Saat bertemu dan berbicara dengan orang yang bernama Cok Sagara itu, ingatan Indra selalu saja terpatri pada masa pertama kedatangannya ke Jogjakarta. Dimana setelah hari pendaftaran ulang yang sedemikian berkesan dengan pertemuannya bersama orang-orang aneh, hari itu Indra Perkasa merayakan perkenalannya di sebuah warung sederhana yang bernama SGPC.
Tentu saja, hal tersebut telah jadi semakin mematangkan perkenalannya dengan Vanessa. Dimana gadis cantik yang terlihat sedikit berani dan bandel itu, dengan seketika telah langsung saja merasa terikat dengan si pemuda kenalan barunya.
Atas kebaikan Joko Samudro, hari itupun Indra kembali menerima sebuah berkah yang sangat berarti baginya. Karena selain sudah mentraktir dirinya dan Vanessa, sang komandan sekuriti malah memberikan suatu kejutan yang sama sekali tak disangkanya.
"Le, untuk sementara kamu nginap di markas sekuriti saja," demikian ujar pria setengah baya purnawirawan itu.
"Loh, memangnya nggak apa-apa, Pak?" sedikit terkejut, si pemuda langsung saja bertanya.
"Lha yo ndak papa. Apa kamu lupa kalau aku komandan sekutiti disini?"
"Ya ndak lupa, to … maksudku, apa ndak jadi masalah dengan para sekuriti lain?"
"Wes to, aku tanggung ndak akan ada masalah. Tapi yo itu, kamu harus rajin-rajin bantu yang tinggal di markas. Ada beberapa pemuda yang juga nginep disana. Sebagian ruang markas emang sengaja dijadikan tempat menginap sekuriti yang berasal dari luar kota. Kasian mereka kalau harus bayar kos mahal-mahal." Demikian ujar Joko Samudro.
"Wah, kalau urusan bantu membantu yo aku ndak keberatan, Pak."
"Yo wes, bagus itu. dan jangan lupa juga …"
"Apa, Pak?"
"Besok siang, adikku sudah kusuruh ngantar kamu pergi ke tukang loak."
"Lah, buat apa aku ke sana?" lupa dengan janjinya, Indra langsung saja bertanya dengan heran.
"We lha … lha yo buat jual sepedamu itu …" dengan galak, si lelaki paruh baya langsung saja menukas.
"Loh, aku ndak mau jual, kok. Biar nggak bisa bayar kos, tapi ndak bakalan aku jual sepeda pemberian orang, Pak." Langsung saja Indra memprotes dengan sedikit panik.
"Ha ha ha … dasar bocah edyan, masih muda tapi pikun."
"Lho … lha kok aku yang jadi edyan itu gimana?"
"Lha wong kamu asal janji aja. Katanya mau perbaiki dinamo starter mobilku ini …'
"Ha ha ha … wah, yo maaf .. aku lupa, Pak."
"Halah, nggambus aja kowe. Jadi mau betulin beneran opo endak? Jangan-jangan kamu cuma sok nggaya aja pura-pura bisa benerin dinamo." Terdengar kesal, si komandan l;angsung saja ngedumel.
"We lha … aku yo beneran bisa, to."
"Yo wes, buktikan aja besok."
"Wah, siap Pak."
"Mobil aku taruh di maskas biar kamu perbaiki disana saja …"
"Siap, Pak."
"Aku kasih kamu waktu tiga hari."
"Baik, Pak … udah cukup, itu …"
---
Sejak hari itu, Indra Perkasa telah resmi menjadi salah satu penghuni markas komando sekuriti kampus. Meskipun tempatnya agak terpencil dan jauh dari keramaian, namun ia tak berkecil hati karena telah mendapatkan sebuah tempat tinggal sementara yang sedemikian strategis.
Apalagi, para anggota pengamanan kampus yang tinggal di tempat tersebut juga masih sepantaran saja dengan dirinya. Dan yang jadi membesarkan hati, mereka semua tampaknya sangat wellcom dan menerima dirinya dengan baik.
Selang sehari setelah dirinya berada disitu, datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang memperkenalkan diri sebagai adik dari sang komandan besar pasukan keamanan kampus. Laki-laki gagah dengan ucapan ceplas-ceplos itu bernama Cok Sagara. Dan tak berbeda jauh dengan sang kakak sulung, tenyata adik bungsu Joko Samudro itu sama gilanya dalam hal berbicara.
"Mana yang namanya Indra?"
"Saya, Mas."
"Kenalkan, saya adik Mas Joko yang akan mengantarkan kamu jual sepeda di pasar loak."
"We, lhaaaa …"
"Ha ha ha … just kidding, dek. Kamu udah siap?"
"Sudah, Mas … "
"Ya udah, yok … kita berangkat."
Sangat berbeda penampilan dengan si kakak, Cok Sagara ternyata datang ke tempat itu dengan mengendarai mobil produksi terbaru. Dan meskipun hanya berupa mobil pick-up, tapi tetap saja nyaman karena memiliki fasilitas AC dan juga full musik. Namun setelah cerita kesana-kemari, barulah Indra paham jika mobil yang sedang ia tumpangi adalah kendaraan dinas dari tempat kerja yang bersangkutan.
Singkat cerita, hari itu mereka sudah bisa mendapatkan semua bahan keperluan bagi perbaikan dinamo starter mobil milik Joko Santoso. Tak tanggung-tanggung juga, segala peralatan bengkel yang canggih juga bisa diadakan oleh adik bungsu sang Jenderal sekuriti itu. Sehingga, tentu saja Indra jadi sangat antusias untuk memberikan yang terbaik dalam upaya memperbaiki kendaraan kebanggaan si orang baik.
Hal lain yang jadi lebih menggembirakan, adalah perkembangan pertemanan yang telah saja terjadi dengan cepat. Dimana sikap fair yang juga ditunjukkan oleh Cok Sagara, hal itu membuat Indra Perkasa jadi merasa lebih bisa cepat akrab dengan lelaki tersebut. Dan mungkin juga, jarak umur yang tak terlalu jauh telah membuat si mahasiswa baru jadi tak terlalu sungkan dan bersikap lebih terbuka pa lelaki yang kini sudah ia anggap sebagai seorang kakak.
***
Merasa sudah mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari Joko Samudro, tentu saja Indra Perkasa tak mau tanggung-tanggung dalam membalas budi yang sudah diberikan padanya. Karena itulah, iapun segera mengerahkan seluruh keahlian serta pengetahuan terbaik di bidang perbengkelan yang selama tiga tahun ini dipelajari dengan cara menjadi asisten montir.
Peralatan lengkap yang dipinjam oleh Cok Sagara dari tempatnya bekerja, tentu saja telah menjadikan si pemuda menjadi sangat senang. Karena dengan segala perlengkapan modern itu, pekerjaannnya jadi lebih mudah dilakukan dibanding saat ia bekerja di bengkel desa.
"Wah wah wah … benar kata kakakku, kamu ini jenius," demikian komentar Cok Sagara saat pagi itu menyambangi markas keamanan yang menjadi tempat tinggal sementara Indra.
"Wuiihhh, seneng banget Mas Joko kalau tahu mobilnya jadi istimewa seperti ini," merasa masih belum cukup melempar pujian, lelaki itu kembali memuji kondisi kendaraan yang sudah sangat layak untuk dipergunakan sehari-hari.
"Diapain aja mobilnya, Ndra?" demikian tanya Cok Sagara sambil terus saja tertawa saat ia mengadakan tes drive pada jip lawas sang kakak.
"Ya hanya mengulik mesinnya dikit, Mas …" jawan Indra dengan merendah.
"Lha ini, kok sudah ndak bunyi kriyet-kriyet lagi?"
"Ohh … itu aku bersihin tirod sama bantalan karet-karetnya, Mas … di belakang markas kan ada ban bekas, ya aku potong-potong aja buat ganti bantalan yang aus. He he … aku sudah biasa ngakalin kayak gitu kalau di desa." demikian ujar si pemuda lagi.
"Wah, kamu hebat Ndra …" hanya begitulah komentar yang diberikan, karena saat itu Cok Sagara jadi seperti keenakan mengemudikan kendaraan tersebut untuk berkeliling sepanjang jalan kampus.
---
Beberapa puluh menit berjalan santai dengan mobil tua yang kini jadi bersih berkilat serta halus suara mesin dan getarannya, kedua lelaki itu segera kembali lagi ke markas pengamanan kampus untuk melakukan beberapa hal yang dirasa masih kurang maksimal dalam setelan kendaraan.
Namun begitu mereka sampai di halaman depan, mendadak saja pandangan mata dua orang tersebut menangkap sebuah SUV yang terparkir di sebelah pick-up Cok Sagara.
"Ah, dia …'
"Siapa, Ndra?"
"Oh, anu … teman, Mas …" jawab si pemuda dengan sedikit gugup. Karena ia tak menyangka, gadis yang baru dikenalnya sehari itu telah saja datang menghampiri tempat dirinya menginap.
"Teman apa?"
"Eh, satu fakultas, Mas."
"Kamu udah punya teman? Belum juga mulai kuliahnya …"
Namun mendadak saja, bibir Cok Sagara langsung saja terkunci saat melihat seseorang yang keluar dari pintu kemudi mobil bagus di depannya. Karena tak hanya kagum, lelaki yang lebih tua itu juga jadi heran saat mengetahui bahwa Indra telah didatangi oleh seorang gadis cantik yang menggunakan sebuah mobil semi mewah keluaran baru.
"Woww … kamu kok pinter banget milih teman?" hanya begitulah komentar Cok Sagara. Karena begitu ia memarkirkan jip tersebut, si gadis cantik telah saja menghampiri dengan wajah masam yang kentara sekali tengah kesal.
---
"Hai … eh, udah lama disini?" mencoba untuk biasa saja, Indra bertanya wajar meskipun dadanya terus saja dag-dig-dug saat kembali bertemu dengan si gadis bandel.
"Ih, kamu sombong banget. Di cathing cuma centang satu, aku kirim pesan juga nggak dibales," langsung saja, bibir si gadis cantik menonjolkan cemberut yang membuatmnya jadi tambah manis.
"Eh, oh … he he … aku malah lupa kalau punya handphone … eh, maaf … kayaknya malah nggak pernah aku hidupkan. Lagian, nomerku juga nggak ada kuota sama pulsanya," dengan lebih gugup lagi, si pemuda pun langsung saja membela diri sambil mengungkapkan rasa salah serta kebodohannya.
Namun sebelum gadis itu kembali nyap-nyap, si lelaki yang lebih dewasa langsung saja menengahi,
"halo mbak … he he … maafkan adikku ini, mungkin dia saking sibuknya ngurusin servis mobil, jadinya lupa ngisi pulsa. Eh, boleh kenalan?"
"Oh, maaf .. iya, boleh. Nama saya Venessa …"
***