Chereads / Cinta Terikat Masa Lalu / Chapter 22 - Rasa Penasaran

Chapter 22 - Rasa Penasaran

Mentari pagi menampakkan diri, mengirimkan cahaya hangatnya untuk menerangi muka bumi yang mulai beraktifitas seperti biasa. Langit biru bersih tanpa awan dengan semilir angin yang menyejukkan membuat siapapun orang akan bersemangat memulai hari dengan senyum di bibir mereka.

Seorang gadis sedang berjalan santai menuju ruang kelasnya sebelum seorang laki-laki yang tiba-tiba mensejajari langkah kakinya membuat gadis itu menoleh.

"Kenapa lo?" ucap gadis itu setelah melihat siapa laki-laki yang mensejajari langkahnya.

"Nggak papa, kenapa emang? Jalan menuju kelas kita sama, jadi apa salahnya berjalan bersama?" gadis itu tertawa sumbang mendengar ucapan laki-laki itu.

"Oh iya, Lin. Bagaimana keadaannya Adel?" tanya laki-laki itu membuat Lina seketiga sadar apa tujuan laki-laki itu mendekatinya.

"Revan, sekarang gue coba balik tanya, memangnya Adel kenapa?" tanya Lina pada laki-laki disampingnya itu.

"Tidak kenapa-kenapa sih, gue cuma mau dengar kabarnya saja," jawab laki-laki itu tanpa menoleh, Revan menutupi wajah penasarannya itu dengan menoleh ke arah lain.

"Adel baik-baik saja sih, cuma moodnya saja yang sering buruk akhir-akhir ini, tetapi tolong kalau mau kepo sama cewek lain tidak di depan pacar lo juga!"

Revan membelalakkan mata mendengar ucapan Lina, seketika langkah kakinya berhenti saat Revan merasakan sebuah tangan menahannya.

"Se-sejak kapan lo buntutin gue?" tanya Revan pada Ayu yang memasang wajah masam di sampingnya.

"Revan, aku ini pacar kamu, seharusnya kamu mengucapkan 'selamat pagi, Sayang.' atau apa gitu, ucapanmu tadi justru membuatku merasa kamu tidak mengharapkan kehadiranku!" ucapnya manja.

Revan tidak menyangka jika Ayu yang terlihat lemah lembut dan baik hati bisa menjadi sangat manja dan selalu mengusik hidupnya setelah ia menerima pernyataan cinta gadis itu. Laki-laki itu sedikit menyesal.

"Aku lagi ada tugas yang harus aku kerjakan, duluan ya!" ucap Revan menarik tangannya dari genggaman Ayu dengan cepat kemudian ia menarik Lina pergi dari tempat itu.

Mereka berdua berlari di koridor membuat semua pasang mata menatap aneh ke arah mereka berdua.

BRAKK

Revan menutup pintu dengan kencang kemudian menguncinya agar tidak ada orang yang bisa masuk ke ruangan ini.

"Lo gila ya, Re! Kalau mau kabur dari pacar lo itu jangan bawa-bawa gue!" omel Lina tidak terima dengan perlakuan Revan.

"Sorry, gue harus kabur dari cewek itu demi ketenangan hidup gue!" jawab Revan.

"Revan sayang!" sayup terdengar suara Ayu yang memanggilnya, laki-laki itu segera memberi kode kepada LIna untuk diam.

Suara gadis itu semakin terdengar mendekat.

TOK TOK TOK

Suara pintu di belakang Revan diketuk oleh seseorang membuat Lina membelalakkan mata waspada, ia mengambil posisi siaga jika sewaktu-waktu Ayu bisa membuka pintu itu.

"Pintunya dikunci," ucap seorang gadis diluar sana kemudian ia melangkah pergi dan kembali berteriak mencari Revan.

Sementara laki-laki itu menghela napas lega begitu juga dengan Lina yang dipaksa ikut dalam pelarian ini.

"Sebenarnya lo mau ngomong apa?" tanya Lina langsung pada intinya.

"Aku cuma mau tanya—"

"Kalau tentang Adel mendingan kamu tanya langsung sama orangnya, aku nggak mau ikut campur!" ucap Lina menerobos keluar, pada saat itu pula ia melihat Adel sedang berjalan menuju ruang kelas.

"Itu dia anaknya, lo harus ngomong sendiri!" ucap Lina membuat Revan mematung seketika.

"Adel!" teriak Lina membuat sang empu berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang baru saja memanggil namanya.

"Ada apa?" tanya Adel saat Lina berjalan mendekatinya dengan seorang laki-laki yang mengikutinya di belakang.

"Revan mau ngomong sesuatu sama lo!" jawab Lina membuat Adel menoleh ke arah laki-laki yang sejak tadi masih berdiam diri di hadapannya.

"Mau ngomong apa?" tanya Adel, Lina memberi kode kepada Revan untuk segera berbicara namun laki-laki itu justru bungkam seolah tidak memiliki keberanian untuk mengeluarkan sebuah kata-kata.

"Revan! Buruan bentar lagi bel masuk!" ucap lagi Adel tidak sabaran.

"A-aku cuma mau bilang, nanti setelah pulang sekolah akan ada rapat OSIS, kalian harus hadir!" ucap Revan kemudian berpamitan pergi meninggalkan dua gadis yang mematung di belakangnya.

Lina menaikkan sebelah alisnya tidak paham dengan laki-laki itu, Revan tidak berani bertanya di hadapan Adel namun ia penasaran dan mencari tahu dari orang-orang di sekitar gadis itu.

"Gitu doang? Sia-sia waktuku menunggu dia ngomong," ucap Adel kesal dan segera pergi melanjutkan perjalanannya menuju kelas.

"Hei, Adel. Tungguin gue!" teriak Lina yang tidak tersadar jika dirinya ternyata telah ditinggal jauh oleh sahabatnya itu.

Pelajaran sangat padat, materi yang mereka dapatkan semakin banyak. Bahkan mereka mengulangi lagi materi-materi lama yang sudah pernah mereka pelajari di kelas sepuluh dan kelas sebelas agar saat keluar di soal ujian nasional mereka bisa mengerjakan soal itu.

Lina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mencoba memahami maksud dari soal cerita di buku fisika yang sejak tadi ia pelototi.

Sementara Adel terlihat fokus menatap bukunya sendiri dan sesekali memberi coretan di atas buku putih yang telah dipenuhi tulisan itu.

"Del, gimana sih caranya ngerjain, bingung gue," tanya Lina yang duduk di sampingnya.

"Entah, aku sendiri tidak jago mengerjakan soal fisika seperti ini, lebih baik aku mengerjakan soal matematika dari pada ini," jawab Adel juga tidak paham dengan soal yang berada di hadapannya.

"Tetapi aku merasa jika rumus ini yang harus kita gunakan untuk mencari jawaban."

Adel mengarahkan jari telunjuk pada tulisan di buku paketnya, Lina mengikut arah tangan Adel dan mencoba mencari rumus yang sama di dalam bukunya.

Mereka berdua kembali berkutat dengan soal-soal fisika yang sangat sulit bagi Adel dan Lina.

Ding Dong

Tidak terasa jam telah menunjukkan jika sebentar lagi waktu belajar telah habis, padahal mereka baru bisa mengerjakan tiga soal sejak tadi.

Adel menghela napas lelah saat masih ada tujuh soal yang belum dikerjakan, dan ia saat ini baru beranjak mengerjakan soal nomor empat.

"Baiklah murid-murid, Bapak yakin kalian belum menyelesaikan soal itu, jadi kalian boleh mengumpulkannya minggu depan sebelum ujian!" ucap pria paruh baya yang menjadi guru fisika disusul suara sorak gembira dari para siswa.

Begitu juga dengan Adel dan Lina, mereka merasa sedikit lega karena tidak harus mengumpulkan tugas saat ini juga, paling tidak mereka memiliki waktu lebih lama lagi untuk memikirkan soal-soal sulit itu.

"Kita harus segera pergi!" ajak Lina saat ia telah selesai memasukkan semua bukunya ke dalam tas ranselnya.

"Ke?" tanya Adel.

"Ya ampun, kamu lupa? Kita harus rapat OSIS."

Adel menepuk jidatnya karena ia benar-benar lupa jika sekarang ia harus datang ke rapat OSIS, akhirnya mereka berdua berjalan beriringan menuju ruangan yang biasa digunakan untuk rapat OSIS.

"Ada apa?" tanya Lina saat tiba-tiba Adel menghentikan langkah kakinya.

"Kita lewat jalan memutar saja!" ucap Adel dengan sudut matanya yang menatap seorang laki-laki yang berdiri bersandar di dinding seolah menunggu seseorang.

Lina yang menyadari sikap sahabatnya segera menoleh ke arah tatapan Adel, ia langsung paham dan segera mengikuti langkah kaki Adel yang lebih dulu meninggalkannya.

"Kenapa kamu menghindari Daffa?" tanya Lina.

"Aku tidak menghindar, aku cuma belum siap saja bertemu lagi dengannya," jawab Adel.

"Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan? Kamu harus segera memilih, Del. Mau putus atau terus."

Adel mendengar dengan jelas ucapan Lina, ia sendiri masih bingung jika harus memikirkan kisah cintanya yang rumit ini.

"Lain kali aku akan—"

"Ha-hai!" sapaan dari seorang laki-laki memotong ucapan Adel membuat gadis itu menoleh ke sumber suara.

"Hai juga, Revan," jawab Lina sementara Adel hanya melirik sekilas kehadiran laki-laki itu dan segera melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam ruang rapat.