Chereads / My Idol Is Ghost / Chapter 19 - 19. Kosong

Chapter 19 - 19. Kosong

Dhea menatap ke arah Adit dengan pandangan berbinar. Dia seperti mimpi indah karena bisa melihat Adit di dekatnya.

"Berhentilah menatapku. Kamu seperti penguntit," cetus Adit.

"Tidak masalah, aku bisa menguntitmu setiap hari," jawabnya.

Adit memutar bola mata malas entah kenapa dia harus bertemu gadis tidak waras seperti Dhea.

"Terserah," ujarnya.

Perjalanan pulang itu hanya terisi keheningan hingga merasa sampai di apartemen dengan Dhea terus saja menunduk.

Adit masuk ke dalam unitnya dan Dhea mengekor, penyanyi itu membalik badan ingin menutup pintu, tapi tersentak kaget melihat Dhea ikut masuk.

"Kenapa kamu ke sini?" tanyanya.

"Kenapa? Aku ingin masuk dan tidur. Minggir!"

Dhea mendorong Adit, tapi langkahnya terhenti melihat Thea yang sedang duduk di sofa dengan setoples keripik.

Thea melambaikan tangan dengan senyum menawan, tapi Dhea membalas dengan berdecak kesal.

"Cepat masuk," ucap Adit seraya mendorong pundak Dhea.

Gadis itu menoleh dengan bibir mencebik kesal dia ingin pergi, tapi takut Adit dan manajernya melakukan hal tidak-tidak.

Dengan kesal dia duduk di samping Thea yang tersenyum mengejek. Sedangkan kini Adit sedang di kamar berganti baju.

"Makanlah," ujar Thea seraya memajukan toples yang dibawa, tapi Dhea malah menampiknya hingga toples itu jatuh dan isinya tercecer.

Dhea melebarkan mata, lalu menatap ke arah Thea yang malah mengedikkan bahu dengan tampang polos.

"Kak, Kak Adit nanti akan marah. Ayo, kira bereskan," ujarnya.

"Bukan salahku," jawabnya sembari menjilati jarinya.

Dhea menatap malas, lalu mengambil sapu untuk merapikan kekacauan.

"Sudah biarkan saja, dia tidak akan bisa marah padamu. Paling juga mengomel dikit," cetus Thea.

"Tidak mau. Aku bukan dirimu, setelah membuat masalah malah lari," jawabnya.

Thea menunduk menatap Dhea dengan menumpukan dagu di atas telapak tangan, sedangkan sikutnya bertumpu pada bantal.

"Aku? Mungkin kamu benar, tapi di sini kamu yang salah sepertinya," balas Thea.

"Dasar bunglon. Melempar kesalahan pada orang lain kelihatannya sudah menjadi kebiasaanmu," celetuk Dhea.

"Mungkin."

Hening, tidak ada suara hingga Adit keluar kamar dan melihat Dhea mengembalikan sapu ke pojok ruangan.

"Tumben bersih-bersih," cetus Adit. Dhea tersenyum melihat wajah Adit yang terlihat senang, tapi itu tidak bertahan lama.

"Dia menjatuhkan toples keripikmu jadi wajar dia membersihkannya," sela Thea membuat Dhea semakin kesal.

Adit menatap ke arah Dhea dengan satu alis terangkat.

"Apa itu benar?" tanyanya. Dhea menarik nafas dan mengangguk.

"Sudah seharusnya," imbuhnya. Adit pergi ke sofa dan mulai membicarakan berbagai hal dengan Thea serta melupakan kehadiran Dhea.

Dhea melihat itu, dia kesal dan kecewa. Dengan kasar dia meraih tasnya di atas meja dan pergi, tidak lupa dia menutup pintu dengan kasar.

"Ada apa dengannya," gumamnya.

"Biarkan saja. Jadi, kamu benar ingin pindah ke lantai satu?" tanya Thea yang diangguki oleh Adit.

"Akan aku urus. Aku pergi dulu, kamu bujuk Dhea," lanjutnya.

Adit mengantarkan Thea hingga pintu. Dia menatap ke arah Daffa yang menatap Thea tanpa berkedip.

"Itu manajerku," cetus Adit.

"Aku tahu. Di sangat cantik dan sedikit cerewet," jawabnya.

"Ralat. Sangat cerewet, telingaku rasanya berdenging setiap dia mengomel. Itu seperti ucapan hari Senin dengan pidato sangat panjang," elaknya.

Daffa tertawa kecil melihat raut wajah kesal Adit. Tiba-tiba sja Adit maju dan berusaha menembus tembok, tapi gagal.

"Kok gagal?" gumamnya.

"Tubuhmu dalam kondisi stabil," ujar Daffa.

"Tapi, aku dulu bisa menembusnya bahkan tidak jatuh ke bawah," jawabnya.

"Mungkin waktu itu kamu hampir menjadi roh sebenarnya," jawabnya, lalu hilang begitu saja.

Adit terdiam, lalu mulai maju beberapa langkah dan memencet bel. Dia memencet berulang lali hingga Dhea keluar dengan wajah kesal.

"Thea sudah pulang. Tidak ingin berkunjung?" tawarnya.

Dhea membuat pose berpikir hingga Adit sendiri muak melihatnya.

"Tidak mau? Baik—"

"Mau!" sela Dhea. Dia keluar dan menutup pintu dengan cepat.

Adit berjalan lebih dulu, lalu Dhea mengekor di belakang. Gadis itu berjalan menunduk hingga tidak sadar bahwa Adit berhenti.

Berakhir Dhea terbentur punggung Adit.

"Aw!" serunya. Adit membalik badan spontan dan memegang dahi Dhea.

"Tidak apa-apa?" tanya Adit yang diangguki oleh Dhea.

"Baiklah. Aku ingin tidur, lakukan sesukamu asal jangan menganggukku," ujarnya.

°°°

Thea mengemudi dengan kecepatan sedang. Dia menarik nafas panjang hingga dia teringat pada seseorang.

"Aku akan berkunjung, pasti kamu merindukanku," monolognya. Dia berhenti di toko bunga lebih dulu, lalu membeli dua bucket bunga tulip.

Selesai dengan bunga dia kembali mengendarai mobil, dia tersenyum dan murung dalam waktu seketika.

"Apa kamu suka dengan hal ini? Adikmu sangat keras kepala. Mirip denganmu," ujarnya.

Sampai di tempat yang ingin Thea kunjungi, dia segera turun dan menatap hamparan luas yang hanya diisi oleh makam.

Dengan langkah berat dia ke salah satu makam yang bertuliskan Daffa Pranajaya bin Kifli Pranajaya. Thea meletakkan bunga yang sudah dia beli dan mulai membersihkan makam dengan sesekali bercerita.

"Dhea sekarang tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, pekerjaannya hanya menggoda anakku Adit."

Thea mendongkak menahan air mat yang ingin meluncur.

"Dia belum bisa memaafkanku. Beri tahu aku caranya, kamu tahu bukan aku sangat sayang pada Dhea," lanjutnya.

Thea mencebik kesal, lalu mengedarkan pandangan. Hari sudah semakin sore.

"Aku akan ke makam buna," ujarnya. Thea bangkit dan pergi ke makam samping yang bertulisan Berlin Pranajaya.

Dia mulai membersihkan makan tersebut dengan sesekali helaan nafas keluar.

"Buna, anakmu itu sangat keras kepala. Mirip dengan kakaknya," ujarnya.

Thea menghabiskan waktu untuk mengeluh dan pergi dari sana, tapi saat di area parkir dia bertemu dengan Arga.

"Hai, Arga. Ada apa kamu di makam?" tanyanya.

"Bukan urusanmu," jawabnya. Arga ingin pergi, tapi Thea lebih dulu mencekal tangannya hingga Arga meringis kesakitan.

"Aku tahu semu ingat itu. Jika, kubeberkan pasti pertemanan Dhea dan Tina akan rusak, lalu Dhea membencimu karena kamu menyakitinya," cetusnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Arga yang tengah mengepalkan tangan.

"Cih, sok sekali dia," cibirnya.

°°°

Kesepian, satu kata yang menggambarkan Dhea saat ini. Dia terus saja berjalan ke sembarang arah hingga dia terpikir untuk menjahili Adit.

Dengan mengendap-endap dia masuk ke kamar idolanya dan menatap wajah damai ketika tertidur.

"Tampan sekali, tapi saat bangun dia akan mirip iblis," ujarnya.

Dhea memberanikan diri mengusak surai Adit, lalu mengelus rahang tegas pria itu hingga kedua alisnya menyatu.

"Sangat dingin seperti mayat," ucapnya.

Dia menggeleng dan menatap sekitar hingga fokusnya teralih pada ponsel di dalam sakunya. Dia mengeluarkan ponsel tersebut.

"Aku akan memotret wajah damaimu, Kak." Dia membuka aplikasi kamera dan mengarahkan pada wajah Adit.

Dhea mengernyitkan dahi, lalu mengulang lagi hingga beberapa kali, tapi Adit tidak terdeteksi di dalam kamera.