Chereads / Cinta Terikat Masa Lalu / Chapter 20 - Hanya Ingin Sebuah Alasan

Chapter 20 - Hanya Ingin Sebuah Alasan

Ceklek

Adel keluar dari kamarnya setelah ia mencuci muka karena tidak mungkin ia keluar kamar dengan muka yang basah karena air mata. Gadis itu segera berjalan menuju dapur dan mendapati Kakaknya yang sedang berkutat dengan alat-alat dapur, Adel segera mendekati kakaknya itu.

"Bikin mie rebus?" tanya Adel saat melihat masakan apa yang diaduk-aduk oleh Arka di atas panci.

"Iya dong, memang apa yang bisa Kakak buat selain mie rebus?" ucap Arka setengah tertawa.

Adel mengambil alih masakan mie yang belum matang itu, gadis itu menambahkan beberapa sayuran dan memasukkan telur ke dalam panci mie. Walaupun hanya di rebus aromanya membuat cacing di perut Arka yang sejak tadi pagi belum dikasih makan berteriak ingin segera melahap makanan itu.

"Makanan siap!" ucap Adel saat ia telah membawa panci mie ke tengah meja makan. Arka sudah menyiapkan mangkuk untuk mereka berdua.

"Pada masak apa ni?" tanya Rossa yang baru saja hadir membuat Adel yang baru saja ingin menyantap mienya jadi tertuda.

"Hanya mie rebus kok, Ma." jawab Arka. Rossa menarik kursi dan ikut duduk di antar kedua anaknya.

"Wah, sepertinya enak, Mama oleh minta?"

Arka memberi kode kepada Adel untuk segera mengambil mangkuk untuk Mamanya.

"Ini, Ma."

"Terima kasih," ucap Rossa setelah menerima semangkuk mie rebus dari putrinya.

"Oh iya, Adel. Sebentar lagi kamu ujian, 'kan? Jadi kamu harus segera menentukan kampus mana kamu ingin lanjut kuliah."

Adel hanya mengangguk emndengar ucapan Mamanya, sebenarnya ia belum belum menentukan kemana ia akan melanjutkan kuliah.

"Dan jangan lupa kamu harus terus belajar, ujian kamu tinggal berapa bulan lagi, Sayang?" tanya Rossa.

"Sepertinya sekitar satu bulan lagi, Ma."

"Tinggal satu bulan lagi? Dan sekarang kamu malah diskors? Ya ampun Adel, baru kali ini kamu seperti ini."

Adel hanya menunduk mendenagrkan ucapan Rossa, gadis itu merasa bersalah kepada ibunya karena belum bisa mengoptimalkan dirinya dalam belajar.

"Pasti gara-gara Revan, 'kan? Mama sudah bilang jangan lagi dekati anak itu! Kamu tidak dengar apa pesan Mama?"

"Sudalah, Ma. Kita lagi makan, jangan bahas yang berat-berat dulu!" ucap Arka menjadi penengah.

"Tetapi hal ini harus segera dibahas, Ka. Kamu lihat sendiri Adekmu ini semakin hari makin susah diatur—"

"Adel selama ini selalu mengikuti perintah Mama, apakah masih kurang?" tanya balik Adel pada Rossa dengan manik hazelnya yang telah dilapisi oleh air mata, sewaktu-waktu air mata itu bisa saja tumpah.

"Selama ini Adel sudah berusaha untuk menjauh dari Revan, Ma. Tetapi kenapa Mama tidak mau memberi tahu Adel apa alasannya? Kenapa Adel harus menjauhi Revan?" Gadis itu menyeka air mata yang tak sengaja lolos dari bendungannya.

"Kamu lihat sendiri, 'kan? Dia itu tidak baik untukmu—"

"Tidak baik sebelah mana? Revan malah selalu ada buat Adel saat Adel dalam keadaan susah dan membutuhkan pertolongan, Ma. Jadi maaf kali ini entah Adel bisa mengikuti perintah Mama atau tidak. Adel sendiri yang akan menentukannya!" gadis itu melenggang pergi dan kembali masuk ke kamarnya.

Arka menghela napas pasrah menyaksikan Adik dan Mamanya bertengkar seperti ini.

***

Setelah tiga hari di skors, Adel kembali masuk ke sekolah. Seperti biasa Arka selalu mengantarnya sampai di depan gerbang sekolah.

"Baik-baik sekolahnya, Dek! Jangan nakal!" ucap Arka saat Adel telah keluar dari dalam mobil.

"Ishh, Abang. Memangnya Adel anak SD," gumam gadis itu yang justru membuat Arka tertawa.

Mobil yang Arka tumpangi kembali ke jalan raya dan bergabung bersama kendaraan lainnya. Sementara Adel segera melangkahkan kakinya masuk ke gerbang sekolah.

"Adel," gadis itu menoleh saat namanya dipanggil oleh seseorang, namun saat melihat siapa orang yang telah memanggilnya Adel tak memiliki niatan untuk berhenti. Langkahnya terus melaju seolah ia tak mendengar apapun.

"Adel, tunggu! beri kesempatan gue buat jelasin semuanya!" ucap laki-laki itu.

"Apa yang mau lo jelasin? Semua sudah jelas di mata gue, Daf!" jawab Adel tanpa menoleh pada Daffa yang masih berusaha mengejar langkah kaki gadis itu.

"Kamu belum tau apa-apa kalau belum aku jelasin, jadi jangan berprasangka buruk dulu!"

"Jangan ganggu aku dulu, aku lagi gak mood!" Adel menghempaskan tangan Daffa yang mencoba meraih tangannya.

"Apa susahnya juga mendengarkan penjelasan gue?" teriak Daffa membuat Adel menghentikan langkahnya.

"Gue gak suka sama sikap lo yang pemaksa! Lepasin tangan gue!" Adel mencoba menarik tangannya yang digenggam erat oleh laki-laki bermanik hitam legam itu.

"Gak akan sebelum lo dengerin gue cerita," jawab Daffa membuat adel kesal.

"Lo gak pernah denger apa yang gue bilang, gue bilang gak mau ya gak mau, Daffa!"

"Lepasin dia!"

Adel langsung menoleh ke sumber suara saat suara Revan terdengar di telinganya, dalam hati Adel takut jika perkelahian kemarin terulang kembali, dan tidak menutup kemungkinan jika ia bisa di skors lagi dari sekolah.

"Lo, masih masu ikut campur urusan gue?" ucap tajam Daffa.

"Please ya kalian berdua, kalau mau berantem silahkan sana di jalan raya dan jangan bawa-bawa nama gue!" Adel segera melenggang pergi meninggalkan dua laki-laki yang saling mengirimkan tatapan tajam di belakang sana.

BYURR

"Akhhh," pekik Adel saat tiba-tiba seragamnya basah kuyup setelah ia menaiki anak tangga.

"Ups, sorry. Gue lagi ngepel jadi maaf kalau airnya nyiprat sampai seragam, lo!" ucap Bianca membawa sebuah ember yang airnya telah iab guyurkan ke tubuh Adel. Para siswa yang berada di koridor dan melihat kejadian itu tertawa melihat Adel.

"Bi, apa yang lo lakuin, hah?" gadis itu seolah tak bisa menahan lagi amarah yang ada di hatinya. Ingin sekali ia menjambak rambut gadis itu akan tetap Adel menahannya karena ia masih berada di bawah pengawasan guru BK setelah di skors tiga hari.

"Gue cuma ngepel yang kelihatan kotor saja, hahaha!" gadis itu tertawa terbahak-bahak diikuti anak-anak lain yang berada di koridor itu. Segera Adel berjalan menuju kamar mandi terdekat karena ia tidak tahan dengan gelak tawa anak-anak yang sedang menontonnya.

"Adel," Revan melihat gadis itu yang berlari ke arah kamar mandi dengan pakaian yang basah kuyup.

Di dalam kamar mandi Adel berjalan menuju lokernya yang tersimpan seragam cadangan, namun setelah ia membuka lokernya justru tangan Adel semakin mengepal.

"Nyari apa? Ohh seragam mu ya? Ini kain yang kupakai ngepel adalah seragammu aku pinjam sebentar tadi. Nih, kukembalikan!" ucap Bianca dengan sebelah tangannya melempar seragam kotor ke arah Adel.

"Puas, Lo!"

"Belum, ini baru permulaan." Adel meraih seragam kotornya yang basah kemudian ia lemparkan ke waja Bianca. Membuat gadis wajah gadis itu merah adam seketika.

"Beraninya, lo!" Bianca menggerakkan tangannya ingin membalas Adel namun sebuah tangan menahan tagannya.

"Apa? Mau jadi pahlawan kesiangan, lo?" teriak Bianca setelah mengetahui siapa orang yang telah menahan tangannya.

"Lo tuh bukan lagi bocil, jadi paling tidak pakai tuh otak lo buat mikir!" ucap Revan mendorong pelan tubuh Bianca membuat tubuh gadis itu mundur beberapa langkah.

Sementara laki-laki itu berjalan mendekati Adel dan menyelimuti tubuh basah gadis itu dengan jaket yang sejak tadi berada di tangannya.