra terlihat membawa 2 buah buku yang lumayan tebal, sepertinya ia tertarik untuk meminang dan membawanya pulang.
Dihampirinya Maya yang saat ini telah berpindah kebagian resep memasak. Sejenak ia menatap terpesona siluet Maya dengan wajah seriusnya, hidungnya terlihat lebih mancung jika diperhatikan dari samping.
"Belajar jadi ibu rumah tangga bu?" Kata Kendra dari belakang, mengagetkan Maya.
Dia tersenyum.
"Kodrat wanita. Memasak adalah ketrampilan utama yang wajib mereka punya," jawab Maya, sambil membolak balik buku resep yang ada ditangannya, "jadi belanja juga rupanya ?" Maya melirik buku yang dipegang Kendra.
"Godaannya berat untuk di tolak, sudah? Atau masih mau lanjut lagi?" Kendra menanyakan apakah Maya masih ingin sedikit berlama disana.
"Terserah pak supir sih, masih ada yang dicari kah?" Maya membalik pertanyaan Kendra, sambil menutup buku resep ditanganya, Maya menatap Kendra, sesaat mata mereka beradu, hanya sepersekian detik, mereka saling membuang pandangan dengan tingkah sama - sama kikuk.
"S-sudah sih - aku bayar dulu kalau gitu ya?" Maya mengangguk, kepalanya terlihat menunduk, seperti menyembunyikan rona merah di pipinya, dia berpura - pura membolak balik deretan buku yang terpajang di rak.
Kendra dengan langkah canggung berjalan menuju kasir, jantungnya berdetak dengan cepat, perasaan apa ini , gumamnya, debaran ini tak pernah ia rasakan lagi, setelah kejadiannya dengan Santi.
***
20:30
Mereka sudah berjalan diarea parkir gedung yang terletak di persimpangan jalan Dewi Sartika dan Jl. Sudirman di jantung kota Denpasar.
"Maya mau sekalian makan?" Tawar Kendra sambil menyerahkan helm. Hampir saja dia membantu Maya untuk mengenakannya di kepala Maya , tapi urung ia lakukan karena takut dikira tak sopan. Maya tersenyum melihat Kendra kikuk karena ulahnya sendiri.
"Boleh deh," Maya kenakan helm kekepalanya.
"Mau makan apa?" Tanya Kendra lagi, masih berdiri disisi motor matiknya. Tangannya berusaha mengunci tali pengaman helmnya.
"Em... Apa ya? terserah Kendra, " selain tak tau tempat makan di sekitar Denpasar, Maya juga tak ada ide ingin makan apa malam itu.
"Ke cak Asmo mau?" Ajak Kendra
"Apa itu?"
"Chinesee food dan Seafood, halal kok?" Kata Kendra.
"Boleh deh, makan Kwetiau goreng kayaknya enak."
Kendra tersenyum.
***
Keluar parkiran dari arah timur, kemudian motor Kendra mengikuti isyarat lampu hijau, lalu belok kanan mengitari Innercourt dengan pohon kelapa gading ditengahnya.
Motor selanjutnya meluncur kearah selatan Jalan Sudirman, belok kekanan di ujung pertigaan lampu merah Waturenggong, lurus ke barat sampai dipersimpangan Pasar Sanglah, Kendra mengambil jalan kiri kearah Sesetan, dan 50 meter dari sana dipertigaan lampu merah depan Apartemen kepolisian, Kendra belok kekanan.
Hanya 10 menit dari pertigaan lampu merah. Bangunan dengan ruangan terbuka, persis berada seberang jalan.
Kendra menunggu kendaraan dari jalur depan sepi, agar bisa menyeberang, beruntung seorang tukang parkir yang sangat ramah membantunya berusaha menghentikan arus kendaraan dari depan, selanjutnya memandunya untuk parkir disebelah mana.
sang tukang parkir terlihat sangat atraktif karena kadang gerakannya diselingi seolah sedang menari, Maya sampai tersenyum saat melihat atraksi atraktif sang tukang parkir.
***
Didalam. Pengunjung tampak ramai, namun untungnya untuk mencari bangku kosong tidaklah susah, setelah memesan mereka duduk di kursi paling pojok, yang hanya berisi dua buah kursi berhadapan.
"Kendra di Balinya sudah berapa lama?" Tanya Maya, sambil menunggu pesanan datang mereka terlibat obrolan.
"Tiga - empat tahun mungkin May." Jawab Kendra sambil berusaha mengingat, awal dirinya masuk ke Bali, menceritakan dengan detail, dan Maya terlihat sangat antusias mendengarnya.
***
"Sudah lama juga ya ternyata, sudah jadi 'Bli' ya?" pungkas Maya, ketika Kendra selesai dengan ceritanya.
Kendra membalasnya dengan senyum. Bli adalah sebutan kakak untuk cowok, fungsinya sama seperti Mas atau pun Abang untuk memanggil lelaki yang tak dikenal.
"Belum, masih Mas-mas." kata Kendra bercanda.
"Tapi pasti sudah pintar bahasa Bali, ken - ken kabare bli Ken?(gimana kabarnya mas Ken)" Maya terlihat tertawa sambil menutup mulutnya, terdengar logat yang dia ucapkan sangat kaku.
"Becik - becik manten gek May, Punapi gatra ?" (baik - baik saja mbak ayu May, gimana kabarnya?) balas Kendra dengan bahasa halus.
"Waduh, saya tahunya hanya ken - ken," Jawab Maya masih dengan tawanya, Kendra menatap wajah Maya dengan tersenyum, sungguh mempesona wajahnya, batin Kendra. Tapi tiba - tiba rasa trauma akan apa yang dia alami bersama Santi menyergapnya, membuatnya langsung mengalihkan pandangan, yang kebetulan disaat yang sama, dua pelayan datang menghampiri kursi mereka.
Obrolan mereka terhenti saat pesanan datang, Nasi goreng Seafood- teh hangat kepunyaan Kendra, dan Kwetiau goreng - es teh tawar kepunyaan Maya.
Dan aroma masakan yang dikeluarkan oleh makanan di hadapan mereka telah mengalihkan pembicaraan untuk beberapa saat, karena dominasi laparnya perut telah mengambil alih.
Hanya sesekali mereka bercakap, membahas makanan yang saat ini sedang mereka nikmati, dan juga makanan-makanan lainnya yang pernah mereka cicipi selama ini.
Tak butuh waktu lama diiringi obrolan ringan, nasi goreng Kendrapun habis berpindah ke dalam sistem pencernaan nya, sedang Maya Kwetiau goreng nya tinggal beberapa tersisa di piring, sepertinya dia sudah merasa kenyang, memang untuk cewek porsi makanan itu terlalu banyak.
Kendra mengambil ponsel nya, dia mengirim pesan.
"Gua di cak Asmo, lu mau di bungkusin orangnya apa masakannya?" ketik Kendra di aplikasi pesan, dia kirim ke Bagas.
Tak menunggu lama, karena kebetulan Bagas sedang online
[Nasi Goreng maawuut cuk.] ia sertakan emot LOL.
"Bentar ya May, aku bungkusin Bagas nasi goreng." Kendra berdiri, Maya mengangguk sambil meminum es teh tawar nya.
Ternyata dia juga sudah mengeluarkan ponsel nya dan mulai mengamati layarnya.
Beberapa menit setelahnya. Kendra menenteng kantong plastik berisi nasi goreng pesenan Bagas.
"Yuk." Ajak Kendra setelah dia kembali ke meja.
"Loh sudah dibayar?" Tanya Maya kaget, sejak tadi matanya tak lepas dari layar ponsel nya.
"Sudah." jawab Kendra pendek, senyumnya ter kembang.
"Waduh berapa punya ku tadi ?" Maya mengeluarkan dompet dari balik kantong hoody nya.
"Udah ngga usah, " tolak Kendra.
Maya terdiam sesaat, seperti sedang berfikir.
" Ya udah, tapi janji lain kali aku yang bayar ya?" Ujar Maya seolah ada perasaan bersalah.
Wajah Kendra membias senang.
Yes ! Lain kali itu artinya ada kesempatan berikutnya bagi Kendra untuk mengajak kembali Maya jalan.