Arka semakin pusing melihat Adiknya yang memiliki mood naik turun seperti sekarang, kemarin ia pulang sekolah dengan wajah yang tertekuk, dan saat ini ia pulang sekolah dengan mata berkaca-kaca. Mungkin saja besok ia akan menangis setelah pulang sekolah.
Laki-laki itu mendekati kamar Adiknya, sejak pulang sekolah tadi ia tidak keluar sama sekali dari dalam kamar. Apalagi saat ini sudah waktunya makan malam, sementara Rossa—Ibu mereka sedang tidak berada di rumah, menjadi orang tua tunggal menuntut Rossa harus bisa memenuhi kebutuhan kedua anaknya ini. Wanita beranak dua itu sedang melakukan perjalanan bisnis yang membuatnya tidak bisa pulang malam ini.
Arka mendengus kesal saat ia tidak bisa membuka pintu kamar Adel, jarang sekali Adiknya itu mengnci pintu seperti ini. Perasaan Arka semakin tidak enak terhadap Adel, akhir-akhir ini ia merasa jika Adel menyembunyikan banyak hal darinya.
TOK TOK TOK
"Dek," panggil Arka, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar gadis itu.
"Adel," panggilnya lagi namun tetap tidak ada jawaban. Arka meraih ponselnya yang berada di meja depan televisi dan menekan tombol call pada nomor Adel.
Memanggil…
Tulisan yang berada di layar ponselnya membuat Arka semakin kesal, adiknya ini sedang kenapa ia pun tidak tahu, jarang sekali Adel bertingkah seperti ini.
TOK TOK TOK
"Adel, kamu di dalam kamar, 'kan? Ayo kita makan malam terlebih dahulu!" ajak Arka.
Hening, tidak ada jawaban dari dalam kamar Adiknya itu.
"Dek, kamu belum tidur, 'kan?" teriak lagi Arka.
"Kamu kenapa? Coba cerita ke kakak!"
"Adel! Kalau kamu tidak membuka pintu Kakak dobrak pintu kamarmu!"
Ceklek
Suara kunci knop pintu yang terbuka membuat Arka menatap tajam pada seorang gadis yang akhirnya keluar dari dalam persembunyiannya.
"Ada apa sih, Bang?" tanya Adel, gadis itu mengusap matanya yang masih setengah setengah tertidur.
"Kamu dari mana saja, sih?" Adel ingin sekali menabok kakak tersayabgnya ini yang kadang kurang penuh isi otaknya.
"Abang nggak lihat aku baru saja keluar dari kamar, bisa-bisanya tanya aku dari mana?" Kali ini Adel telah terbangun sepenuhnya. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan menuju kamar mandi dalamnya diikuti oleh Arka.
"Kamu akhir-akhir ini aneh ya, Dek. Mana pula kamar dikunci lagi," ucap Arka kesal. Sementara Adel sedang membasuh wajahnya yang lengket di wastafel.
"Bang Arka yang aneh, kenapa ada orang tidur teriak-teriak. Kalau saol pintu kamar kukunci itu sengaja biar Abang gak bisa gangguin Adel tidur. Ehh, ternyata tetap saja mengganggu," ucap Adel mengerucutkan bibirnya.
Adel segera keluar dan menuju ruang malkan, di meja makan sudah tersedia pizza yang sepertinya dipesan oleh Arka karena Adel tahu Mamanya sedang tidak ada dirumah dan yang pasti tidak ada yang memasak. Gadis itu segera mengambil potongan kecil dari pizza itu dan segera melihatnya.
"Kamu lagi suntuk, ya?" tanya Arka yang juga sudah mengunyah pizza di hadapan Adel.
"Tidak, biasa saja tuh."
Arka tersenyum simpul menatap Adiknya yang semakin lihai berbohong, ia bisa tahu jika ekspresi wajah Adel itu hanyalah palsu. Arka secara tidak langsung ikut merawat adiknya itu sejak ia lahir, mana bisa Adel membohongi Arka jika semua yang ia rasakan tercetak jelas di mata gadis itu.
"Mau nonton?" tanya Arka membuat Adel mengangkat wajahnya menatap Arka dengan antusias.
"Boleh, kita ke bioskop. Ada film yang ingin Adel tonton," ucap Adel langsung tanpa basa-basi.
Akhirnya mereka segera bersiap setelah selesai makan, dan betapa kesalnya Arka jika ternyata film yang ingin Adel tonton hanyalah sebuah anime.
"Dek, kenapa kita cuma nonton kartun, sih?" tanya Arka, saa ini mereka sedang mengantri beli popcorn selagi menunggu jadwal movie yang sudah mereka pesan tiketnya.
"Kak, aku sudah menunggu hampir setahun serial ini, dan aku pingin banget nonton."
"Kamu, 'kan bisa nonton di web!" balas Arka.
"Belum ada, Kak. Baru rilis di Jepang dan di bioskop." Gadis itu membeli popcorn berukuran jumbo.
"Nanti tayang juga di Indonesia, Dek."
"Kelamaan nunggunya, Kak. Aku maunya sekarang!" Arka menghela napas malas.
Ia tidak lagi bisa menghadapi Adiknya ini, akhirnya ia hanya pasrah dan mengikuti semua permintaan Adel. Namun sorot mata Arka menangkap seorang laki-laki yang tidak asing baginya.
"Del, bukannya itu Revan," ucap Arka yang membuat Adel segera menoleh ke arah yang kakaknya tunjuk. SEmentara Arka telah berjalan mendekati laki-laki itu yang berdiri di depan pintu masuk ke bioskop.
"Revan, nggak nyangka bakal ketemu di sini," sapa Arka membuat laki-laki itu justru terkejut karena melihat Adel yang berada di belakang Arka.
"Ha-hai, Kak'" jawab Revan gugup, ia merasa takut akan suatu hal.
"Mau nonton juga? Sama siapa ke sini?" tanya Arka, namun tatapan matanya tertuju pada seorang gadis yang baru saja datang dengan sebelah tangan membawa popcorn. Gadis itu langsung menggandeng tangan Revan membuat Arka mengerutkan keningnya mencoba menebak siapa gadis itu.
"Sa-sama temen," jawab Revan menunjuk gadis yang bergelayut manja di lengannya, sementara tatapannya melirik ke arah Adel yang membuang muka tak ingin menatapnya.
"Hai, Kak. Aku Ayu, pacar barunya Revan dan teman sekolahnya Adel."
Hati Adel seolah tercabik mendengar ucapan gadis di hadapannya itu, entah mengapa hatinya sangat sakit saat melihat Revan bersama gadis lain. Padahal REvan bukanlah siapa-siapa baginya dan ia ingin segera melupakan laki-laki itu.
"Oh, hai. Aku Arka kakaknya Adel." Arka meraih uluran tangan gadis itu.
Arka menoleh ke arah Adel yang sejak tadi diam saja, ia seolah tak ingin menyapa kamu teman sekolahnya ini, hal ini membuat Arka paham dengan situasi saat ini.
"Baiklah, aku sama Adek mau masuk dulu, ya!" pamit Arka.
"Kak Arka mau nonton apa?" tanya Ayu menghentikan langkah Arkan dan Adel yang sudah beranjak.
"Kita mau nonton Sword Art Online The Movie: Progressive - Aria of a Starless Night," jawab Arka.
"Wah, sama, Kak. Ayo kita masuk bareng!" ajak Ayu yang membuat Adel sedikit kesal. Rencananya keluar rumah adalah ingn nonton dan merefreshkan otaknya, akan tetapi ia malah semakin suntuk karena bertemu dengan sepasang kekasih baru ini. Arka mengangguk sebagai jawaban, akhirnya mereka berjalan masuk bersama.
"Del, kamu nggak ajak Daffa? Kalau kamu ajak dia, 'kan kita bisa double date," ucap Ayu mensejajari langkah Adel membuat gadsi itu muak dengan Ayu.
"Ini acara dadakan cuma aku sama Kak Arka, gak sempet gabari dia," jawab Adel yang langsung melangkah cepat mengejar kakaknya yang berjalan terlebih dahulu, sebuah senyum smirk muncul di bibir Ayu.
Arka sengaja memberinya tempat duduk di samping Revan membuat gadis itu ingin protes terhadap Arka namun tak bisa ia lakukan saat ini. Akhirnya ia duduk dengan Arka di samping kirinya dan Revan di samping kanannya, semntara Ayu berada di samping kanan Revan.
Movie yang mereka tunggu telah tayang membuat suasana menjadi remang-remang dan hanya ada suara adegan di dalam movie yang mereka tonton, Adel mencoba fokus menonton movie itu yang sedang menayangkan adegan perang. Hal ini membuat kening Adel berkerut karena merasa gemas dengan film yang sledang ia tonton. Hal ini membuat Revan yang duduk di sebelahnya tersenyum simpul, laki-laki itu justru fokus menatap wajah Adel dari pada menonton film di layar.
"Berhenti menatapku, nanti pacar cemburu," ucap Adel yang sejak tadi sadar jika Revan menatapnya. Sementara laki-laki itu semakin mengembangkan senyumnya saat mendengar ucapan pelan dari Adel.
Sesekali Adel memasukkan popcorn ke dalam mulutnya dan mengunyah makanan favoritnya saat berada di bioskop itu.
"Ishhhh, Kirito, cepat bangkit!" gumam gadis itu membuat Revan kembali tersenyum.
Laki-laki itu sangat hafal jika Adel akan seperti itu saat menonton film.
"Kamu di sini mau nonton nggak sih?" tanya Adel tanpa menoleh. Gadis itu merasa risih saat Revan masih terus menatap dirinya.
"Aku nonton kamu saja sudah senang," ucap Revan membuat jantung Adel kembali berdegup kencang.
Gadis itu mencoba memantapkan hatinya sekali lagi jika REvan bukanlah orang yang baik untuknya, baru saja kemarin ia bilang sayang kepadanya namun saat ini ia telah berjalan dengan perempuan lain, batin Adel.
"Del," panggil Revan pelan.
"Hm," jawab Adel hanya dengan gumaman. Ia sama sekali tidak ingin menoleh pada Revan yang berada di sampingnya.
"Aku ingin memperjelas ucapanku tadi pagi, aku menyayangimu sebagai teman, tetapi ternyata kamu tidak seperti itu juga. Jadi aku bisa apa, aku paksakan pun kamu tetap tidak bisa."