"Siapa yang masuk? Apa bukannya lo dan nyokap lo itu?!" timpal Airis nampak tidak mau kalah.
"Heh, dengar ya! Jangan bawa-bawa nyokap gue, orang nyokap lo itu yang nyuruh bokap lo nikahi nyokap gue." Dan tiba-tiba Airin ikut campur.
"Udahlah Kak, diam jangan bertengkar!" Melihat Airin yang tiba-tiba saja ikut campur Airis pun langsung membentak.
"Ini lagi! Ngapain lo kecil-kecil ikut? Sana bawa adik lo itu keluar!" Airin pun menangis, lalu tiba-tiba ayahnya datang dan langsung menampar Airis, Airis pun terkejut.
"Terus saja tampar! Lebih sakit hati ini daripada pipi, aku memang tidak pantas ada di sini, aku gak minta dikuliahin kok disini, mimpi yang indah ternyata lebih buruk dan menyakitkan." Mama tirinya tiba-tiba datang dan langsung berkata.
"Ada apa Mas, ini Airis, Rina dan Airin kenapa kalian semua menangis?" lalu Airis pun menjawab.
"Urusin tuh anak-anakmu, Ayahku yang baik gak usah menjaga saya ya? Jagain saja anak-anak tiri Ayah, aku akan pulang, dan aku akan baik-baik saja," ujar Airis sambil tersenyum, lalu kemudian ia keluar dari kamarnya, Airin mengejarnya dan Airis melangkah cepat, mama tirinya berseru.
"Airin jangan sayang ..." Airin sampai di tangga dan tiba-tiba saja kakinya terpeleset dan kemudian tergelincir jatuh membentur beberapa anak tangga, Airis menoleh ketika Airin berteriak, lalu Airis lari menolongnya, tubuh gadis kecil itu penuh dengan darah, Rina, Ayah dan mama tirinya pun bergegas turun, mereka lari dan segera menggendong Airin masuk ke dalam mobil dan kemudian langsung membawanya ke rumah sakit. Rina berkata.
"Ini semua gara-gara lo." Airis pun hanya menatap Rina dengan tanpa bicara. Tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah sakit, Airin masuk ke ruang UGD, bermenit-menit mereka menunggu, kemudian Airis pergi ke musholla untuk sholat, sepuluh menit kemudian Airis keluar dari musholla.
"Kalian gak sholat? Waktu Maghrib sangat dikit," tanya Airis, dan ayahnya langsung memandangnya, lalu Airis menyendiri dan Rina bertanya.
"Kamu gak merasa bersalah?" Airin tersenyum.
"Lebih baik kamu sholat aja dulu deh, biar setannya berkurang," timpal Airis, dan Rina pun kaget, dan tiba-tiba ibunya berkata.
"Rina, ayo sholat nak." Airis pun tersenyum, lalu dokter keluar.
"Kamu saudaranya pasien?" tanya dokter.
"Iya Dok, gimana?" balas Airis.
"Darah pasien terlalu banyak yang keluar, apa darah kamu A?" tanya dokter.
"Iya Dok, ambil saja darah saya, tapi jangan bilang-bilang sama keluarga saya ya Dok?" pinta Airis.
"Baiklah, tapi saya tidak bisa janji, yau udah kalau begitu mari ikut saya." Lalu mereka pun masuk ke ruang praktek sang dokter. Sementara Ayah, Rina dan mamanya nampak keluar dari musholla, ayahnya bertanya.
"Mana Airis?" Rina pun menyahut.
"Gimana sih tidak menjaga Airin malah pergi." Lalu setelah selesai pengambilan darah seorang suster berkata, "Kamu disini dulu ya? Jangan kemana-mana, soalnya bisa fatal nanti akibatnya." Airis tersenyum sembari mengangguk, lalu suster pun pergi, Airis melihat jam.
"Ya Allah sudah jam 21 : 00." kemudian Airis melepas selang infus dari tangannya dan bergegas lari. Tak lama setelah itu suster pun datang dan mencari Airis.
"Maaf pak, buk saudari yang mendonorkan darahnya tadi dimana ya kok gak ada?" tanya sang suster, dan ayahnya pun nampak kebingungan lalu kemudian bertanya.
"Siapa sus namanya?"
"Waduh, tadi saya juga tidak sempat tanya, tapi pokok ciri-cirinya rambutnya panjang, cantik dan pakai baju merah, ya udah kalau kalian tidak tahu," ucap suster yang kemudian beranjak, namun buru-buru dicegah oleh Ayah.
"Tunggu sus, dia telah mendonorkan darahnya untuk anak saya?" tanya ayah, dan Rina membatin, 'Itu pasti Airis yang dimaksud.'
"Iya Pak," jawab suster sambil mengangguk. "Apa Bapak tahu? Soalnya setelah pengambilan darah dia harus istirahat paling tidak tiga jam, agar darahnya bisa kembali normal, tapi eh .. malah gak ada," terang suster. Ayahnya benar-benar tidak menyangka dan segera bergegas mencari Airis, sementara itu Airis nya sendiri nampak sudah berada di dalam taksi.
"Aduh .. dimana ya daerah balapannya," ucap Airis, dan sopir taksi pun menyahut.
"Area balapan neng? Dekat kok dari sini."
"Ya udah kalo begitu antar saya ke sana ya Pak?" pinta Airis.
"Oh iya baik non siap!" Taksi pun langsung meluncur dan memang benar tidak lama kemudian sampailah Airis ke tempat balapan yang dituju.
"Waduh mati gue, mana duit habis lagi, ah bodoh, Pak bentar ya uangnya?"
"Iya Non," jawab Pak sopir, lalu Airis pun segera turun, dan benar Airis langsung mendapati Rendy tengah bersiap untuk memulai balapannya.
"Ren, Rendy ..." seru Airis.
"Heh, ngapain lo kemari?"
"Tolong bayarin taksi itu dong."
"Enak aja, emang gue bos lo? Ogah."
"Ya udah pinjem-pinjem, bener ntar gue balikin." Lalu setelah itu Airis pun langsung kembali berjalan dengan agak sempoyongan mendekati mobil Rendy, wajahnya pucat, matanya berkunang-kunang."
"Ren, gue ikut lo ya?" ucapnya sambil langsung masuk ke dalam mobil.
"Eh, apa-apaan ini?!" Bersamaan dengan itu tiba-tiba tanda untuk dimulainya balapan pun berbunyi, dan tanpa memperdulikan Airis yang telah tergeletak di jok belakang Rendy pun langsung tancap gas.
Setelah beberapa saat akhirnya Rendy pun berhasil memenangkan balapan itu dengan Airis yang masih tergolek di belakangnya.
"Bisa-bisanya ni cewek tidur di mobil yang lagi balapan, heh aneh. Woi bangun woi! Lho tapi kok wajahnya pucat gitu, heh Ris, Airis ... bangun, apa dia pingsan?" Dan tiba-tiba Airis membuka matanya, dan kemudian berkata.
"Belum balapan ya?"
"Gila, nyenyak banget tidur lo?" tanya Rendy dan Airis pun langsung menjawab.
"Aku gak tidur, siapa yang tidur, mungkin aku pingsan." Lalu Rendy pun menjalankan mobilnya sambil berkata.
"Bego, kamu itu kaya vampir aja?" Airis tersenyum.
"Emang aku lagi kehabisan darah," ucapnya sambil menatap Rendy.
"Lo becanda ya? Lo bukan vampir kan?" Airis malah mempelototkan matanya dan kemudian.
"Menurut lo?!" ucapnya sambil menunjukkan gigi gingsulnya ke arah Rendy.
"Akan gue hisap darah mu!" Rendy pun terkejut dan langsung menghentikan laju mobilnya dengan wajah terlihat ketakutan.
"Hehehe ... lucu juga ya kamu, hehe ..."
Rendy deg-degan dan kemudian menghela nafas panjang.
"Huh ..." Kemudian Airis menyandarkan kepalanya di jok yang diduduki Rendy dan kemudian berkata.
"Kamu jangan balapan lagi ya?" Rendy menatap mata Airis.
"Emang kenapa?" tanya Rendy.
"Gue gak mau terjadi apa-apa sama lo."
"Kenapa?"
"Halah ... lo itu kebanyakan kenapa, udah cepat jalan lagi," ucap Airis sambil menepuk pundak Rendy. Lalu sambil menyetir Rendy kembali bicara.
"Kalau gue orang yang handal bermain piano pasti lo adalah orang pertama yang akan gue ajarin memainkan alat itu." Airis terkejut.
"Kenapa aku?" Rendy pun menjawab.
"Tuh kan sekarang gantian lo yang jadi banyak kenapa-kenapa, dasar lo gak konsisten," jawab Rendy membalikkan omongan Airis dan gadis itu pun nampak tersenyum dan Rendy menatap wajah Airis.
"Ternyata orang kaya lo kalau senyum manis juga ya?" tanya Rendy sambil cengengesan. Lalu mereka pun sampai di rumah dan rupanya disitu sudah ada seorang cewek dan langsung menyapa Rendy.
"Hei Rendy ... dari mana saja sih kamu?" Airis pun melirik cewek itu dan kemudian segera turun dan kemudian berkata.
"Makasih ya Ren, gue sekarang pulang." Airis pun langsung lari masuk ke dalam rumahnya. Sementara itu Rendy nampak mengomeli wanita itu.
"Ngapain lo? Kayak kurang kerjaan aja, udah pergi sana, gue ngantuk mau tidur." Rendy pun langsung masuk rumah dan kemudian menutup pintu, wanita itu pun nampak menggedor-gedor namun Rendy sudah tidak menghiraukannya. Lalu setelah masuk rumah Rendy segera merebahkan tubuhnya di sofa, sejenak dia teringat Airis.
'Baru kali ini ada cewek yang berani nasehati gue, udah gitu nekat lagi, heh ... cewek aneh.'