Chereads / Cinta Terikat Masa Lalu / Chapter 26 - Berdua Bersamamu

Chapter 26 - Berdua Bersamamu

Langit hitam tak tertutup awan memperlihatkan bulan yang berbentuk sabit seolah menggantung di atas sana dengan taburan bintang yang yang memayungi malam.

Revan mencuri pandang pada seorang gadis yang duduk tenang di sampingnya, sebuah senyum simpul terbit di bibir laki-laki itu saat melihat wajah cantik gadis di sampingnya tidak lagi menolak keberadaannya.

"Berhenti menatapku!" ucap Adel yang seketika membuat senyum Revan semakin mengembang, ia tahu jika Adel pasti menyadari jika dirinya sejak tadi menatap gadis itu.

"Kamu,masih cantik seperti biasanya," ucap Revan namun tidak berhasil mengganggu ketenangan gadis itu.

Walaupun Adel sejak tadi terlihat tenang, namun hatinya bergemuruh, tubuhnya panas dingin karena berdekatan dengan Revan. ENtah apa yang terjadi pada dirinya, Adel sendiri tidak tahu.

Ia merasa harus pandai-pandai menyimpan gejolak rasa di dalam hatinya begitu pula dengan sikapnya.

"Adel—"

"Kamu bisa diam tidak, aku ingin malam tenang sebelum ujian besok!" ucap gadis itu karena tidak bisa lagi menahan deburan hati jika mendengar suara Revan.

Revan hanya tersenyum mendengar omelan gadis disampingnya ini, akhirnya Revan menuruti permintaan gadis itu untuk diam dengan wajah yang ia pasang untuk terus menatap Adel yang sejak tadi masih menatap lurus ke depan.

Ritual sebelum ujian yang Adel aku kan sejak kecil adalah berkunjung ke sebuah bukit berbunga seperti saat ini, Revan sangat hafal kemana Adel akan pergi sejak ia menolak Daffa saat ingin mengantarnya pulang, maka dari iru Revan segera menyusul Adel.

Laki-laki bermanik elang itu melihat Adel menghela napas pelan kemudian menoleh kepadanya membuat tatapan mereka bertemu.

"Kamu sudah puaskah menggangguku?" tanya Adel yang dijawab gelengan kepala oleh Revan.

"Seharusnya kamu pergi saja bersama pacarmu itu dan jangan menggangguku," tambah Adel yang membuat Revan tertawa, gadis bersurai hitam itu menaikkan sebelah alisnya merasa aneh karena Revan tiba-tiba tertawa sendiri, ia takut jika setan penunggu bukit ini telah merasuki laki-laki di sampingnya.

"Aku tidak punya pacar, memangnya aku harus berjalan-jalan dengan siapa?"

"Hah? Lalu Ayu?" tanya Adel dengan mata yang berbinar, namun dalam sekejap gadis itu kembali bisa mengontrol dirinya sendiri dan kembali ke raut datarnya.

"Jangan asal bicara, jika Ayu tau kamu disini bersamaku akan resmi julukan sebagai perusak hubungan orang," jawab Adel yang membuat Revan mengerutkan keningnya.

"Apa? Siapa yang berani memanggilmu seperti itu? Katakan! Aku akan menghajarnya!"

Reflek Adel menggenggam tangan Revan yang mengepal saat mendengar ucapannya.

"Jangan bikin ulah terus, kita sebentar lagi ujian dan lulus, aku tidak mau lulus meninggalkan nama buruk di sekolah itu." Revan melirik tangan Adel yang menggenggam tangannya, sementara Adel melirik ke arah mata Revan. Seketika gadis itu sadar apa yang tangannya perbuat dan segera menarik tangannya dari tangan Revan,

Namun laki-laki itu justru meraih tangan Adel sebelum gadis itu melepas tangannya.

"Lepasin!" ucap Adel.

"Tidak akan lagi!"

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Adel.

"Aku tidak akan lagi melepaskanmu, aku merasa tidak sanggup menyerahkanmu pada laki-laki lain," ucap Revan.

"Memangnya aku ini barang seenaknya saja di serahkan ke orang lain," balas Adel dengan wajah garangnya.

"Maka dari itu aku akan menyimpanmu sendiri untukku." Sebuah senyum smirk muncul di bibir Adel membuat Revan mengerutkan keningnya.

"Coba saja kalau bisa!" ucap gadis itu membuat Revan seketika merasa tertantang dengan ucapan Adel.

"Oke, Deal!"

"Apaan deal-deal segala!" Adel tidak mengerti jalan pikiran laki-laki di sampingnya ini.

"Aku terima tantanganmu!" ucap Revan menjawab tangan Adel dengan erat seolah tidak ingin melepaskannya.

"Haaaahhhh."

Adel memijat pelipisnya yang penat, apakah hidupnya akan semakin sulit, batin Adel. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya diikuti Revan, Adel harus segera kembali sebelum mendapat omelan dari kakaknya karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.

"Kamu ingin pulang?" tanya Revan yang dijawab anggukan kepala oleh Adel.

"Baiklah, aku akan mengantarmu!"

"Aku tidak perlu diantar dan bisa pulang sendiri!"

"Baiklah," jawab Revan. Gais itu menghentikan taksi dan masuk ke dalamnya, begitu juga dengan REvan yang ikut masuk ke dalam taksi.

"Aku bilang tidak perlu diantar, Revan!"

"Aku tidak mengantarmu, aku hanya nebeng karena motorku masih di restoran tadi," jawab Revan embat Adel tidak bisa menjawab ucapan laki-laki itu, tentu saja lagi-lagi Revan tersenyum penuh kemenangan.

Taksi itu mulai melaju di tengah padatnya lalu lintas malam ini, semakin larut malam tidak berarti jalanan akan menjadi sepi. Adel menatap keluar jendela mengamati padatnya jalan raya malam ini.

"Besok hari minggu," ucap Revan pelan.

"Aku tahu," balas Adel membuat Revan kembali tersenyum.

"Kamu ingin ke mana?"

"Di rumah."

Revan menghela napas pasrah, tidak ada kesempatan untuknya mengajak Adel pergi karena di hari senin mereka akan ujian kelulusan. Tak lama taksi yang mereka tumpangi telah merapat ke halaman rumah Adel, gadis itu segera keluar dari taksi begitu juga Revan yang ikut mengantar gadis itu hingga gerbang rumahnya.

"Kenapa kamu keluar taksi?" tanya Adel.

"Hanya ingin melihatmu masuk ke dalam," jawab Revan yang tidak di gubris gadis itu, Adel tidak berniat mengajak laki-laki itu mampir walau sebentar.

Saat Adel melangkah masuk ke pekarangan rumah ia melihat kakaknya berjalan cepat ke arahnya.

"Kak, aku kembali tempat waktu jadi tidak ada hukuman untukku malam ini!" protes Adel, namun kakaknya itu ternyata berjalan melewati Adel membuat gadis itu memutar balik tubuhnya menatap kakaknya yang ternyata menghampiri Revan yang berdiri di depan pagar rumahnya.

"Hai, bro! Aku tidak menyangka jika Adel akan pulang bersamamu," ucap Arka seolah sangat senang melihat Revan.

"I-iya, Kak. Maaf, aku harus segera pulang," pamit Revan namun langsung dicegah oleh Arka.

"Kenapa buru-buru sekali, ayo mampir dulu!" ucap Arka yang di balas penolakan oleh Revan. Laki-laki itu masih trauma jika harus bertemu dengan Rossa.

"Santai, Mama lagi ada pekerjaan dan sepertinya tidak pulang malam ini, ayo mampir!"

Mau tidak mau Revan ikut melangkah masuk ke rumah Adel mengikuti Arka yang telah melangkah terlebih dahulu.

"Kak, kenapa kamu ajak masuk orang ini?" teriak Adel protes terhadap kakaknya.

"Tidak apa, aku sudah lama sekali tidak mengobrol bersama Revan. Seharusnya kamu berterima kasih terhadap dia karena gara-gara dia mengantarmu pulang kamu tidak mendapat hukuman karena pulang kemalaman," ucap Arka membuat Adel kesal.

"Tapi bukankah kamu tadi berangkat bersama Daffa? Kenapa kamu pulang bersama Revan, aku tidak mau kamu menjadi buaya betina— akhh."

Arka mengelus kepalanya setelah mendapat hantaman keras dari Adel.

"Kakak jangan asal bicara, aku dan Daffa itu tidak punya hubungan apapun, kita sudah selesai!" ucap Adel tajam membuat kedua laki-laki di hadapannya seketika melongo melihatnya.

Revan tersenyum senang dan mengepalkan tangannya, dengan lirih ia berucap "yes." Itu pertanda baik, karena dia memiliki kesempatan untuk mendekati Adel.

"Wow, aku percaya denganmu pasti akan membuat keputusan yang terbaik," ucap Arka.

Namun entah kenapa semburat merah tiba-tiba timbul di pipi Adel, ia keceplosan mengatakan hal itu di hadapan Revan.

BRAKK

Adel menutup pintu kamarnya dengan kencang, sebelah tangannya memegang dada yang berdegup sangat kencang. Entah kenapa Adel sendiri tidak tahu penyebabnya