Harraz menatap Kiana dia ingin menjelaskan semua pada gadis itu, tapi Hissa lebih dulu menyela.
"Sudahlah, Ki, jangan lihat mereka. Pasti kamu akan semakin kesakitan," ujar Hissa. Laki-laki itu menarik tangan Kiana menjauh, meninggalkan Harraz yang membatu.
Dhea menyentuh jari Harraz, tapi laki-laki itu malah menampiknya.
"Berhentilah membuat wajah menjijikkan itu, lebih baik kamu merebut kakak kelasmu itu. Siapa itu? Kiara? Kiki? Kikir? Kilaf? Ki—"
"Kiana," potong Harraz.
"Nah, itu. Aku lihat dia belum jadian dengan kakakmu, masih ada kesempatan," imbuh Dhea.
"Sepertinya," jawab Harraz dengan suara melemas.
Dhea menarik Harraz agar duduk kembali, lalu menepuk pundak yang lebih muda.
"Kamu harus memanasi Kiana, lalu dia akan cemburu dan kalian akan kembali," cetus Dhea.
"Tidak semudah itu. Kamu tidak kenal Kak Kiana," jawabnya.
Harraz mulai memakan es krim miliknya, dengan pandangan lurus ke depan.
"Kulihat dia gadis yang lemah dan juga biasa saja," balasnya.
