Chereads / Renjana Di Penghujung Cakrawala / Chapter 29 - BAB 29 – Kecupan Pertama

Chapter 29 - BAB 29 – Kecupan Pertama

Melihat reaksi si gadis yang nampak semakin marah, tentu saja Indra jadi kelabakan sendiri. Lalu dengan pasrah menyerah, ia pun mengatakan sesuatu untuk menitipkan seluruh takdir sejarah hidupnya pada Vanessa.

"Iness, aku beneran nggak tahu. Kalau kamu memang baik padaku, tolong katakan apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semua ini." Demikianlah si pemuda menyerahkan segala nasib di tangan sang gadis.

Namun saat mendengar ucapan si pemuda, gadis itu langsung saja menoleh dengan cepat. Lalu yang semakin membuat kepala Indra jadi tambah pusing, adalah saat ia melihat kenyataan dimana ekspresi wajah yang ditemukannya telah saja berubah menjadi nampak senang. Karena tanpa dapat ia tutupi lagi, binar mata Vanessa adalah sebuah ungkapan kebahagiaan yang dengan jujur memancarkan isi hatinya.

Kemudian, dimulailah kembali sebuah kejutan lain saat gadis itu mulai berucap lagi dengan suara yang lembut tapi malu-malu,

"benarkah kau tak mengetahui apa artinya itu?" tanya Vanessa seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya.

Tapi namanya juga Indra. Dimana si pemuda lugu dan polos yang belum pernah sekalipun bergaul dekat dengan lawan jenisnya itu, dengan seketika malah balik melempar tanya.

"Arti apa, Nes?"

"Tentu saja arti dari ketidaktahuan kamu tentang kulit lembut dan harum milik si gadis." masih dalam suara lembutnya, si gadis terlihat berkenan menjelaskan dengan sabar.

"Oh, itu … tentu saja aku tahu. Bukankah para gadis selalu menggunakan lotion untuk melembabkan kulit dan membuatnya wangi?" jawab kembali si pemuda dengan sok tahu.

"Ah, itu kan yang kamu lihat dan duga saja. Maksud aku, apakah kamu pernah benar-benar merasakan secara langsung kelembutan dan wanginya kulit seorang gadis?" masih saja sabar, si gadis terus saja berusaha membimbing sang pemuda agar bisa beranjak untuk menjadi sedikit dewasa.

"Oh, dengan meraba dan menciumnya? Ah, tentu saja aku belum pernah. Eh, kecuali punya ibuk. Aku selalu saja mencium tangannya setiap kali mau pergi atau pulang sekolah. Ah, jadi kangen ibuk …" saat mengatakan hal itu, langsung saja Indra terlihat jadi murung karena jadi teringat pada ibundanya.

Namun, agaknya Vanessa belum berkenan jika jalannya pembicaraan mereka harus dibelokkan. Karena itulah ia langsung saja menukas,

"bukankah kita berbicara tentang kulit wangi seorang gadis? Kamu lupa, ya kalau ibumu sudah bukan gadis muda lagi?"

"Oh, iya … aku malah lupa. Jadi maksudmu itu, apakah aku harus membuktikan sendiri kelembutan dan wanginya kulitmu dengan menciumnya?" begitu naif, si pemuda langsung saja menanyakan hal yang pastinya akan membuat malu hati seorang gadis.

"Ih, kamu ini … pikir aja sendiri," meskipun kaget karena tak menduga akan ada pertanyaan yang selugu itu, namun tetap saja si gadis memaksa Indra untuk mencari penyelesaiannya sendiri.

"Ya udah kalau begitu …"

"Terus?"

"Ya kesinikan tanganmu …"

"Buat apa?"

"Ya kesinikan dulu, aku mau pegang …" pinta si pemuda secara baik-baik dan penuh perasaan hormat.

Mau tak mau, kali ini Vanessa pun menuruti permintaan dari seorang pemuda yang sangat terbelakang dalam urusan lawan jenis itu. Hingga dalam sebuah sodoran cepat dan tegas, gadis itupun langsung saja mengulurkan tangannya ke depan wajah Indra.

---

Si pemuda yang melihat gadis itu memenuhi permintaannya, dengan serta merta langsung saja menjadi senang. Kemudian dalam seri wajah yang nampak gembira meskipun masih saja malu-malu, disambutnya uluran tangan itu dengan sepenuh hikmad.

Tanpa berucap sepatah kapan pun, Indra perkasa langsung saja menggenggam jemari Vanessa. Lalu seperti kurang puas dengan perbuatan yang ia lakukan, dua buah tangan pun ia pergunakan untuk meremasi serta mengelus jemari lentik beserta telapak tangan si gadis yang masih bersisa noda beberapa bercak dempul dan oli.

Kemudian, terjadilah hal itu …

Sepenuh syahdu dan dengan pemujaan yang teramat sangat, tangan Vanessa telah langsung saja tergenggam dalam remasan jemari Indra. Lalu tanpa ragu lagi, secara perlahan si pemuda memajukan wajahnya untuk semakin mendekat ke arah sang gadis.

Dengan hati yang tergetar hebat dalam gemuruh yang teramat sangat, Vanessa langsung saja memejamkan mata dengan rapat ketika melihat wajah Indra telah terus saja mendekat pada dirinya. Karena apa yang ia rasakan kini, adalah sesuatu yang dalam seumur hidupnya belum pernah ia rasakan.

Untuk beberapa detik lagi, seorang pemuda tampan yang ia kagumi akan segera 'menguji' kehalusan serta wangi pipinya. Karena itulah, iapun hanya bisa pasrah sambil sedikit mengangkat dagu agar si pemuda tak kesulitan menggapai pipinya dengan kecupan pertama yang akan segera tiba.

Namun setelah penantian yang saat ia tunggu, dengan mendadak saja Vanessa mengibaskan tangannya sambil menjerit terkejut,

"Indraaaaa … apa-apaan? Emangnya aku ibu kamu?" bagai histeris, si gadis langsung saja berteriak saat mendapati perbuatan Indra yang tengah mencium tangannya dengan sangat takzim layaknya pada sang ibunda.

"Eh, Iness … kenapa? Apanya yang salah?" tanya si pemuda dengan panik saat melihat Vanessa jadi bertingkah aneh seperti itu. Karena sejujurnya saja, ia merasa sudah dengan begitu hormat dan takzim telah berusaha sebaik dan sesopan mungkin melakukan apa yang diperintahkan oleh si gadis.

Dan bagaikan siraman bahan bakar yang tercurah diatas api, langsung saja semakin berkobarlah nyala emosi yang sudah semenjak tadi tadi tersulut oleh bara kenaifan si pemuda yang tak paham akan sebuah kemesraan.

"Bodoooo … Indra, aku benci kamuuu …" saking gemasnya, gadis itupun langsung saja menjerit untuk melampiaskan perasaan hati. Untung saja bangunan markas komando sekuriti memang masih kosong, karena nampaknya semua penghuninya sedang pergi keluar dengan kesibukan masing-masing.

Namun kenyataan akan semakin histerisnya si gadis, dengan sendirinya telah membuat Indra menjadi semakin khawatir. Sebab, tentu saja ia juga tak ingin terkena tuduhan sedang melakukan suatu hal yang tidak terpuji pada seorang gadis. Karena itulah ia langsung saja mengambil sebuah tindakan preventif agar Vanessa tak semakin menjadi lagi kemarahannya.

"Ness, sabar Ness … shhh …"

Setelah berkata demikian, Indra pun segera saja meraih lengan si gadis untuk menenangkan dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi. Selain itu, si pemuda juga berniat pula hendak memperbaiki kesalahannya jika ternyata ia memang sudah salah dalam melakukan prosesi cium tangan tadi.

"Jangan pegang-pegang!" demikian teriak kembali si gadis saat merasakan lengannya ditarik oleh Indra.

Sedangkan Indra yang kini jadi tertular jadi ikutan panik, dengan spontan malah telah saja merengkuh pundak si gadis yang sedang meronta melepaskan diri. Tapi saat mengetahui hal itu, dengan seketika saja Vanessa malah menoleh ke arah si pemuda yang saat itu terlihat jadi sangat panik akibat kelakuan temannya yang jadi semakin terlihat marah.

"Ness, jangan teriak … nanti …"

Dan sekali lagi, terjadilah itu …

Karena disaat wajah sang gadis menoleh untuk mencoba mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Indra, pada saat yang bersamaan si pemuda malah sedang mencondongkan wajah agar dapat membisikkan kata anjuran pada gadis tersebut. Sehingga tanpa dapat terhindarkan, wajah Indra pun telah saja mendarat dengan telak pada pipi si gadis yang sebelumnya telah marah-marah tanpa sebab.

Dan disaat itu pula, dunia seakan melambat untuk berputar. Karena gerakan yang tak direncanakan dengan baik itu, telah saja mengakibatkan terjadinya sebuah ciuman pertama bagi Indra maupun Vanessa.

---

Hati kedua muda mudi itu pun langsung saja tersentak oleh sebuah kesadaran yang mengajak mereka untuk menjadi mengaburkan rasa sadar itu sendiri. Sebab bagi seorang Indra Perkasa, pipi lembut serta halus dan wangi itu terasa bagai sebuah keajaiban tersendiri bagi bibir dan hidungnya yang kini jadi mengerti akan arti lembut dan harumnya kulit wajah seorang gadis cantik.

Sementara bagi Vanessa, ciuman si pemuda malah lebih terasa sebagai sebuah hujaman panah sang Cupid yang telah langsung saja menembus kedalaman hati lembutnya. Dimana dalam rinai gerimis yang sedemikian syahdu, saat itulah untuk pertama kalinya ia merasakan kemesraan bibir seorang lelaki yang telah mengecup dengan mesra pipinya.

"Eh, maaf … tapi pipi kamu memang lembut dan wangi …" tanpa sadar, Indra telah saja membisikkan sederet kata yang langsung melambungkan jiwa Vanessa.

"Benarkah? Oh, sepertinya kamu sudah paham ..." balas sebuah bisikan yang teriring gemetar dalam dada.

"Iya, sekarang aku jadi paham …" tak kalah bergetar, si jejaka pun langsung saja kembali berbisik.

Namun sayangnya, apa yang mereka rasakan itu sebenarnya sangatlah jauh dari angan yang sedemikian telah menyesatkan keduanya. Karena bila mau melihat secara jernih dan waras, tidaklah akan mungkin mereka bisa terlihat mesra dan romantis.

Dan bahkan jika akan diproyeksikan dalam sebuah bentuk suguhan film romantis pun, penggambarannya pastilah akan terlalu jauh dari arti kata romantisme itu sendiri. Karena bayangkan saja, apakah akan dapat romantis jika dua wajah yang bersentuhan itu ternyata masih saja coreng moreng oleh debu kotoran dempul dan oli bekas?

Sepertinya memang enggak romantis.

Tapi mau bagaimana lagi?

Karena dua hati muda yang terlanjur dilenakan oleh panah racun asmara, dengan sendirinya telah menciptakan sebuah imajinasi yang melampaui perasaan puitis para pujangga disaat mereka melukiskan sebuah adegan yang romantis.

***