"Mas, boleh aku cerita?" tanya Indra setelah mereka berbincang untuk beberapa saat.
"Ha ha ha … pasti kamu mau curhat tentang Miranti. Kamu dinakalin? Ha ha … ngomong saja, karena aku tahu pasti bagaimana sifat anak itu." Dengan entengnya, Gara yang merupakan karyawan pada perusahaan Miranti, terdengar menyebut sang bos besar hanya dengan menggunakan nama saja.
"Ah, Mas Gara kok langsung tahu?" dengan heran, si pemuda langsung saja menanyakan hal tersebut.
"Ya aku pasti tahu, ha ha ha … bukankah aku pernah cerita kalau dia itu memiliki pribadi yang sangat unik?" masih saja dengan tawa lepasnya, lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari Indra itu langsung menukas kata si pemuda dengan mengungkit masa lalu.
Bila seseorang mengerti latar belakang antara Miranti dengan Cok Sagara, pastilah tak akan heran saat mendengar laki-laki tersebut terkesan sangat enteng dalam membicarakan sang pemilik perusahaan. Karena seperti yang sudah ia katakan tadi, Gara memang sangat mengenali sosok Miranti semenjak masih kanak-kanak.
Miranti Ayunda dan Cok Sagara adalah dua orang teman sepantaran yang sama-sama hidup dalam sebuah komplek asrama Tentara, karena waktu itu kedua orangtua mereka memang sama-sama berkarir di bidang militer. Tentu saja dengan kehidupan keseharian yang seperti itu, kedua bocah jadi berteman dengan baik layaknya hubungan saudara.
Barulah selepas Miranti menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, mereka berdua sudah tidak tinggal dalam komplek yang sama lagi. Asrama militer yang menjadi tempat tinggal semenjak kecil, haruslah ditinggalkan oleh Cok Sagara karena sang ayah yang memasuki masa purna tugas. Sementara pada tahun yang sama, ayah Miranti malah meninggal dunia akibat sakit hingga gadis itupun harus pindah dari rumah dinas orangtuanya.
Namun, pertemanan kedua orang itu tidaklah berhenti dengan begitu saja. Karena disaat Miranti berhasil menyelesaikan kuliahnya, justru malah Cok Sagara yang memberikan referensi agar gadis itu melamar pekerjaan di tempat yang sekarang ini. Dan hingga berjalannya waktu, Miranti pun akhirnya menemukan jodoh saat dipersunting oleh sang pemilik perusahaan.
Nasib menentukan lain. Karena setelah baru beberapa tahun menikah, sang pemilik asli perusahaan malah meninggal dunia dan mewariskan semua hartanya pada sang istri. Dengan keadaan yang seperti itu, maka Miranti pun akhirnya menjadi pemilik baru dan sekaligus pengelola perusahaan hingga sekarang ini.
Tak melupakan pertemanan, Miranti segera saja mengangkat Cok Sagara untuk menjadi orang kepercayaan dalam perusahaan. Lalu setelah semua berjalan dengan baik, terjadilah beberapa peristiwa yang akhirnya membuat semuanya berubah dengan drastis. Karena Indra yang juga dibawa oleh Cok Sagara untuk bekerja pada perusahaan tersebut, dalam kisah selanjutnya malah saja telah menikahi Miranti atas saran dari adik Joko Samudro itu.
---
"Memang unik banget, Mas. Dan hal itulah yang akhirnya membuat aku bingung," demikian Indra melanjutkan keluh kesahnya pada sang sahabat yang lebih tua.
"Ha ha … meskipun cewek, Miranti itu bandelnya nggak ketulungan. Maklum saja, dia anak sulung dengan bapaknya yang tentara. Tentu saja sifat itu menurun dari sang ayah." Demikian tanggap Cok Sagara dengan senyum yang tak pernah pudar.
"Oh, pantesan. Wah, aku jadi sedikit paham kenapa Mbak Mira bisa seperti itu …"
"Cerita saja, Ndra, siapa tahu aku bisa urun saran." Dalam jawaban pendek, lelaki itu langsung saja merubah sikapnya untuk menjadi lebih serius.
"Anu, Mas … Mas Gara kan tahu kalau pernikahan kami ini hanya untuk sementara …" sebagai pembuka, Indra langsung saja merujuk pada perjanjian yang memang diketahui oleh beberapa orang.
"Iya, bukankah itu sudah kesepakatan bersama yang disaksikan aku juga?" demikian Gara menanggapi.
"Makanya itu, Mas … aku jadi bingung, karena akhir-akhir ini Mbak Mira jadi seperti berubah."
"Maksudmu?"
"Eh, kayak yang serius gitu nikahnya …" dengan malu, Indra menjawab tanpa menyebutkan detil yang menyangkut aktivitas pribadi.
"Serius yang seperti apa, maksudmu?"
"Gini, Mas … malam tadi, Mbak Mira menyuruhku agar mengajak ibu tinggal disini. Sementara kita semua tahu jika ibuku malah sama sekali tidak mengerti terkait bagaimana status pernikahan sebenarnya."
"Terus, masalahmu apa?" menganggap jika hal itu lumrah saja, si lelaki yang lebih tua langsung menukas.
"Kalau ibu tinggal di rumah kami, tentu saja aku jadi semakin terikat dengan Mbak Mira. Terus, tidaklah akan mungkin aku tidur terpisah sementara ada adik dan ibuk. Karena mereka pasti akan curiga saat meilhat pasangan pengantin baru tidur saling berpisah." Demikian jawab Indra kembali sambil menyamarkan inti permasalahannya.
"Lha yo malah kebeneran, to? Kamu nggak seneng kalau harus tidur sama wanita yang cantik seperti itu? ha ha ha … kamu kan laki-laki, Ndra … dan Miranti itu sudah jadi istri kamu yang sah! Lalu, apa masalahnya dengan tidur bersama?" tanpa beban sama sekali, sahabat kecil Miranti itu bahkan langsung memberikan saran yang diluar dugaan Indra.
"Weh, lha kok gitu? Bukankah pernikahanku pura-pura saja, Mas? Buktinya, perjanjian itu?" dengan cepat, Indra pun menyanggah jawaban sahabatnya.
"Siapa bilang pura-pura? Pernikahan kamu itu resmi, Ndra … resmi dan sah dimata hukum serta agama. Jadi, kalian itu memang sudah jadi suami-istri. Kalau kamu bilang hanya pura-pura berdasarkan perjanjian yang kau maksud, hal itu akan lebih tepat jika dituduhkan pada Miranti pribadi, bukan pada pernikahannya!" Dengan lugas, lelaki itu langsung saja menjawab.
"Lah, kok Mbak Mira?"
"Sebab aku tahu persisi sifat dia. Sejak kecil aku sangat paham karakternya. Jadi tanpa ia mau mengatakan dengan jujur pun, aku sudah tahu kalau dia hanya pura-pura saja."
"Pura-pura bagaimana, Mas?"
"Miranti hanya berpura-pura membuat sederetan perjanjian pernikahan untuk menjaga gengsi serta harga dirinya saja. Kau dengar aku? Sebab tidaklah akan mungkin bagi Miranti untuk bersedia menikah denganmu, jika ia tidak menyukai kamu sebelumnya. Walau kepepet dan bersifat darurat, aku tahu pasti jika Miranti akan lebih baik memilih mengambil resiko lain dibanding harus menikah dan tinggal satu atap bersama orang yang tidak ia sukai."
Deretan pernyataan panjang yang dikemukakan oleh Cok Sagara, tentu saja belumlah dapat dimengerti sepenuhnya oleh Indra. Karena jika menuruti logikanya sendiri, tidaklah akan mungkin ia bisa menduga hingga sampai pada hal yang coba dijelaskan oleh Cok Sagara.
Miranti adalah sosok yang benar-benar dikagumi oleh Indra Perkasa, begitu ia mulai bekerja dan mengenal wanira tersebut. Cerdas, pintar, serta luwes dan sangat baik hati, adalah perpaduan keseluruhan pribadi wanita yang kala itu langsung saja menempati tahta dalam hati Indra. Namun jika ia dihadapkan pada kesaksian sahabatnya yang asal saja, tentu saja ia tak akan pernah mempercayai mentah-mentah.
Sebab, tidaklah akan mungkin bagi bos besar cantik itu untuk menyukainya. Karena dalam keseharian saja, wajah cantik itu sangatlah jarang memberi dirinya suatu ekspresi manis ataupun bersimpati. Bahkan yang selama ini terjadi, Indra Perkasa malah selalu saja dituntut untuk mengerjakan semua perkara yang sebenarnya sangat jauh dari kemampuannya. Walau tentu saja, sepanjang masa kerjanya tidak ada satupun masalah yang tidak pernah diselesaikan dengan baik oleh Indra Perkasa.
---
"Aku malah jadi tidak paham dengan maksud Mas Gara," akhirnya, si pemuda kembali bertanya sambil sedikit terdengar mengeluh.
"Ndra … tanpa Miranti bilang, aku sudah tahu jika dia menyukaimu. Sebab kalau tidak begitu, tidaklah akan mungkin ia mau menuruti saranku dengan menikahi kamu." Dalam bahasa yang lebih sederhana, lelaki tersebut mencoba mengulang penjelasannya.
"Bukannya itu hanya darurat saja, Mas? Bu, eh … Mbak Mira memang sedang butuh pertolongan, sementara aku juga membutuhkan dukungan untuk menyelesaikan kuliah."
"Benarkah itu?"
"Perjanjiannya kan seperti itu …"
"Coba diingat-ingat … apakah Miranti pernah mengatakan sebuah syarat saat dulu menyanggupi membayar kuliah dan memberimu pinjaman untuk perawatan Bu Widuri?"
"Oh, seingatku tidak, Mas …"
"Apakah dia menetapkan jangka waktu dan nominal yang harus kau bayar sebagai hutang?"
"Itu juga tidak, Mas …"
"Dengan demikian, aku menyimpulkan bahwa Miranti membantumu tanpa pamrih."
"Sepertinya begitu …"
"Terus, keberatanmu dimana?" dengan pertanyaan ini, nampaknya Cok Sagara sudah siap untuk memberi nasehat lanjutan.
"Perjanjian itu, Mas. Bukankah pernikahan akan batal jika salah satu pihak melanggar perjanjian?" demikian Indra meneruskan bicara terkait permasalahan pokok.
"Hmmm … perjanjian yang sengaja disodorkan oleh Miranti, bukan?"
"Iya, Mas … kita sudah pernah sama-sama membahasnya."
"Aku tahu itu. Nah, sekarang aku mau tanya lagi." Cok Sagara kembali mengajukan tanya agar Indra semakin paham permasalahannya.
"Silakan, Mas."
"Perjanjian itu, kalaupun batal … apa ruginya buat kamu?"
"Oh, eh … aku ndak paham …"
"Nah, aku mau tanya lagi. Apakah dengan batalnya perjanjian akibat pelanggaran, maka kamu disuruh bayar ganti rugi?"
"Endak, Mas …"
"Disuruh bayar utang?"
"Mbak Mira malah sudah mengikhlaskan dan tidak menganggap pemberian itu sebagai hutang."
"Nah … terus, apa masalahnya?" demikianlah Cok Sagara menutup kuliah singkat dengan sebuah ajakan untuk sedikit mengedepankan logika Indra Perkasa.
---
Mendengar pidato singkat itu, Indra yang cerdas langsung saja paham kemana arah pembicaraan akan menuju. Tak mau kalah debat, diapun kembali mengajukan sebuah keberatan,
"tapi kalau mau jujur, aku ya tetep bingung saja, Mas … kalau ibuku pindah kesini, bagaimana nantinya jika mendadak saja Mbak Mira meminta kami mengakhiri perjanjian. Chaca kan sebentar lagi udah ulang tahun, berarti pernikahan kami juga selesai. Terus, aku harus ngomong apa ama ibuku?"
"Siapa yang meminta ibumu tinggal disini?"
"Mbak Mira …"
"Berarti, dia sudah memikirkan kelanjutan hubungan kalian nanti. Aku paham sifat wanita itu, dia tidaklah akan mungkin berani bertindak kurang pantas pada orangtua manapun. Walau kesannya sedikit dominan, tapi percayalah kalau sisi wanita Miranti itu sangatlah lembut hatinya."
"Lah, lalu bagaimana kalau keterusan aku nggak bisa mengakhiri perjanjian nikah kami?"
"Emang kenapa? Miranti cantik … malah cantik banget sampai ngalahin penampilan artis. Kamu nggak suka dengan dia?" kini, Cok Sagara langsung saja membalikkan dengan pertanyaan.
"Bukannya tidak suka, Mas …"
"Ya sudah, nikmati saja semuanya. Punya istri cantik yang menyayangimu, dan jujur saja kalau kalian juga sangat pantas untuk bersanding. Aku malah membayangkan, kalian akan cocok saat sama-sama sudah saling mengenal secara luar dalam. Dan bulan madu kalian, pastilah akan sangat panas dan mesra … kamu paham, kan?" sedikit nyerempet nakal, Cok Sagara menyampaikan hal tersebut secara tersamar.
---
Bagi Indra, tentu saja dia paham kemana arah pembicaraan sahabatnya iu. Apalagi kalau bukan terkait hubungan intim antara dirinya dengan Miranti. Dan tentu saja, dugaan laki-laki tersebut tidak meleset jauh. Karena dalam hati kecilnya, Indra juga sadar jika sejujurnya saja dia juga sangat tergoda dengan kemolekan Miranti.
"Ah, Mas Gara malah ngomongin itu …"
"Lha mau ngomong apa lagi? kalian pasangan pengantin baru. Dan aku yakin, kamu dan Miranti belumlah pernah terlibat dengan intim. Betul dugaanku?"
"Jangan ngomong itu, Mas … kan sudah ada dalam perjanjian."
"Ndra, aku hanya perlu ngomong satu hal." Dengan spontan, Cok Sagara menukas saat Indra menjawab dengan membawa-bawa dalih tentang perjanjian pernikahan.
"Apa, Mas?"
"Lupakan perjanjian itu, jika memang Miranti juga sudah berniat mengabaikannya. Dan, nikmati saja masa bulan madumu! Nasib orang, kita tak akan tahu, Ndra …" dengan tegas, lelaki tersebut langsung saja menyampaikan maksudnya.
"Masa bisa gitu? Terus, bagaimana juga dengan Vanessa?"
"Loh, bukannya kalian hanya bersahabat?"
"Itu dulu, Mas … karena sekarang, dia malah ngejar aku dengan mengatakan aku sebagai cinta sejatinya."
"Terus?"
"Dia marah saat tahu aku nikah dengan Mbak Mira. Sekarang, dia malah terus maksa buat deket sambil nunggu aku bercerai …" dengan wajah memelas, anak muda yang sudah berani main pengantin-pengantinan itu menatap wajah sahabat dan juga mentornya.
Namun, sebuah jawaban tak terduga malah keluar dari bibir Cok Sagara dengan diiringi tawa kegirangan khas seorang teman yang tegaan dengan sahabatnya.
"Nah, kalau itu derita kamu Ndra … ha ha ha … pikir aja sendiri bagaimana solusinya."
***