Lina menghela napas malas, seharian ia kesepian karena Adel tidak masuk sekolah hari ini, Daffa pun telah bertanya kepadanya mengapa Adel tidak masuk. Dan Lina menceritakan kejadian kemarin kepada Daffa. Sebenarnya gadis itu penasaran siapa yang melakukan hal itu kepada Adel. Orang yang melakukan itu tidaklah memiliki hati nurani.
"Ke kantin?" tanya Revan saat Lina berjalan di lorong sekolah dengan langkah gontai.
"Iya, walaupun gue kesepian, perut gue tetap harus di isi!" jawab Lina.
"Lo, mau jenguk dia nanti?" tanya Revan lagi yang dijawab anggukan kepala oleh Revan. Sebenarnya laki-laki itu hanya mencari kesempatan atau mencari teman yang bisa ia ajak untuk datang ke rumah Adel karena ia tidak enak jika harus datang sendirian ke sana.
"Rencananya sih begitu," jawab Lina yang membuat sebuah senyum simpul terbit di bibir Revan.
"Oke, gue ikut. Nanti gue tunggu di gerbang pulang sekolah nanti!" Lina hanya mengangguk mengiyakan ucapan Revan.
Laki-laki itu berjalan meninggalkan Lina yang hanya melangkah pelan, perutnya yang lapar membuatnya tidak bisa berjalan dengan cepat.
Akan tetapi langkah kaki Lina terhenti saat ia mendengar suara dari sebuah ruangan di sampingnya. gadis itu menoleh ke arah pintu yang tertulis ruang olahaga. Suara yang Lina dengar seolah tidak asing di telinganya membaut Lina berjalan mendekat dan ingin menguping di dpan pintu.
"Sudah gue bilang, gue nggak suka sama, Lo!" ucap seorang laki-laki yang membelakangi Lina membuat gadis itu berpikir sejenak siapa laki-laki itu.
"Daffa, Nyokap lo sama nyokap gue sudah setuju kalau kita akan tunangan setelah kita lulus!" jawab seorang gadis yang Lina yakini adalah Bianca karena Lina bisa melihat rambut maron gadis itu.
"Gue tetap nggak mau tunangan sama, Lo!" jawab laki-laki itu. Lina terbelalak kaget saat mengetahui laki-laki itu salah Daffa. Inikah yang diceritakan oleh Adel kemarin tentang Daffa yang akan bertunangan bersama Lina.
Gadis itu memasang telinganya dengan seksama ingin menguping pembicaraan mereka lebih jauh.
"Gue nggak suka sama, Lo. Dan tolong jangan paksa gue!" ucap Daffa geram.
"Terus lo suka sama siapa? Adel? Sayang sekali gadis lemah itu hari ini karena nggak masuk sekolah. Rasain tuh anak biar tau rasa!" Daffa terbelalak mendengar ucapan Bianca.
Laki-laki itu segera meminta penjelasan kepada Bianca apa maksud dari gadis itu, entah mengapa ia langsung berpikiran buruk jika Bianca yang telah mengunci Adel di kamar mandi.
"Lo pelakunya, hah?" tanya Daffa langsung pada intinya.
Bianca mengangguk dengan bangganya karena telah berhasil membuat Adel tidak berangkat sekolah.
"Brengsek lo! sampai kapanpun gue nggak akan maafin Lo, dan nggak akan pernah nurutin omongan nyokap gue untuk tunangan sama Lo!" Daffa melenggang pergi meninggal Bianca yang berteriak memanggil namanya. Lina yang masih berdiri di depan pintu ingin sekali menjambak rambut Bianca hingga botak, berani sekali ia melakukan hal itu terhadap Adel.
"Apa yang lo lakuin di sini?" tanya Daffa saat ia menemukan Lina yang mematung di depan pintu.
"Gue mau bikin perhitungan sama kucing garong itu!" Lina menerobos ingin masuk ke dalam ruangan namun Daffa mencegahnya. Laki-laki itu segera membawa Lina pergi dari sana karena akan memicu keributan di sekolah jika ia membiarkan Lina masuk kedalam.
"Daf, gue harus bikin perhitungan sama Bianca, dia sudah seenaknya memperlakukan Adel seperti itu, gue nggak terima!" teriak Lina yang membuat Daffa mengacak surainya frustasi, ia sendiri tidak habis pikir jika Bianca yang melakukan hal itu terhadap Adel.
"Tenang dulu, Lin. Bianca itu bukan tipe orang yang akan kapok setelah lo bikin perhitungan sama dia. Suatu saat nanti dia akan melakukan hal yang lebih keji lagi jika lo balas dia!" jawab Daffa yang juga ikut kesal dengan Bianca.
"Terus gue harus diam saja gitu lihat teman gue digituin?"
"Lo sabar dulu, gue yang akan kasih perhitungan sama Bianca. Gue juga nggak akan tinggal diam saat pacar gue di siksa sama dia!" jawab Daffa yang membuat Lina ingin mempertanyakan sesuatu.
"Sebenarnya lo ini serius nggak sih sama Adel, kalau lo cuma main-main mendingan kalian putus! Dan gue sudah dengar pembicaraan lo ama Bianca tadi," ucap Lina yang membuat Daffa mengusap wajahnya yang kebas.
"Gue jelasin dulu, sebenarnya gue dipaksa tunangan sama Bianca tapi gue nggak mau sama orang kaya dia, dan tolong jangan kasih tahu Adel tentang hal ini!" mohon Daffa pada Lina.
"Lo telat, Daf! Adel sudah tahu semuanya, kucing garong itu sudah cerita sama Adel kalau kalian mau tunangan setelah lulus sekolah."
"Apa! Dasar tuh orang bikin gue emosi!" teriak Daffa ingin sekali memusnahkan Biana dari hidupnya.
"Lebih baik lo nanti ikut gue ke rumah Adel, jenguk dia dan sekalian lo jelasin sama Adel masalah lo sekarang agar Adel tidak berpikir macam-macam sama, Lo!" ucap Lina yang diangguki Daffa.
***
Sesuai dengan perjanjian Revan telah berdiri di depan gerbang sekolah menunggu Lina keluar dari kelas, rencananya hari ini akan menjenguk Adel setelah pulang sekolah. Revan melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya, sudah sepuluh menit ia menunggu namun Lina belum juga terlihat batang hidungnya.
"Sudah dari tadi?" suara seorang gadis membuat Revan menoleh pada sumber suara.
"Sepuluh menit yang lalu, ayo buruan!" ajak Revan.
"Bentar lagi, gue masih nunggu satu orang lagi!" jawab Lina yang membuat Revan berpikir keras. Siapa orang yang sedang Lina tunggu.
Manik elang laki-laki itu terbelalak saat ada seorang laki-laki berjalan mendekati mereka.
"Ayo!" ajak Daffa yang diangguki oleh Lina.
"Dia ikut?" tanya evan keberatan jika Daffa ikut dalam rombongan untuk menjenguk Adel.
"Ikulah, gue pacarnya Adel, seharusnya gue yang bertanya. Lo mau ke mana?" jawab Daffa yang juga merasa keberatan saat ,melihat ada laki-laki lain yang ingin menjenguk pacarnya.
"Gue teman Adel sejak kecil, jadi wajar kalau gue jenguk dia!"
"Hei, kalian berdua. Kalau nggak bisa berhenti ribut gue pergi sendiri ke rumah Adel!" ucap Lina yang sudah menghadang sebuah aksi di depan gerbang sekolah.
Akhirnya Daffa dan Revan berhenti berkelahi dan mengikuti Lina yang sudah masuk ke dalam taksi. Lina duduk di sebelah kemudi, sementara Revan dan Daffa duduk di belakang dan saling beradu punggung.
Lina hanya geleng-geleng kepala melihat pemandangan di belakangnya lewat kaca mobil. Sekitar tiga puluh menit mobil taksi yang mereka tumpangi menepi ke sebuah halaman yang tak terlalu lebar. Lina dan kedua laki-laki yang memasang wajah masam keluar dari mobil taksi dan segera mengikuti Lina yang lebih dulu melangkahkan kaki menuju rumah Adel.
"Sore, Bang!" sapa Lina saat melihat Arka yang duduk di halaman depan.
"Ngapain lo sering-sering ke sini?" tanya Arka yang membuat Lina ingin menjitak kepala kakak sahabatnya itu.
"Ehh, kamu bawa pasukan ternyata," ucap Arka saat ia melihat Revan dan seorang laki-lak yang belum ia kenali.
"Ayo masuk!" ajak Arka mempersilahkan tamunya untuk masuk. Lina sudah masuk sejak tadi tanpa disuruh oleh laki-laki itu dan langsung menuju ke kamar Adel.
Sementara seorang wanita paruh baya menatap tajam ke arah Revan yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.
"Ada apa kamu datang ke sini?" tanya Rossa— Ibu Adel, kepada Revan.