Chereads / My Idol Is Ghost / Chapter 9 - 9. Nasi Goreng

Chapter 9 - 9. Nasi Goreng

Dhea memandang tidak suka pada acara yang sedang disiarkan. Bagaimana bisa Arman menjelekkan adiknya sendiri dalam acara yang sedang ditampilkan.

Laki-laki itu mengatakan bahwa Adit seorang aktor yang bertalenta, tapi tidak memiliki waktu untuk menemui para penggemar.

Bahkan dia juga mengatakan jika sebenarnya tindakan seperti ini sangat tidak bisa dibenarkan. Jika bisa Dhea akan memukul kepala Arman saat ini juga.

Hello, seharusnya waktu itu dia menolak saja daripada berkedok baik ternyata berhati iblis. Dhea sama sekali tidak sampai pikir dengan kedua kakak beradik itu.

Melihat wajah Adit yang terlihat acuh dan tidak peduli, walau jelas-jelas kakaknya itu sedang membual. Walau beberapa fakta benar, tapi tidak semua.

"Kamu harus memukul kepalanya besok, lihatlah cara dia bicara seperti orang paling benar sedunia," cercanya.

"Biarkan saja, itu tidak akan lama," jawab Adit acuh.

Kepala Dhea rasanya ingin pecah mendengar jawaban dari Adit. Bagaimana bisa orang bisa terlihat acuh saat dijelekkan di depan publik?

Atau mungkin Adit sering pernah melakukan itu, tapi kapan? Dhea tidak pernah melihatnya.

"Aku tidak habis pikir dengan kalian, aku kira hanya aku orang paling aneh didunia ternyata kalian lebih aneh," kata Dhe sebelum beranjak.

Dia ke dapur dan mengambil air, meneguknya rakus seperti orang tidak minum berhari-hari. Dhea mengambil satu kaleng soda.

"Minumlah," katanya sembari memberikan kaleng soda yang dia ambil tadi.

"Terima kasih," jawab Adit. Dia segera meminumnya.

Katakanlah Adit terlihat tenang, tapi beribu umpatan dia simpan di dalam kepalanya. Mana mungkin dia menunjukkan amarah di unit Dhea. Jelas dia tidak akan mau, mau ditaruh mana wajahnya nanti.

"Kuharap kamu memikirkan saranku untuk memukul keras wajah kakakmu besok," ucap Dhea menggeu-gebu.

"Baiklah, aku harus kembali. Kamu istirahatlah," katanya. Adit segera pergi dari sana dengan tangan mengepal erat.

Sampai di dalam unitnya segera dia melemparkan diri ke pulau kapuk dan menutup mata, Adit membutuhkan kekuatan untuk menghajar kakaknya besok.

°°°°

Adit menggeliat dalam tidurnya saat cahaya terang tiba-tiba masuk, dia membuka mata sedikit. Terlihat Dhea berdiri dengan seragam kemarin berdiri membuka jendela.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan pandangan sayu. Dia masih sedikit mengantuk.

"Menurutmu? Jelas aku membangunkanmu untuk adu jotos dengan kakakmu hari ini," jawab Dhea.

Gadis itu menarik selimut Adit dan melemparkannya asal.

"Yak, apa yang kamu lakukan?" Adit bangkit dan mengambil selimut tersebut.

Dhea memperhatikan cara Adit merapikan tempat tidur, dia ingat kamarnya yang sangat jarang dia bersihkan.

"Aku ingin nasi goreng, Kak," lirihnya.

"Apa kamu bilang?" tanyanya Adit.

"Tidak jadi, aku akan minta Arga saja." Dhea ingin beranjak pergi, tapi Adit menariknya ke meja maka dan mendudukkannya.

"Tunggu di sini akan membuatkannya." Jangan tanya keadaan jantung Dhea saat ini, dia bisa saja berteriak kencang.

Sementara Adit memanaskan nasi, Dhea membuka ponselnya. Dia berdecak kesal melihat sebuah pesan masuk.

Raut wajahnya berubah murung, tapi mencium aroma makanan dari arah dapur semua berubah. Dhea terdiam, memikirkan kemungkinan-kemungkinan tentang Adit.

"Apa dia mulai menyukaiku?" monolognya.

Saat Dhea melamun, Adit datang dengan dua piring nasi goreng. Tidak lupa dia menyiapkan dua gelas air putih.

"Makanlah, apa yang kamu pikirkan?"

"Kamu, a..., maksudnya tugas. Ya tuhan, Aku harus menyalin tugas Arga!" Dhea bangkit, tanpa menyentuh nasi sama sekali, tapi sebelum itu Adit menahan.

"Aku akan menyalin nasimu di tempat makan, tunggu sebentar." Dia segera ke dapur dan mengganti piring dengan kita bekal.

Saat dia kembali Dhea sudah berdiri seperti orang kesetanan.

"Mau kuantar?" tawar Adit.

"Memang tidak merepotkanmu?"

"Tidak. Tunggu sebentar aku akan mengambil jaket dan masker."

Bukan hanya satu, Dhea pagi ini mendapatkan dua keberuntungan. Adit keluar dan mengisyaratkan gadis itu agar mengikut.

Mobil Audit hitam itu melaju membelah padatnya jalanan kota Seoul yang didominasi pekerja dan pelajar. Berulang kali Dhea mencuri pandang pada Adit yang tengah fokus mengemudi.

"Sekolahmu yang mana?" tanya Adit, tanpa mengalihkan pandangan.

"Sekolah favorit itu, Kak," jawabnya.

"Sekolahmu sangat bagus, aku dengar hanya murid yang cerdas bisa masuk sana," cetusnya.

Dhea tersenyum dan mengangguk, secara tidak langsung idolanya itu memuji dia, bukan?

"Tapi, kenapa murid sepayah dirimu bisa masuk?" lanjut Adit. Dhea menatap datar ke arah Adit, dia kira tidak ada kata-kata pedas lagi karena hubungan mereka cukup dekat.

"Kamu menghinaku, Kak?" tanya Dhea.

"Aku tidak ingin jujur, tapi kelihatannya itu fakta."

Mobil mereka berhenti tepat di depan gerbang sekolah Dhea, wajahnya masih tertekuk masam karena ucapan Adit tadi.

Diam-diam Adit tersenyum tipis, melihat wajah Dhea. Saat punggung sempit itu menghilang dari jangkauan baru mobil itu kembali melaju.

Di dalam mobil Adit memutar lagu dan tepat saat itu adalah salah satu lagunya yang diputar. Dia menegar dengan saksama dan tersenyum.

"Pantas saja banyak gadis yang tergila-gila padaku," monolognya. Adit mengerem mobilnya mendadak saat ada kecelakaan di depan.

Dia melihat sendiri korban yang berlumuran darah dan terlihat jika sudah tewas. Adit membuka mata lebar-lebar saat korban itu masih berdiri di pinggir jalan dengan berlumuran darah, dia yakin melihat orang itu masuk dalam ambulans.

"Apa aku bermimpi?" gumamnya. Dia mengucek mata berulang kali, hingga Adit sadar jika itu adalah arwah seperti dia.

Saat jalanan sudah bersih baru dia melaju cepat. Adit belum siap untuk hal ini.

Melupakan kejadian tadi kini penyanyi tampan itu memasuki swalayan yang menjual bahan masakan. Adi baru sadar jika bahan makanannya habis saat memasak untuk Dhea.

"Kenapa aku memasakkannya tadi?" Adit memukul kepalanya sendiri.

Tujuan pertama adalah beras, lalu sayur, dan beberapa sosis atau daging. Sebagai pelengkap dia membeli beberapa makanan ringan serta minuman kaleng.

"Aku harus membeli banyak makanan ringan karena Dhe..., kenapa harus memikirkan gadis itu, aku akan menghabiskannya sendiri." Adit mengambil asal semua makanan ringan dan membawa ke kasir.

Saat dia mengantre tidak sengaja melihat toko perlengkapan hewan di seberang jalan. Adit ingin acuh, tapi dia ingin membeli kalung untuk Mochi.

Soal Mochi, Adit rindu anjing itu.

Hingga tanpa sadar kasir sudah menghitung semua belanjaannya. Dia tersenyum dan mengambil dua keresek berat, lalu di letakkan di jok belakang.

Adit ingin acuh, tapi di luar dugaan karena sekarang dia sudah menyeberang jalan dan memasuki toko perlengkapan hewan.

"Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya salah satu pelayan.

"Kalung untuk anjing," jawabnya.

Pelayan itu menujukan beberapa model kalung dan pilihan Adit jatuh pada warna kuning dengan ukiran nama Mochi sangat jelas.