"Acara pelantikan akan diselenggarakan besok, jadi tolong kerjasamanya untuk yang terakhir kali. Mari kita tuntaskan kerja keras kita!" ucap Revan berada depan ruang rapat.
Semua anggota yang berada di dalam ruangan mengangguk menyetujui ucapan Revan, laki-laki itu sebagai ketua OSIS memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat baik, dan saat ini mereka akan melaksanakan tugas terakhir mereka sebagai anggota OSIS sebelum mereka lulus dari sekolah ini.
"Laksanakan tugas kalian dengan baik, saya selaku ketua OSIS angkatan 17 mengatakan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada teman-teman semua yang sudah mau berjuang bersama selama ini," ucap Revan sebagai penutupan rapat.
Setelah rapat selesai mereka semua segera melaksanakan tugas mereka yang telah dibagi pertim. Sementara Adel hanya duduk di ruang rapat karena tugasnya sebagai sekretaris adalah membuat laporan kegiatan yang akan mereka laksanakan, berbeda dengan Lina dan kebanyakan temannya. Lina telah pergi entah kemana mencari perlengkapan yang akan mereka gunakan untuk event outbound yang akan diselenggarakan besok.
"Butuh bantuan?" tanya seorang laki-laki mendekatinya.
"Tidak."
"Baiklah aku akan menemanimu saja di sini!" ucap laki-laki itu ikut duduk di sebelah Adel.
"Enak saja kamu cuma duduk sementara anggotamu kamu suruh pergi dan mempersiapkan semuanya!" ucap Adel membuat Revan mengurungkan niatnya yang hampir meletakkan pantatnya di kursi sebelah Adel.
Laki-laki itu menghela napas malas, sebenarnya ia ingin mencari kesempatan agar bisa berduaan dengan gadis itu, namun ucapan Adel sangat menusuk harga dirinya sebagai ketua OSIS.
"Baiklah, aku ikut mereka," ucap Revan melenggang pergi.
"Selamat tinggal, semoga kamu baik-baik saja di ruang rapat yang berada di sudut sekolah ini, Oh iya, langit mendung jadi terlihat sedikit gelap ya," ucap Revan sebelum keluar dari ruangan.
"Apa? Revan tunggu!" teriak Adel membuat Revan yang telah keluar dari pintu kembali melongokkan kepalanya ke dalam ruangan.
"Ada apa?" tanya laki-laki itu.
"To-tolong panggilkan Lina agar segera ke sini!" pinta Adel.
"Hm, tugas Lina adalah mempersiapkan perlengkapan, dan ada beberapa perlengkapan yang kita tidak punya, mungkin dia berada di luar sekolah saat ini sedang membeli perlengkapan tersebut," jawab Revan membuat Adel terdiam tak memiliki kosa kata lagi untuknya.
Adel lupa jika ruang rapat ini berada di sudut sekolah dan jauh dari ruang kelas, hanya ada halaman luas di sekeliling ruangan ini membuat Adel yang memiliki phobia ruang sempit dan takut gelap membuatnya sedikit merasa ketakutan.
"Adel, sudahkah bicaramu? Jika sudah aku akan segera menyusul mereka untuk membantu mempersiapkan acara pelantikan anggota baru besok."
"Ka-kapan kalian akan kembali?" tanya Adel lagi.
"Entahlah, mungkin tidak. Setelah selesai melakukan persiapan mungkin kita akan segera pulang dan tidak kembali lagi ke ruangan menyeramkan ini," ucap Revan sengaja dibuat-buat menakut-nakuti Adel.
Sementara gadis itu menelan salivanya dengan sudah payah membayangkan jika hanya dirinya sendiri yang harus berada di ruangan gelap walaupun di siang hari—
"Adel, sudahkan semua pertanyaan terjawab? jika sudah aku harus segera pergi penyusul mere—"
"Jangan pergi! Di sini saja, tugas mereka akan selesai juga walaupun tanpa kamu bantu!" ucap Adel memotong kalimat Revan, kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas saat rencananya ingin berduaan dengan Adel tercapai.
Tidak sia-sia upayanya untuk menakut-nakuti gadis ini agar meminta dirinya tetap tinggal bersamanya. Revan segera berjalan memasuki ruang rapat dan duduk manis di samping Adel.
Gadis itu fokus terhadap layar komputernya, sepuluh jarinya lincah menekan tombol keyboard komputernya itu membuat Revan dengan bebas bisa menatap wajah cantik Adel.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Adel menyadari jika laki-laki di sampingnya ini sejak tadi sedang menatap dirinya tanpa berkedip.
"Aku hanya menikmati keindahan di hadapanku, aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu."
"Berhenti berkata omong kosong!" ucap Adel membantah omongan Revan, gadis itu paham dengan keindahan yang dimaksud laki-laki itu adalah dirinya.
"Kamu memiliki Ayu, jadi jaga perasaannya!" tambah Adel membuat Revan menghela napas kesal.
Laki-laki itu tidak benar-benar menyukai Ayu, tidak ada nama yang benar-benar mengisi hatinya. Laki-laki itu masih tetap menatap wajah gadis cantik di hadapannya yang masih fokus ke layar komputer.
Tiba-tiba Adel menoleh ke samping membuat tatapan mereka bertemu, seketika Adel menahan napas saat wajahnya dan Revan sangat dekat, mungkin hanya dua jengkal jarak wajah mereka membuat degupan jantung seolah terdengar keras di ruangan yang sepi ini.
"Sayang!" suara seorang gadis membuyarkan lamunan mereka berdua.
Adel dan Revan menoleh ke arah sumber suara.
"Apa yang kalian lakukan, hah? Revan, kamu selingkuh!" teriak gadis bersurai navy itu.
"Tidak, Ayu. Bukan seperti itu, kita hanya sedang mengerjakan laporan kegiatan yang akan diselenggarakan besok," ucap Adel tidak ingin ada salah paham diantara mereka, sudah cukup ia dianggap sebagai perusak hubungan antara Daffa dan Bianca.
"Ucapan gadis penggoda laki-laki sepertimu mana bisa dipercaya!" ucap Ayu yang langsung mendapat tatapan tajam dari Revan.
"Jaga ucapanmu!" teriak Revan membuat gadis besurai navy itu mengerutkan alisnya tidak percaya dengan kejadian di hadapannya, saat ini pacarnya lebih membela gadis lain daripada dirinya.
"Apa? Kamu membentakku, Re? Baru kali ini kamu melakukan itu, apakah ini gara-gara gadis centil ini, hah?" ucap Ayu dengan mata berkaca-kaca.
"Berhenti mengata-ngatai Adel dengan sebutan seperti itu!" teriak lagi Revan.
"Revan, cukup! Kamu tidak boleh melakukan itu, Ayu itu pacarmu, lebih baik kamu jelaskan kepadanya apa yang baru saja terjadi tidak seperti yang dia kira!" ucap Adel pada laki-laki yang telah berdiri di sampingnya.
"Apa yang harus aku jelasin?" tanya Revan pada Adel yang membuat wajah Ayu merah padam.
"Ternyata memang sejak awal kamu tidak bersungguh-sungguh, Re!" ucap Ayu mengusap air matanya yang menetes, gadis itu segera pergi dari hadapan Adel dan Revan.
"Revan, cepat kejar Ayu! Aku tidak mau ada salah paham diantara kalian!" ucap Adel dengan tangannya yang mendorong tumbuh Revan agar segera pergi mengejar pacarnya itu.
"Baiklah, tetapi kamu harus menungguku di sini dan jangan pergi kemanapun!" ucap Revan yang langsung diangguki oleh Adel.
Laki-laki itu segera pergi dari hadapan Adel dan berlari mengejar Ayu, Adel kembali duduk di kursinya, kedua tangannya memijat pelipisnya yang berkunang-kunang. Satu lagi masalah muncul dihidupnya tanpa ada penyelesaian dari masalah sebelumnya.
Gadis itu sudah tidak memiliki semangat lagi untuk mengerjakan laporan, saat ini Adel lebih memilih membereskan tasnya dan berjalan pergi keluar. Saat berada di luar kelas Adel melihat Revan yang telah berjalan kembali ke arahnya, semoga laki-laki itu telah menyelesaikan masalah, batin Adel.
Gadis itu berjalan perlahan ke arah Revan namun sebuah tangan menahannya dan menggenggam tangannya erat.
"Daffa, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku?" ucap Adel memberontak.
"Tidak, Del. Aku akan mengantarmu pulang!" ucap laki-laki itu segera menarik tangan Adel pergi dari depan pintu ruang rapat.
"Tetapi aku tidak mau pulang bersamamu!" jawab Adel.
"Kamu harus pulang bersamaku!"
"Lepaskan dia!" suara Revan yang telah menahan sebelah tangan Adel yang lain.
Daffa melirik tangan Revan yang juga menggenggam tangan kekasihnya itu membuat wajahnya merah padam.
"Lo yang harus lepasin tangan pacar gue!" ucap Daffa tajam namun Revan justru semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Lepas—"
"Re, lepasin gue!" ucap Adel lemah, mencoba menarik tangannya dari genggaman Revan.
"Dengar nggak lo?" teriak Daffa.
"Ta-tapi, Del—"
"Jangan khawatir, aku baik-baik saja!" ucap Adel yang telah berhasil melepaskan sebelah tangannya dari genggaman Revan.
Sementara Daffa menarik sebelah sudut bibirnya membentuk senyum licik.
"Ayo, Sayang. Aku akan mengantarmu pulang!"
Daffa menarik tangan Adel menjauh dari Revan yang masih mematung di tempat.