Pengerjaan 'pembaharuan' serta modifikasi mobil lawas yang dilakukan secara gotong royong itu nampaknya memang akan berhasil dengan sukses. Dimana proyek yang dikerjakan atas bantuan seluruh personel keamanan secara bergantian dan suka rela, dengan cepat telah langsung terlihat hasilnya meskipun belum dapat sepenuhnya dirakit untuk siap dipergunakan. Namun demikian, tetaplah siapapun akan bisa melihat dengan kekaguman tersendiri hasil karya dua orang bocah yang baru saja hendak memasuki bangku kuliah.
Tapi dibalik semuanya, ternyata tersimpan sebuah makna yang begitu mendalam bagi hati dua orang muda yang tengah merasakan indahnya dunia yang berbeda.
Lucunya, mereka jadi lebih ingin tampil bersih walau harus bergelut dengan kotoran dempul dan percikan cat. Lalu yang menjadi sebuah kebiasaan baru dari mereka, adalah sentuhan dan terkadang kecup pipi atas nama persahabatan dimana keduanya sudah tak jadi merasa canggung lagi untuk melakukannya.
Namun begitu, baik Indra dan Vanessa malah tak sekalipun mau mengakui jika kedua hati mereka sebenarnya telah saja saling bertaut pada pandang pertama dahulu. Karena tentu saja, usia yang masih belia telah dengan serta merta memunculkan sebuah rasa gengsi serta malu hati untuk menjadi sebuah penghalang. Sehingga meskipun pada akhirnya dua sejoli tersebut terus saja menjadi dekat dan selalu bersama, ternyata tak pernah ada sepatah kata cinta pun yang tercetus untuk membuat sebuah ikatan.
---
Proyek renovasi dan modifikasi kendaraan Joko Samudro pun akhirnya selesai dalam jangka waktu yang tak terlalu jauh meleset dari target. Dimana, apa yang sudah dilakukan secara ikhlas oleh Indra Perkasa ternyata telah menjadi sebuah pembuktian dan juga membuka pintu bagi rejeki si pemuda. Karena Cok Sagara yang bekerja sebagai penanggungjawab dalam bidang perawatan kendaraan pada sebuah perusahaan besar, dengan sendirinya telah berani merekomendasikan si pemuda untuk bekerja pada sebuah perusahaan sambil kuliah.
"Kamu mau kerja, Ndra?" demikianlah tanya Gara pada bulan ketiga perkenalan mereka. Pada saat itu, Indra Perkasa masih saja hidup secara menumpang dalam mess markas keamanan kampus.
"Wah, tentu saja mau Mas. Kerja apa?"
"Ya sesuai dengan keahlianmu. Jelek-jelek gini aku kepala bagian perawatan kendaraan, lho … tapi bukan sebangsa bengkel biasa yang hanya ngurusin mobil saja. Pekerjaan kami itu merawat kendaraan berat yang digunakan dalam kegiatan pembangunan konstruksi," demikian Cok Sagara memberi tahu.
"Merawat yang rusak gitu?"
"Pasti akan ada pekerjaan perbaikan, tapi bagianku nggak hanya ngurusi itu saja. Karena masalah supply bahan bakar kendaraan sampai surat perijinan bagi kendaraan atau pengguna juga kita yang mengerjakan." Demikian terang si lelaki yang usianya terpaut lima tahun dengan Indra Perkasa itu.
"Wah, aku mau Mas … tapi, apakah aku boleh nyambi ke kampus kalau ada jam kuliah dan kegiatan penting lain?"
"Yo pasti saja bisa. Aku sudah ngomong sama nyonya Boss, dan beliau mengijinkan. Tapi sebelumnya dia pengin ketemu dan sedikit melakukan wawancara denganmu."
"Weh, nyonya? Wanita dalam sebuah bidang usaha keras seperti itu?"
"Iya, Ndra … dan dia itu nggak hanya cukup disebut sebagai wanita saja, karena sekaligus juga cantik dan masih sangat muda."
"Eh, apa iya?"
"Lha iyo … awas saja kalau kamu jatuh cinta sama dia."
"Lah, yo aku nggak berani, Mas …"
"Yo pasti ndak berani, lha wong pacarmu galak kayak gitu ..."
"Pacar? Aku ndak punya pacar, Mas …"
"Lha itu bocah cantik yang pakai SUV keren? Awas, aku bilang sama Vanessa nanti kalau kamu ndak ngakuin dia sebagai pacar."
"Lha yo memang bukan pacarku, kok …"
***
Pertemuan pertama Indra Perkasa dengan Miranti Ayunda, ternyata malah menjadi sebuah pengalaman batin yang tak hanya mampu memicu seluruh gejolak hasrat muda sang bocah pelonco saja. Karena disaat pandang pertama dalam perjumpaan dengan wanita matang itu, dengan seketika saja debaran jantung Indra telah mendadak meningkat dengan cepat.
Meskipun ia jadi tahu jika usia sang Nyonya Boss tidaklah lebih dari lima tahun diatas usianya, namun penampilan yang sedemikian menarik serta seksi dari wanita tersebut, malah dengan serta merta telah saja membuat angan si pemuda jadi melambung sedemikian tingginya.
"Selamat pagi, Bu …" demikian sapa Indra saat ia sudah diperkenankan untuk memasuki ruang kerja pribadi direktur yang berukuran luas dalam balutan interior serba elegan serta lux.
"Hmm … selamat pagi. Duduk," jawab seorang wanita cantik yang tengah duduk di belakang meja kayu jati berukuran besar dan berpoleskan politur warna coklat tua mengkilat.
"Baik, Bu … terima kasih," jawab si pemuda dengan sopan.
Seperti tak terganggu oleh kedatangan si pemuda, wanita itu hanya melirik sekilas ke arah atas dari balik frame kacamata baca yang sengaja sedikit ia turunkan agar tak menghalang pandangan. Dimana setelah mengucap perkenan untuk menerima si pemuda sebagai tamunya, wanita CEO perusahaan besar itu malah kembali larut menatapi beberapa lembar berkas yang tertumpuk rapi diatas meja kerjanya.
Lima menit berlalu hingga akhirnya terus saja melewati waktu sepuluh menit berikutnya. Indra Perkasa yang datang sesuai jadwal undangan wawancara, pun dengan sabar masih saja menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya dalam menit-menit ke depan nanti.
---
Sepertinya pemuda itu malah sama sekali tidak merasa bosan dengan penantian yang terlalu panjang dalam keheningan mencekam beraura dingin di ruangan tersebut. Karena tentu saja, sofa berkulit lembut yang menjadi duduknya adalah sebuah tempat ternyaman yang pernah ia rasakan hingga umurnya yang dewasa kala itu. Lagipula udara dari air condisioner yang bertiup sepoi membisikkan kesejukan, adalah hal lain yang dengan seketika telah saja mengobati kegerahan akibat aktifitas menggenjot sepeda sejauh beberapa kilometer menuju tempat itu.
Akan tetapi, semua itu bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan keasyikan yang bisa didapatkan oleh Indra Perkasa. Karena pada saat itu juga, si pemuda malah seperti menemukan sebuah oase persinggahan hati yang bisa ia peroleh melakui tatapan mencuri yang selalu ia lakukan selama sekian detik sekali.
Apa yang dimaksud sebagai oase bagi Indra Perkasa, adalah sebentuk raut wajah yang sedemikian indah dipandang hingga bahkan hampir selama tiga puluh menit terus menatapinya saja pemuda itu belumlah bisa dikatakan puas.
Karena pancaran kecantikan serta kecerdasan dari seorang wanita dewasa yang duduk persis dihadapannya dalam jarak sejauh kurang lebih tiga meter itu, adalah merupakan suatu pesona dari aura 'seksi' kematangan seorang wanita dewasa.
Tapi meskipun si pemuda menjabarkan penilaiannya dalam lingkup kata seksi, hal itu bukanlah dimaksudkan untuk mengacu pada sebuah erotisme fisik yang dapat membangkitkan hasratnya. Sebab kata seksi yang terucap dalam hati Indra, adalah sebuah penjabaran dari perpaduan kecantikan serta kecerdasan dan rasa percaya diri dari seorang wanita sukses dalam usianya yang masih sangat muda.
Meskipun, sebenarnya si pemuda juga tak akan membantah jika diluar kecantikan itu memang terdapat sesosok tubuh yang mendekati sempurna bagi standar penampilan seorang model internasional.
---
Hingga akhirnya, paras rupawan yang mungkin telah ia curi pandang sebanyak seribu kali itu terlihat mengangkat wajahnya dari paku pandang pada kertas-kertas yang saat itu telah berserak menjadi tumpukan yang tak rapi lagi. Lalu seperti terkejut, wanita itu langsung saja membelalakkan matanya yang idah untuk menatap sosok pemuda tampan yang masih terlihat begitu belia dan culun.
"Eh, maaf … anda siapa?" tanya sang nyonya bos dengan pertanyaan yang sama sekali tak mengandung rasa bersalah.
"Oh, iya … perkenalkan Bu, nama saya Indra Perkasa," demikian si pemuda menjawab sembari spontan bangkit dari duduk untuk menghampiri sang wanita cantik pemimpin perusahaan.
"Oh, ya … saya Miranti, direktur perusahaan ini," jawab sang CEO sambil menerima uluran tangan itu.
Lalu lanjut wanita itu kembali setelah mereka bersalaman,
"Mau minta sumbangan apa lagi ya, Mas? Boleh saya lihat proposalnya?" Demikian ujar sang wanita cantik sambil tangan kirinya terjulur untuk menerima sebuah map yang ada di tangan Indra.
***