Chereads / Cinta Terikat Masa Lalu / Chapter 17 - Perkelahian

Chapter 17 - Perkelahian

Adel bergidik ngeri saat melihat dua laki-laki di hadapannya ini saling mengirim tatapan tajam, perlahan tangan Adel yang berada di genggaman Daffa mengendur dan lepas.

Adel tidak tahu apa yang akan dibuat laki-lak tiu, namun Daffa berjalan mendekati Revan dengan kedua tangan mengepal.

"Kenapa lo selalu ikut campur urusan kita, hah?" ucap tajam Daffa pada Revan.

"Jangan bilang cuma karena lo teman masa kecilnya Adel!" tambahnya.

"Karena memang begitu, mau bagaimana lagi—"

BUKK

Adel membelalakkan mata saat melihat Daffa telah menonjok rahang Revan membuat darah mengalir dari sudut bibir laki-laki itu.

"Kalian ini apa-apaan, sih!" teriak Adel mencoba melerai perkelahian di hadapannya ini.

"Adel, jangan mendekat!" ucap Revan memperingatkan Adel. Tubuh Adel merasa bergetar saat melihat Revan balik memukul Daffa hingga pelipis laki-laki itu terlihat luka lebam.

Daffa kembali mengayunkan tangannya untuk membalas pukulan Revan, namun Revan sudah bersiap menerima pukulan itu, ia bisa menangkis pukulan Daffa dengan mudah. Sebelah tangannya tak ingin ia anggurkan, dengan cepat ia menonjok perut Daffa membuat laki-laki itu terhuyung ke belakang.

"Revan berhenti!" teriak Adel saat melihat Daffa telah mundur beberapa langkah.

"Kubilang jangan mendekat!" teriak Revan membuat langkah kaki gadis itu kembali berhenti. Daffa kembali menyerang Revan dengan kuat namun laki-laki itu bisa menghindar dengan cepat dan menangkis semua pukulan dari Daffa.

BRAKKK

Daffa lagi-lagi terkena serangan dari Revan, tubuh laki-laki itu terjatuh menabrak tempat sampah membuat semua sampah yang berada di dalamnya berserakan dimana-mana.

Adel menutup mulutnya dengan kedua tangan tidak tahu apa yang harus ia lakukan, karena melerai kedua laki-laki di hadapannya ini bukanlah hal yang mudah. Bahkan mereka berdua tidak menghiraukan lagi teriakan Adel sejak tadi.

"Masih berani kamu, hah?" ucap Revan membuat amarah Daffa semakin memuncak, tidak kehilangan akal, Daffa meraih sebuah batu yang berada tak jauh dari tempatnya terjatuh. Buru-buru ia berdiri dan kembali mengirimkan pukulan kepala Revan.

Namun bukan tangan yang laki-laki itu gunakan namun dengan batu sebesar kepalan tangan itu ia lemparkan ke Revan membuta laki-laki itu terhuyung ke belakang dan terjatuh.

"Revan!" teriak Adel saat ia melihat sebuah cairan merah mengalir di kening laki-laki itu.

"Re, kamu nggak apa-apa?" tanya Adel setelah ia mendekati Revan. Tangan Adel berlumuran darah saat ia menyentuh tangan Revan yang memegang keningnya.

"Daffa, kamu keterlaluan tahu nggak?" ucap Adel.

Raut khawatir terlihat sekali di wajah gadis itu, ia mencoba menekan luka di kening Revan dengan sapu tangan yang ia punya agar darah berhenti mengalir.

"Del, aku ini pacarmu. Aku juga sakit di sini, nih kamu lihat!" Daffa menunjukkan memar di tubuhnya pada Adel.

"Tapi kenapa kamu lebih memilih membantu laki-laki ini!" teriak Daffa.

"Revan, kita harus segera ke UKS!" ucap Adel membantu laki-laki itu berdiri.

"Adel, minggir! Biar aku kasih pelajaran sama orang ini!"

"DAFFA CUKUP!" teriak Adel kehabisan kesabaran.

"Ada apa ini?" suara seorang pria paruh baya membuat mereka bertiga menoleh ke sumber suara.

***

Ruangan berukuran empat kali lima meter ini terasa sangat hening, tidak ada yang berani bersuara. Seorang pria paruh baya menatap tiga siswa di hadapannya dengan tatapan tajam.

Adel melirik sekilas ke arah guru BK itu, namun buru-buru ia memalingkan mata saat tatapan tajam itu seolah ingin menelannya bulat-bulat.

Adel duduk diantara dua laki-laki yang babak belur membuatnya merasa sangat bersalah karena ia adalah alasan mengapa Daffa dan Revan berantem.

"Kenapa kalian berantem?" tanya pria paruh baya itu pada ketiga siswa yang duduk di hadapannya.

Hening.

Tidak ada yang berani bersuara, mereka bertiga hanya diam menundukkan kepala.

"Kenapa diam? Jawab!" ucap pria paruh baya itu. Namun ketiga muridnya justru menundukkan kepala semakin dalam.

"Kalian ini sudah berada di kelas duabelas, seharusnya menjadi contoh yang baik untuk adik kelas kalian, tetapi apa? Kalian justru berkelahi, kenapa? Karena rebutan cewek, hah?" ucap guru BK membuat Adel menelan salivanya susah payah.

"Apa lagi kamu Revan, kamu itu ketua OSIS loh, malu-maluin saja!" Revan semakin menundukkan kepalanya saat guru BK mengatakan hal itu.

Gadis itu menyeka keringat dingin yang mengalir di pelipisnya, begitupun dengan Revan yang menyentuh keningnya yang telah diperban itu. Saat ini kepalanya terasa berat dan berkunang-kunang.

"Jika tidak ada yang menjawab kalian bertiga akan saya skors selama tiga hari."

Ucapan guru BK itu membuat Adel membelalakkan mata, ia ingin sekali protes dengan hukuman yang baru saja ia dapat, akan tetapi ia tidak punya cukup keberanian untuk melakukan itu.

"Keluar dari ruangan saya! Sekarang! Ambil tas kalian dan pulang!"

Tanpa berani menolak, mereka bertiga segera beranjak dari ruangan itu dan kembali ke kelas masing-masing. Adel berjalan gontai menuju ruang kelasnya, saat ia sampai di ruang kelas ia membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Lo mau kemana?" tanya Lina saat melihat Adel menggendong tasnya.

"Gue di skors tiga hari," jawab Adel pelan namun cukup untuk membuat Lina berteriak membuat seisi kelas menoleh padanya.

Gadis itu langsung meminta penjelasan dari Adel mengapa ia bisa di skors, namun Adel sangat malas menjelaskannya kepada sahabatnya ini.

"Nanti gue telfon, sekarang gue mau pulang!" ucap Adel lemas.

Gadis itu sudah tidak memiliki semangat sama sekali, lebih tepatnya ia tidak menyangka jika hukuman yang akan didapatkan adalah di skors. Selama bertahun-tahun ia sekolah dari Sekolah dasar hingga saat ini Adel belum pernah di skors.

Gadis itu tidak tahu harus menjelaskan apa nanti kepada kakaknya dan juga Mamanya. Bel masuk telah berbunyi membuat lorong kelas terasa sangat sepi, Adel melangkah perlahan keluar gerbang.

"Adel," panggil Revan yang sejak tadi menunggunya di depan gerbang sekolah. Gadis itu hanya menoleh sekilas pada laki-laki itu.

"Sorry, gara-gara gue. Lo ikut di skors."

Adel menggeleng lemah menjawab ucapan Revan.

"Bukan salah, lo. Dan terimakasih sudah nolongin gue! Tapi lain kali lo nggak perlu ikut campur!" ucap Adel sebelum melenggang pergi meninggalkan Revan yang masih berdiri mematung menatap punggungnya. Gadis itu telah menghentikan taksi dan masuk ke dalamnya.

"Hah? Kamu di skors?" Arka yang hari ini libur kelas kaget saat melihat Adiknya itu pulang sebelum waktunya.

Ia antara percaya dan tidak percaya mendengar ucapan adiknya itu, baru kali ini Arka mendengar adiknya sang murid teladan di sekolah itu di skors karena cowo.

"Sudah Mama bilang jangan pernah dekat-dekat dengan Revan, kenapa kamu tidak mendengarkan ucapan Mama?"

Adel dan Arka menoleh ke sumber suara, mereka tidak menyangka jika ternyata Mamanya ini mendengar percakapan mereka.