Chereads / Cinta Terikat Masa Lalu / Chapter 11 - Mengakui Kesalahan

Chapter 11 - Mengakui Kesalahan

Adel mengerjapkan mata adaptasi dengan cahaya terang yang masuk ke retinanya. Orang yang pertama kali ia lihta aalah Lina yang duduk dio sampingnya.

"Sejak kapan lo di sini?" tanya Adel dengan saura serak khas bangun tidur. GAdis itu berusaha mendudukkan tubuhnya yang dibantu oleh Lina. Adel memegang kepalanya yang masih berdenyut.

"Baru saja sampai, bagaimana keadaan lo? Sudah bakan?" tanya Lina yang dijawab anggukan kepala oleh gadis itu.

"Ada Daffa yang mau ngomong sama lo, Del!" ucap Lina yang membuat Adel mengerutkan keningnya heran, untuk apa laki-laki itu datang kemari, batin Adel.

Lina segera keluar dari kamar Adel sementara Daffa sejak tadi berdiri di ambang pintu menatap gadis yang berada di tempat tidur. Adel terlihat sangat pucat membuat Daffa tak tega menatap kekasihnya itu.

"Mau ngomong apa?" tanya Adel saat Lina sudah berada di luar kamarnya. Perlahan Daffa melangkahkan kakinya mendekati Adel dan duduk di ujung tempat tidur gadis itu.

"Aku minta maaf," ucap Daffa yang membuat Adel kembali mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Untuk?" tanya Adel.

"Karena telah membuatmu menjadi seperti ini," jawab Daffa yang membuat Adel semakin tidak mengerti dengan ucapan laki-laki itu.

"Sebenarnya, Bianca yang mengunci kamar mandi saat kau masuk ke dalam. Dia melakukan itu karena cemburu, aku dan Bianca dijodohkan sama kedua orang tua kami. Tapi aku tidak mau dijodohkan sama Bianca."

Adel mendengar cerita dari Daffa, ternyata memang benar jika Daffa dan Bianca akan bertunangan.

"Aku yang seharusnya minta maaf, aku menjadi pengganggu hubungan kalian karena tidak tahu kalau kamu sama Bianca mau bertunangan."

Mendengar ucapan Adel, Daffa meraih tangan Adel yang hangat, gadis itu masih sedikit demam. Gadis itu tidak menolak saat Daffa menggenggam erat tangannya.

"Ini bukan salahmu, ini semua salahku. Aku yang memulai hubungan kita, tetapi kamu harus tau. Aku tidak mencintai Bianca sama sekali, aku menolak untuk ditunangkan dengannya. Jadi aku mohon Adel, jangan pergi dariku!"

Adel menatap manik abu-abu milik Daffa yang menyiratkan kesungguhan, laki-laki itu terdengar memohon terhadap Adel agar ia tidak mudah melepaskan hubungan mereka yang baru beberapa hari berjalan ini.

Lengang sejenak. Adel sedang berpikir, apa yang harus ia lakukan sekarang. Pacarnya ternyata adalah seorang laki-laki yang dipaksa bertunangan dengan gadis lain, namun pacarnya menolak untuk berpisah darinya. Hal ini membuat Adel bingung untuk memilih keputusan.

"Tetapi bagaimana dengan Bianca? Bukankah dia akan sangat kecewa jika melihat kita bersama?" tanya Adel.

Gadis itu justru khawatir terhadap Bianca, ia pasti akan sangat kecewa saat melihat calon tunangannya berjalan dengan gadis lain. Maka dari itu ia memperlakukan Adel seperti ini karena rasa kebencian telah tertanam di hati Bianca untuk Adel.

"Aku tidak peduli dengannya, karena aku cuma suka sama kamu. Sudah lama aku diam-diam menyukaimu, tapi baru kemarin aku berani mengungkapkannya."

Adel manih menatap lekat wajah tampan di hadapannya. Ia telah membuat keputusan, semoga keputusan yang ia ambil adalah benar.

"Baiklah," jawab Adel yang membuat Daffa mengangkat wajahnya.

"Baiklah? Apakah itu tandanya ka-kamu masih mau terus?" tanya Daffa meminta penjelasan.

Gadis di hadapannya itu mengangguk sebagai jawaban, Daffa tersenyum bahagia melihat Adel. Laki-laki itu segera menarik Adel dalam dekapan hangatnya, membuat Adel terperanjat kaget. Namun gadis itu tetap diam menerima perlakuan hangat dari Daffa.

"Ekhem."

Suara daheman membuat Daffa buru-buru melepaskan pelukannya pada Adel. Gadis itu menoleh ke arah pintu kamarnya dan sudah ada Arka yang berdiri di ambang pintu menatap tajam pada sejoli yang berduaan di dalam kamar itu.

Adel menutupi wajahnya yang bersemu merah dari kakaknya, ia baru saja dipergoki sedang pacaran oleh kakaknya sendiri membuat Adel sangat malu.

"Banyak yang harus kamu ceritakan ke Kakak, Dek!" ucap Arka yang masih berada di ambang pintu. Laki-laki itu mengulurkan tangannya dan ia arahkan ke arah pintu sebagai kode ke arah Daffa untuk segera mendekat ke arahnya. DAffa yang mengerti kode itu langsung beranjak dan segera berjalan mendekati Arka.

"A-ada apa, Kak?" tanya Daffa saat ia sudah berada di hadapan kakaknya Adel.

"Awas saja lo berani bikin adek gue nangis!" ucap Arka tajam.

"Tidak akan, Kak. Yang ada aku akan membahagiakan Adel!" jawab Daffa mantap.

"Bagus! Sekarang keluarlah Adel harus beristirahat!" Daffa mengangguk dan langsung keluar dari kamar Adel menyusul Lina yang sedang duduk di ruang tamu mengobrol bersama Rossa.

Sementara Adel berjalan mendekati kakaknya dan mengintip keluar, gadis itu menatap Lina dan Daffa yang sedang bercengkrama dengan Mamanya.

"Kamu nyari siapa?" tanya Arka menatap Adel yang seolah mencari keberadaan seseorang.

"Tidak, aku hanya penasaran siapa saja yang datang menjengukku," jawab Adel berbohong. Sebenarnya dia memang mencari seseorang yang ia harap ikut menjenguknya ke sini. Adel merasa belum berterima kepadanya kemarin.

"Revan—" langkah kaki Adel yang menuju tempat tidurnya berhenti."—yang kamu cari, 'kan?" ucap Arka.

Gadis itu buru-buru menggeleng, membuat Arka menarik sebelah sudut bibirnya karena adiknya ini selalu saja tidak mau mengakui jika ia sebenarnya peduli dengan laki-laki itu.

"Jangan berbohong pada Kakak!" ucap Arka yang membuat Adel berbalik menatap lekat kakaknya itu.

"Tidak, Kak. Untuk apa aku mencari laki-laki itu."

"Dia tadi ikut ke sini untuk menjengukmu bersama Lina dan Daffa," ungkap Arka yang membuat Adel melebarkan matanya penasaran mengapa ia tidak menemui Adel terlebih dahulu, apakah karena ada Daffa di sini, batin Adel.

"Apa peduliku, dia saja tidak menemuiku sama sekali," ucap Adel dengan nada meninggi. Entah mengapa ia sangat kesal kepada Revan karena pergi sebelum menemuinya.

"Jangan salahkan Revan!" Adel mengangkat wajahnya menatap Arka tidak paham dengan ucapan kakaknya itu, bukankah sudah jelas jika semua ini salah Revan lalu kenapa ia tidak boleh menyalahkan laki-laki menyebalkan itu, bati Adel. Banyak hal yang ingin gadis itu tanyakan tentang Revan pada kakaknya, namun ia tidak enak hati jika harus bertanya kepada Arka.

"Dia bertemu Mama."

"Hah! Apa?" Ucapan Arka sukses membuat Adel membelalakkan matanya, ia lupa jika hubungan kelaurga Revan dan keluarganya sedang tidak baik.

"A-apakah Mama mengusir Revan, Kak?" tanya Adel.

"Kamu tahu sendiri tentang itu, Dek. Tolong wakilkan Kakak dan Mama untuk minta maaf kepada Revan, aku tidak mau hubungan keluarga kita semakin renggang. Dan Kakak juga minta tolong, perbaiki hubungan kalian!" Arka keluar dari kamar Adel setelah mengucapkan hal itu.

Adel pun merasa tidak enak terhadap Revan meskipun ia membenci laki-laki itu, namun benar kata Arka. Hukubangan keluarga mereka semakin renggang akibat kejadian di masa lalu.

"Adel," panggil Rossa dari ambang pintu membuyarkan lamunan Adel.

"I-iya, Ma?"

"Ini, teman-teman kamu mau berpamitan!" jawab Rossa.

Lina dan Daffa segera masuk ke kamar Adel dan berpamitan kepada Adel. Tak lupa mendoakan Adel agar cepat sembuh karena Lina merasa kesepian jika tidak ada Adel. Begitu juga dengan Daffa yang ikut berpamitan.

"Cepet sembuh ya, Sayang!" bisik Daffa tepat di telinga Adel dengan sebelah tangannya yang mengusap lembut puncak kepala gadis itu.

"Terima kasih sudah mau menjengukku!"

Daffa dan Lina mengangguk sebagai jawaban, mereka segera keluar dari kamar Adel diantar oleh Rossa hingga pintu depan rumahnya. Sementara Adel kembali membaringkan tubuhnya dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga ke leher.

Drrtttt Drrtttt

Gadis itu menoleh ke arah ponselnya yang berada di nakas. Sebelah tangannya meraih ponsel itu dan melihat pesan yang baru saja masuk.

["Sorry, gue belum bisa jenguk lo."] Jantung Adel berdesir membaca pesan itu.